[CERPEN] PENGINGAT WAKTU BERSALAH

0 0 0
                                    

Ku tatap kalung dengan liontin cinta, di genggaman tanganku. Aku ingat sekali, kalung ini yang menjadi saksi perpisahan ku dengan orang yang sangat penting bagi hidupku.
“Sampai kapan terus begini. Kenapa aku masih belum bisa melupakan mu,” ucapku dengan tatapan sedih. “Andai, aku bisa mengulang waktu, mungkin sekarang kau ada di sisi ku.”
‘Itu semua salahmu!’
Aku menoleh kanan dan kiri, tak ada siapa pun di sini. “Siapa itu!”
‘Semua salahmu!’
Aku mengerutkan kening, tak melihat siapa-siapa. Tidak mungkin, makhluk kasat mata muncul di siang hari seperti ini. Memberikan kesan  mengerikan saja.
“Hei, keluarlah! Jangan membuatku takut seperti ini!” seruku.
‘Kau tak perlu mengenal ku, karena aku adalah waktu. Waktu yang kau abaikan selalu. Kau harus buka mata, dan tau kenyataan!’
“Waktu? Hei, jangan main-main. Aku tidak akan percaya itu.” Aku memasukkan kembali kalung barusan ke dalam kantong rok.
Hening, tak ada lagi suara itu muncul. Aku memutuskan beranjak pergi dari tempat ini. Ya, saat ini aku berada di dekat danau. Sehabis pulang sekolah, aku memutuskan untuk ke tempat ini. Karena menurutku tempat ini, adalah tempat yang cukup tenang.
‘Kau ingat ini?’ Aku berhenti bergerak dan menoleh kembali ke belakang. Ku lihat, sebuah layar tancap muncul tiba-tiba. Sekarang, layar tancap itu mengeluarkan perputaran vidio selayak film.
“Dino! lihat, bunga ini cantik sekali, ya?” Seorang gadis membungkuk menatap tanaman kecil yang tumbuh di dekat rerumputan.
“Kamu mau itu? tapi ... itu cuma bunga liar.”
Gadis itu menggeleng cepat. “Meski bunganya liar, dia tetap tumbuh seperti kecantikan bunga lain. Hani juga mau seperti bunga liar ini.”
“Bagi Dino, Hani bahkan lebih hebat dari pada bunga liar ini.” Laki-laki itu tersenyum lembut ke arah gadis itu.
“Ah, kamu bisa saja gombalnya.” Gadis itu tertawa kecil mendengar ucapan laki-laki itu.
“Beneran, lho.”
***
Gadis itu menatap marah, laki-laki di hadapannya. Namun, di balik kemarahan itu terdapat raut sedih yang sangat mendalam. “Dino bohong! Hani benci orang yang pembohong!”
Laki-laki itu menunduk sebentar, lalu kembali menegakkan kepalanya. “Tapi, dia benaran bukan laki-laki yang baik buat kamu, Han.”
“Jeno nggak mungkin begitu! Dino pasti sengaja kan, biar aku marahan sama Jeno!”
“Nggak, Han. Bukan, ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan itu,” ucap laki-laki itu mencoba membuat gadis itu percaya.
“Han, benci Dino. Lebih baik kita nggak perlu ketemu lagi!”
“Han! Han!”
Aku menjatuhkan lututku ke tanah. Aku tau siapa gadis itu, dia adalah aku, aku yang dulu di masa SMP. Suara isakan tangis keluar dari mulutku. Aku tau ini salahku, dan aku lah yang menghancurkan persahabatan terjalin saat itu. Sekarang aku menyesal, sungguh menyesal karena saat itu juga Dino memutuskan benar-benar pergi dari hidupku.
21 April 2018
“Sekarang kita akan tinggal di sini, Ma?” tanyaku memandang rumah yang tak terlalu mewah di hadapan ku.
“Iya, sayang. Kamu suka?”
Aku tersenyum dan mengangguk. Rasanya menyenangkan sekali, mendapatkan suasana baru seperti ini. Aku tidak sabar mendapatkan teman di sekolah baruku nanti.
“Hei, tetangga baru!”
Aku terkejut mendengar suara seseorang dari luar. Aku mengintip sedikit ke luar jendela, dan melihat seorang laki-laki melambaikan tangan padaku.
“Kamu panggil aku?” tanyaku memastikan.
“Iya, nama mu siapa?!”
“Aku, Hani. Hani bukan Ani,” ucapku dengan senyuman.
“Aku Dino, mulai sekarang kita teman, ya.”
Aku mengangguk kecil dengan perasaan senang.
Tepat hari itu, aku mulai mengenal Dino. Aku dan Dino sering bermain bersama. Hingga membuat semua orang di sekolah baruku, berpikir aku adalah pacar Dino. Aku sedikit risih akan hal itu, sebab kenyataannya bukan begitu.
“Kamu kenapa?” tanya Dino bingung melihat sikap ku yang cenderung lebih pendiam dari biasanya.
“Hani kesal sama mereka. Kenapa juga mereka berpikir kita pacaran. Kita kan temanan,” ucapku dengan wajah cemberut.
“Jangan dipikirkan. Manusia memang begitu.”
“Tapi, Dino tau, kalau Hani suka Jeno,” ucapku yang membuat perubahan reaksi wajah Dino.
“Jeno nggak bakal suka sama kamu. Kamu gendutan.”
“Ih, Dino! mana ada Hani gendut!” Aku semakin kesal mendengar perkataan Dino barusan. Namun, di sisi lain aku merasa senang tanpa alasan.
Dino terkekeh pelan, lalu mengacak rambut ku gemas. Terkadang aku merasa beruntung dapat mengenal Dino sedekat ini. Rasa bahagia ku tak sampai di sana, ternyata perasaan ku terbalaskan di hari berikutnya. Aku dan Jeno sering menghabiskan waktu bersama, dan itu membuat aku melupakan kehadiran Dino sebagai teman.
“Aaa! Dino, Hani kangen!” Aku memeluk Dino secara tiba-tiba setelah lama tak mengobrol.
Dino tampak terkejut, dan melepaskan pelukanku. “Kamu harusnya tak begini, Han. Aku tak mau hubungan kamu sama Jeno, jadi rusak gara-gara aku.”
“Kamu bilang apa sih, Dino. Hani nggak suka dengarnya!”
***
“Han, aku mau ngomong sesuatu.”
Aku mengerutkan kening bingung. Melihat wajah serius Dino. “Ngomong apa, Dino?”
“Lihat, kelakuan pacar mu!”
Aku terkejut melihat Dino memamerkan layar ponselnya, dengan tampilan Jeno memeluk mesra seorang perempuan. Hatiku merasa sakit seketika. Aku merasa tak terima di satu sisi.
“Nggak, Jeno nggak mungkin seperti ini. Dino jangan mengada-ada, hiks.”
“Aku nggak pernah bohong padamu, Han. Lebih baik kau tinggalkan Jeno. Jeno bukan laki-laki yang baik.”
“Dino bohong! Hani benci orang yang pembohong!” Dino menunduk sebentar, lalu kembali menegakkan kepalanya. “Tapi, dia benaran bukan laki-laki yang baik buat kamu, Han.”
“Jeno nggak mungkin begitu! Dino pasti sengaja kan, biar aku marahan sama Jeno!”
“Nggak, Han. Bukan, ini tidak ada sama sekali dengan semua itu,” ucap laki-laki itu mencoba membuat gadis itu percaya.
“Han, benci Dino. Lebih baik kita nggak perlu ketemu lagi!”
“Han! Han!”
Walaupun begitu, kenyataannya tetap sama. Aku tetap tidak bertahan lama dengan Jeno. Sekarang, aku benar-benar menyesal. Aku menyesal telah memilih orang yang salah, harusnya dari awal aku tidak sekasar itu pada Dino.
“Han!” Aku memalingkan wajah ke arah lain, enggan menatap Dino. Semenjak Dino memperlihatkan foto kemesraan Jeno dengan gadis lain, hubungan pertemanan kami mulai tak sedekat dulu.
“Kamu masih marah sama aku, ya? Maaf, aku tak bisa jadi teman yang baik buat kamu. Semoga kita bisa bertemu lagi.”
Aku sedikit terkejut mendengar perkataan Dino yang selayaknya perpisahan untukku. Akan tetapi, aku masih tak ingin berbicara dengan Dino. Perasaan ku seakan bimbang di buatnya.
“Ma, rumah Dino kok tutup terus. Dia juga nggak ke sekolah lagi.”
“Lah, mama pikir kamu tau. Dino kan sudah pindah satu hari lalu.”
Deg
Bagaikan di sambar petir, pikiran ku tersadar dengan perkataan terakhir Dino. Aku menangis meratapi nasib hidupku.
“Iya, aku ingat itu. Aku ingat semuanya, tak ada sedikitpun aku melupakannya,” ucapku dengan tangisan, tanganku tak tinggal diam menutup wajah.
“Hei, tetangga baru, jangan menangis.”
Aku mendongak, dengan raut jelas terkejut. “Dino, kamu—“
“Sudah aku bilang, aku tak bisa meninggalkan mu sendirian di sini.”
Tangisan ku kembali runtuh. “Maaf, Dino. Maafkan aku, kamu benar tentang Jeno. Setidaknya aku tau sekarang, perasaan suka ku, tidak tertuju pada Jeno. Tapi, untuk kamu Dino.”
Dino tampak terkejut di hadapan ku. “Aku juga Han.”
Terkadang, di satu hal kita salah memilih benar atau salah. Di dalam hubungan, harus didasari oleh sebuah rasa kepercayaan. Seperti pertemanan atau kisah percintaan. Jangan pernah menjadi egois sewaktu-waktu. Dan percayalah, waktu tidak pernah berperan seperti itu saja. Ada kalanya, waktu membawamu ke tempat kesenangan, kesedihan, ataupun hal yang mendasari perasaan.
Ini tentang waktu, di mana aku bertemu Dino sebagai teman dan tanpa sadar aku juga memiliki perasaan untuknya. Juga tentang di mana aku merasakan arti cinta pertama itu, tak selalu indah. Ada pahit dan manis yang harus diterima.

🦋 Nama : Indah Putri
🦋 Komunitas : Dunia Wattpad Kita
🦋 Peserta event

KUMPULAN CERPEN DAN CERMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang