Pagi hari yang cerah ini diawali dengan turunnya hujan yang membuat hampir seluruh siswa-siswi Cakrawala terlambat, hujan turun dengan deras hingga membuat banjir di depan sekolah. Beruntung guru BK dan satpam sekolah memaklumi siswa-siswi yang terlambat akibat banjir tersebut.
“Selamat pagi Sena”sapa Rania, gadis berambut panjang terikat datang menghampiri Sena dan duduk di sampingnya.
“Selamat pagi Rania, apa kau sudah mengerjakan tugas puisi?”sahut Sena sembari bertanya mengenai tugas yang diberikan Pak Handoko minggu lalu.
“Ya tuhan aku lupa! Aduh, bagaimana ini? Kalau aku salin dari internet pasti ketahuan dan dihukum oleh pak Handoko”seru Rania gelisah, ia baru ingat dengan tugas tersebut.
“Kebetulan aku membuat dua puisi, kau mau satu Ran?“tawar Sena.
“MAU! Kau memang baik banget Sena! Nanti aku belikan teh poci untukmu“ujar Rania dengan antusias.
Sena terkekeh lalu memberikan satu puisinya untuk Rania. Sena sangat mencintai sastra Indonesia, ia pandai membuat puisi, syair, pantun, bahkan cerpen. Namun, ia tidak bisa mengambil jurusan sastra Indonesia, karena ia lebih tertarik dengan jurusan sosiologi masyarakat. Sedangkan temannya Rania berencana ingin mengambil jurusan sastra korea karena kecintaannya pada korea, bahkan dia selalu menonton drama korea dan bisa bicara bahasa korea.
Untuk mengapai impiannya, ia harus belajar dengan giat agar mencapai jurusan impiannya. Kerja kerasnya membuahkan hasil yang baik, terbukti ia bertahan di ranking tiga sejak kelas 1 SMA, kini ia bertekad untuk naik ke ranking satu di semester dua kelas 2 SMA.
Suasana kelas yang tadinya ramai dengan sorak-sorai percakapan menjadi hening seketika saat Pak Handoko memasuki kelas dengan buku paket Bahasa Indonesia di tangannya, serta kacamata yang menandakan jika beliau adalah pria tegas dan serius.
“Saya tidak mau berbasa-basi, kumpulkan tugas puisi kalian dan bagi yang tidak mengerjakan silahkan rangkum buku paket bab 7”ujar Pak Handoko.
Seluruh siswa dan siswi seisi kelas langsung beranjak berdiri dan mengumpulkan puisi mereka, tidak ada dari mereka yang tidak mengerjakan tugas dari Pak Handoko. Semalas-malasnya mereka, jika pengajarnya Pak Handoko, mereka tidak mau mengambil resiko dan berusaha mengerjakan tugas sebaik mungkin.
Tiba-tiba pintu kelas terbuka lebar oleh seorang laki-laki yang penampilannya berantakan dari ujung rambut hingga ujung kaki entah karena apa. Namun laki-laki itu masih bisa tersenyum lebar dengan senyuman khasnya. Bagi kaum perempuan, laki-laki tersebut sangat mempesona, sedangkan bagi kaum laki-laki, penampilan tersebut sangat keren dan badas. Namun tidak bagi Pak Handoko, beliau terlihat marah padanya.
“Terlambat lagi Willy?“celetuk Pak Handoko.
Laki-laki itu hanya menampilkan senyum lebarnya. “Saya minta maaf pak, tadi ada banjir di depan sekolah”ujarnya seraya menggaruk tekuk lehernya.
“Apapun alasanmu, saya tetap menghukummu. Cepat buatkan puisi minimal 3 bait 6 baris!”seru pak Handoko.
“Waduh buanyak betul Pak, dua baris aja ya Pak”tawar Willy.
“Sudah terlambat, banyak mau, dasar anak muda! Cepat kerjakan atau berlari 30 putaran!“seru Pak Handoko lagi.
Willy langsung mengangguk paham, kemudian ia langsung duduk di kursi belakang dan mengeluarkan bukunya. Peringatan Pak Handoko benar-benar membuatnya harus mengerjakan puisi tersebut, sementara itu Sena yang melihat kejadian tersebut hanya menggeleng pelan, sudah tabiat Willy jika dia selalu terlambat dengan berbagai alasan.
Ia mengenal Willy dengan baik, bahkan ia sudah hapal dengan semua kebiasaan yang dilakukan Willy. Contohnya seperti selalu terlambat, selalu kabur di jam Ekonomi dan Geografi, selalu tidur di kelas, dan tidak pernah piket, serta masih banyak kebiasaan buruk lainnya. Ia sampai heran bagaimana bisa ia betah berteman dengan Willy, padahal kebiasaannya sangat buruk.
Sena tidak sengaja menatap kearah Willy dalam waktu lama, hingga Willy menyadarinya dan membalas tatapan Sena dengan berpose ganteng, seolah Sena sedang memegang kamera untuk memotret Willy. Sena hanya tertawa kecil melihatnya, tidak lupa jika Willy adalah lelaki yang sok kegantengan, walau kepercayaan diri itu memang berdasar.
“Sudah akui saja Sena, kau menyukai Willy kan?“celetuk Rania, ia menyadari jika Sena selalu memerhatikan Willy sejak kelas 1 SMA.
Sena langsung menggeleng. “Memerhatikan bukan berarti suka, lagipula masih banyak yang menyukainya“ujarnya.
“Ah masa? Bohong nih“ujar Rania, ia masih penasaran dengan tingkah Sena.
Sena hanya mengangguk, sebenarnya ucapan dari Rania ada benarnya, namun ia tidak mau rahasia yang ia pendam sejak lama hancur seketika. Sena menyukai lelaki sok kegantengan itu sejak pandangan pertama.
Berawal dari hubungan antar sahabat sejak TK lalu berlanjut hingga SD, SMP, dan SMA, hubungan itu berubah menjadi rasa suka bagi Sena. Namun tidak bagi Willy. Lelaki sok kegantengan itu tetap menganggap Sena sebagai teman akrabnya, tidak lebih maupun kurang, walau sedikit sakit namun Sena tidak mempermasalahkan. Ia merasa jika lebih baik Willy tidak mengetahui perasaannya.
Namun sekeras usahanya untuk dekat dengan Willy, sekeras usahanya untuk membuat lelaki itu sadar jika Sena menyukainya, semuanya sia-sia karena lelaki itu tidak peka dan hanya mengangapnya sebagai teman biasa. Sena selalu mengangap Willy spesial, ia sering membuatkan bekal, mengajari pelajaran yang tidak terlalu dimengerti olehnya, serta membantunya dalam apapun. Ah, sepertinya Sena hanya dianggap sebagai posko bantuan oleh Willy.
Tidak terasa jam kelas terus berganti hingga jam istirahat sudah dimulai dengan terdengarnya bel yang berbunyi keras. Seluruh siswa-siswi SMA Cakrawala berbondong-bondong keluar kelas untuk pergi ke kantin, tidak terkecuali dengan Sena dan Rania, mereka juga ingin pergi ke kantin untuk membeli makanan dan minuman yang tersedia disana. Sesampainya disana, mereka langsung disambut dengan ramainya kantin, terlihat siswa-siswi yang berdesakan saat mengantre makanan dan minuman.
Beruntung mereka bisa melewati desak-desakan dan sampai ke stand kantin langganan mereka, kali ini mereka harus berjuang untuk rebutan memesan agar tidak didahului oleh orang lain. Sena mencoba untuk meraih makanan ringan yang digantung diatas, ia kesal dengan tingginya yang pendek hingga sulit baginya untuk meraihnya.
“Tumbuh tuh keatas bukan kesamping“celetuk Willy yang tiba-tiba muncul, ia dengan mudah mengapai makanan ringan yang tergantung diatas lalu memberikannya pada Sena.
“Jangan mengejekku Willy! Tapi terimakasih“sahut Sena.
Willy langsung tertawa mendengarnya, kemudian ia pamit untuk pergi, ia ingin memakan makanan yang sudah ia beli tadi. Sementara itu Sena hanya memerhatikan Willy dari jauh, terlihat banyak siswi yang mendekatinya, entah untuk berteman atau sekedar numpang tenar. Apapun itu Sena tidak peduli, namun ia kembali menyadari jika dirinya tidak akan pernah dianggap lebih oleh Willy.
Ia yakin jika tipe pasangan ideal Willy adalah gadis tinggi dengan rambut panjang serta memiliki kepribadian dewasa, jauh berbeda dengan Sena. Tinggi? Tingginya bahkan hanya setinggi bahu Willy, rambut panjang? Kini rambutnya sebahu karena ia tidak betah dengan rambut panjang. Dan dewasa? Bahkan kepribadiannya masih labil. Tentu saja tidak ada harapan. Tetapi anehnya Sena tidak menyerah begitu saja dan tetap menyukai Willy dengan apa adanya.
“Tuhkan kau memerhatikan Willy lagi,njujur deh kau suka padanya kan?“celetuk Rania yang membuyarkan lamunan Sena.
“Enggak kok, kau salah lihat kali“sahut Sena, ia kesal pada dirinya yang melamun tanpa tahu tempat.
Rania kembali mendecak kesal, padahal terlihat jelas jika Sena memerhatikan Willy tadi, namun bukan Sena namanya jika tidak selalu menyanggahnya.
“Ah sudahlah, kau selalu saja menyanggah, tetapi jika kau memang suka padanya maka kau harus membuktikannya Sena, kalau diam-diam begini kapan dia tahu kau suka padanya?“ujar Rania.
“Tapi aku tidak seperti gadis lainnya, aku memiliki banyak kekurangan yang bisa saja membuat dia tidak suka padaku“sahut Sena.
“Kekurangan mananya? Kau itu baik dan selalu membantu siapa saja Sena, jangan rendah diri begitu“ujar Rania, ia harus menyemangati dan mendukung apapun yang dilakukan sahabatnya, asalkan hal itu baik bagi Sena.
Sena hanya tersenyum mendengarnya. “Terimakasih Rania, aku akan mencobanya nanti”ujarnya.
“Yeay! Go girls!”seru Rania, sementara itu Sena kembali tertawa kecil. Perkataan Rania benar, ia harus membuktikan jika ia menyukai Willy.
Semenjak hari itu hingga hari-hari selanjutnya, Sena memberanikan diri untuk menunjukkan rasa sukanya pada Willy dengan membawakan bekal yang ia buat khusus untuknya, membelikan makanan atau minuman untuknya, serta membantu jika Willy menghadapi kesulitan di sekolah. Tidak lupa dengan mendekati Willy secara perlahan agar mereka bisa mengobrol dan menghabiskan waktu bersama.
Namun sayangnya Willy menganggap semua perlakuan Sena selama ini hanyalah perlakuan baik dan biasa, dia tidak menyadari jika Sena suka padanya dan memilih mendekati gadis berpenampilan cantik dan menarik baginya. Tentu saja Sena langsung sedih melihatnya, ia cemburu dengan hubungan Willy dan gadis berpenampilan cantik itu, tetapi ia menyadari jika mereka berdua cocok satu sama lain, sama-sama memiliki penampilan menarik dan gadis itu termasuk dalam tipe idaman Willy.
Rania yang telah mengetahui jika Sena menyukai Willy dan berusaha dekat dengannya langsung kesal saat mengetahui Willy tidak menyadari perlakuan spesial dari Sena dan memilih dekat dengan gadis lainnya. Ingin sekali Rania menjitak kepala Willy dan meneriakkan betapa kesalnya ia pada lelaki sok kegantengan itu.
“Aku kesal dengan Willy yang tidak menyadari perlakuan spesialmu padanya! Aku tarik kata-kataku! Sebaiknya kau menyukai lelaki lain saja, lupakan Willy yang tidak peka itu”seru Rania,ia meluapkan rasa kesalnya.
“Bagaimana ya Ran? Aku sudah terlanjur menyukainya dan aku masih ingin menunjukkan rasa sukaku padanya”ujar Sena.
Rania hanya menghela napas kasarnya. “Kau memang naif seperti biasa Sena, bisakah kau gunakan logikamu dan berpikir jika masih ada lelaki yang lebih baik dari Willy?“tanyanya, lama-kelamaan ia kesal dengan pemikiran naif milik Sena. Tapi ia harus menyadari jika seseorang yang berada di fase menyukai orang lain akan berpikir menggunakan perasaan daripada logika.
Sena hanya terkekeh mendengarnya, ia menyadari jika pemikirannya terlalu naif untuk masalah menyukai seseorang. Namun, ia tidak bisa mengalihkan perasaaannya dari Willy, ia mempunyai alasan tersendiri yang membuatnya tetap menyukai Willy apapun yang terjadi. Bukan karena fisik, melainkan perilaku Willy yang ramah dan pembawaannya yang asik membuatnya menyukainya.
Hingga dua hari kemudian, kejadian tidak terduga menimpa Sena. Orang tuanya tiba-tiba memutuskan untuk pindah rumah ke luar kota karena masalah pekerjaan, Sena yang mendengarnya hanya pasrah dengan keadaan. Sena sebenarnya keberatan, karena ia rasa terlalu mendadak baginya untuk pindah, tetapi ia tidak bisa melakukan apapun.
“Berarti mulai lusa aku tidak bisa melihat Willy lagi“gumam Sena sendu.
Rasanya berat meninggalkan sahabat yang sudah bersama sejak lama, rasanya ia tidak mau meninggalkan Willy, tetapi ia harus sadar jika pindah rumah tidak ada salahnya. Toh, pindah tidaknya rasanya sama saja bagi Sena. Sama-sama tidak membuat Willy menyadari perlakuan dan perasaannya dari Sena selama ini. Pada akhirnya Sena kembali memendam perasaannya jauh dalam lubuk hatinya.
Kini sudah waktunya untuk pulang, Sena berjalan menyusuri koridor untuk pergi menuju gerbang sekolah, ia ingin pulang secepat mungkin agar tidak bertemu dengan Willy, namun ia malah mendapati Willy di lapangan. Ia ingin menatapnya untuk terakhir kalinya.
Ia tersentak saat mendapati Willy yang membalas tatapannya, lelaki itu kembali mengembangkan senyumnya dan melambaikan tangannya pada Sena. Sena hanya tersenyum sebagai balasannya, lalu ia beranjak pergi dari sana. Ia tidak boleh terlalu lama menatap Willy hari ini, ia sudah meyakinkan diri untuk melupakannya mulai hari ini.
Langit biru yang mulai menjingga mengiring perjalanan Sena menuju rumahnya, rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah hingga ia bisa berjalan kaki. Langkah kakinya membawanya menuju rumahnya, namun kepalanya kembali membayangkan tingkah Willy, seolah sosok lelaki sok kegantengan itu tidak mau keluar dari kepalanya.
“Hola Sena!“ Sena sedikit terkejut mendengarnya. Ia langsung menoleh ke belakang dan mendapati Willy yang berlari menghampirinya, walau begitu lelaki itu terlihat antusias dan bersemangat seperti biasa.
“Halo Will, ada apa?“sahut Sena sembari bertanya keadaan Willy saat ini.
“Ayo pulang bareng! Udah lama kan gak pulang bareng?”ajaknya. Sena langsung menganguk antusias, mereka sudah lama tidak pulang bersama semenjak Willy mengikuti klub Volly dan sibuk dengan rutinitasnya sebagai cogan sekolah.
Mereka pun berjalan bersama di bawah langit jingga dan beriringan dengan angin yang bersiur lembut. Selama perjalanan mereka saling bertukar cerita yang terjadi belakangan ini, sekilas mereka terlihat kembali akrab seperti dulu. Sena cukup senang mengobrol dengan Willy, rasanya ia ingin menghentikan waktu agar mereka bisa terus mengobrol sampai kapanpun. Tetapi kenyataan pahitnya, ia harus pergi keluar kota besok.
“Dulu setiap pulang sekolah kita selalu mengobrol bersama di bawah langit senja, kau yang menceritakan apapun, sedangkan aku yang selalu menggambar senja sampai dimarahi olehmu. Aku ingat, kau paling tidak suka jika aku terlalu fokus pada menggambar hingga tidak mendengarmu. Tapi, sekarang malah sebaliknya, aku yang paling suka membicarakan hal apapun padamu dan kau mendengarnya“ tutur Willy di sela obrolannya.
Sena hanya tertawa kecil mendengarnya. “Mungkin karena waktu, tapi apapun itu aku selalu senang mengobrol dan mendengar celotehanmu Will“sahutnya.
“Kau ini bisa aja“sahut Willy seraya menyikut tangan Sena.
“But anyway, the sunset is beautiful isn’t it?”celetuk Sena seraya menatap langit kejinggan itu, Willy mengikuti arah pandang Sena lalu mengangguk.
“Kau benar”sahutnya, kemudian mereka berpisah karena lokasi rumah yang berbeda tempat.
Malam harinya, Willy merebahkan dirinya di kasur, ia tengah memikirkan perkataan Sena tadi. Menurutnya Sena mengatakan itu bukan tanpa alasan. Senja tadi memang cantik seperti biasa, tetapi kenapa Sena mengatakannya dengan nada aneh? Seperti memberi tanda padanya.
“Perasaanku tidak enak, sebaiknya besok kutanyakan padanya“gumam Willy, ia merasa ada yang tidak beres dengan Sena, terlihat dari tingkahnya yang seolah menjauhinya belakangan ini. Namun ia berusaha untuk tidak memikirkan hal yang buruk.
Keesokan harinya ia dikejutkan dengan bangku Sena yang kosong, padahal sebentar lagi bel masuk berbunyi. Apalagi Sena paling anti tidak masuk kelas, karena dia selalu ambis dalam pelajaran dan hampir tidak pernah izin. Karena rasa penasarannya yang tinggi, ia pun memutuskan untuk bertanya pada Rania.
Namun, bukannya jawaban yang ingin ia ketahui, malah omelan yang ia dapat. Ia tidak mengerti kenapa Rania malah mengomel dengan kesal, padahal ia mengingat jika ia tidak melakukan kesalahan apapun padanya.
“Sena sudah pindah ke luar kota! Seharusnya kau lebih peka dong Will! Apa kau tahu? Dia selalu memperlakukanmu sebaik dan spesial mungkin karena apa? Karena dia suka padamu! Masa kau tidak menyadarinya sih Will? Sudahlah! Jangan bicara denganku lagi!“omel Rania lalu pergi meninggalkan Willy yang masih binggung dengan semua ini.
Detik itu Willy langsung menyadari semuanya, ia menyadari jika Sena selalu ada untuknya dan selalu mengulurkan tangannya untuk membantunya. Ia mengumpat kesal pada dirinya yang baru menyadari semuanya, ditambah dengan perkataan Sena kemarin sore, rupanya perkataan itu bukan untuk sekadar memuji senja, melainkan perkataan selamat tinggal sebelum pergi berpisah dengannya.
Tanpa basa-basi, ia keluar kelas untuk mengunjungi rumah Sena dengan harapan Sena masih tinggal dan belum pergi dari rumah itu. Namun, harapannya langsung pupus saat melihat rumah itu sudah kosong tak berpenghuni. Ia tidak putus asa dan menanyakan keberadaan Sena saat ini pada para tetangga. Namun para tetangga mengatakan jika Sena dan keluarganya sudah pergi sejak malam tadi, kemudian ia pun memutuskan untuk menghubungi Sena, tetapi panggilan itu tidak terjawab sampai berapa kalipun ia menghubunginya.
“Sena, kenapa kau tidak mengatakan jika kau menyukaiku selama ini?“gumamnya, ia merasa kesal pada dirinya yang tidak menyadari semua perlakuan spesial dari Sena padanya. Ia kembali mengumpat dirinya karena baru menyadari semuanya setelah Sena pergi meninggalkannya.
Andai jika ia terus dekat, mengobrol dan bersama dengan Sena, bahkan jika ia menyadari perasaan Sena selama ini, maka perpisahan mendadak ini tidak terlalu sakit dan tidak meninggalkan luka kecewa dalam dirinya.
Langit yang tadinya cerah, seolah mendukung Willy untuk bertemu dengan Sena terakhir kali menjadi mendung dan meneteskan air hujan padanya. Lelaki dengan gelar sok kegantengan itu menurunkan pandangannya, menahan rasa sakit dan kecewa yang ia rasakan sekarang. Tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang, ia hanya bisa mengingat Sena dan menyimpannya dalam kenangan terindah dalam hidupnya.
“Jika kau bertanya padaku apa aku suka padamu, Sena, aku akan menjawab iya karena aku baru menyadari betapa nyamannya aku saat bersamamu“ gumam Willy dengan sendu. Andai ia bisa memutar waktu, apa ia masih bersama dengan Sena?.Seseorang yang memperlakukanmu spesial dan berharga tidak akan selamanya berada di sisimu untuk selamanya,jagalah ia selagi ada agar kau tidak menyesal saat ia sudah pergi meninggalkanmu untuk selama-lamanya.
-Darka H.
Tamat🦋 Nama : Darka Hazelllian
🦋 Komunitas : Komunitas Arline Literacy
🦋 Peserta event
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN CERPEN DAN CERMIN
Short StoryPoject rutin dari member & admin komunitas Incredible Pen Literacy. Kumpulan cermin dan cerpen menarik, serta beragam tema. [Jangan lupa dukungannya dengan vote dan comment]