Pernah mendengar waktu itu tidak bisa diputar kembali yang ada hanya bisa untuk terus dijalani. Ya, memang benar tidak bisa diputar. Namun, bagi sosok gadis cantik bermata biru yang sangat ingin memutar waktu, ingin berada di mana lima tahun yang lalu, ingin berada di situasi yang sangat membuatnya bahagia.
Akan tetapi, berkali-kali dia selalu ditampar oleh kenyataan, bahwa semuanya tidak bisa dia rasakan kembali, semuanya sudah hilang, semuanya sudah usai yang tersisa hanya kenangan saja.
“Gue kangen lo,” kata-kata tersebut selalu keluar dari mulut mungilnya yang berwarna pink muda. Dia tidak bisa menyembunyikan bahwa perasaannya masih tetap sama.
Kejadian beberapa tahun lalu saat kepergian sosok laki-laki yang begitu dia cintai membuatnya selalu diterpa kerinduan yang mendalam.
Aldi, sosok laki-laki yang menawan dan sedikit nakal mampu membuat Ifana jatuh hati. Semua ini dimulai beberapa tahun lalu saat Aldi menjadi murid baru di sekolahnya.
***
Flashback on
Dengan baju acak-acakan dan menenteng tas hitam di tangan kirinya, Aldi masuk lalu duduk di kursinya tanpa permisi pada guru yang tengah menerangkan materi pagi itu.
“Bagus, ya, kamu tiap hari telat. Gak malu kamu hah!? Murid baru hobinya telat,” bentak Susan guru Bahasa Indonesia itu.
“Kenapa harus malu, saya kan gak telanjang,” jawab Aldi dengan mantap tanpa mempedulikan Susan sedikit pun.
Ifana langsung menyenggol lengan Aldi yang duduk di sebelahnya memberi kode untuk tidak menjawab guru mereka itu.
Orang yang disenggol sama sekali tidak merespon, malah membaringkan tubuhnya pada meja dan menutup mata rapat-rapat.
***
Aldi mendatangi Ifana yang tengah menyantap makanannya di kantin sekolah, “Lo ngapain nyenggol-nyenggol tangan gue tadi?” tanyanya dengan kasar.
“Ya, lo ngapain jawab Bu Susan gak sopan kek gitu, gue aduin nyokap lo tau rasa,” jawab Ifana yang tidak melepaskan pandangannya dari bakso mercon yang ada di hadapannya.
“Bangke, lo!” Aldi menyeropot makanan milik Ifana.
“Sial, ni anak kerjaannya ngambil makanan orang mulu,” seru Ifana yang pasrah melihat makanannya dihabiskan Aldi.
Pulang sekolah, terdengar teriakan dan tamparan dari sebuah rumah mewah di sudut kota. Tamparan itu semakin nyaring tiap detiknya.
“Mau jadi apa sih kamu, jadi anak kok nakal banget,” teriak Maria ibu Aldi yang terus menampar anaknya itu tanpa ampun.
Aldi hanya mematung saat sang ibu menamparnya dengan keras, dia mungkin anak yang nakal, tapi dia tidak pernah melawan sedikit pun saat diperlakukan buruk oleh ibunya.
***
Satu tahun berlalu dengan cepat, Aldi masih menjadi orang yang sama tidak ada yang berubah dari dirinya. Sikap acuhnya tidak pernah hilang, bahkan dia seakan tidak pernah melihat Ifana yang selalu ada di sisinya disaat dia tengah dipukul oleh ibunya dan Ifana jugalah yang mengobati lukanya.
Terlihat Aldi dan teman-temannya tengah adu kekuatan di lapangan basket dalam ruangan. Saling memukul satu sama lain, saling menginjak seperti tengah berkelahi.
“Bro, bokap lo gimana? Masih sering datengi nyokap lo?” tanya Rian sahabat baik Aldi.
“Ya, gitu lah,” jawab Aldi yang tengah berbaring tanpa baju di tengah lapangan.
Banyak yang tidak mengetahui latar belakang keluarga Aldi, semua sikap dan sifat buruknya selama ini tidak lain dan tidak bukan adalah karena perceraian kedua orang tuanya. Perceraian itu membuat ibunya depresi dan akhirnya melampiaskan semuanya pada Aldi dengan memukulnya setiap hari. Yanto, ayah Aldi sudah lama meninggalkan keluarganya bersama wanita muda berusia 22 tahun.
***
Luka besar telah membekas pada hati Aldi hingga membuat dia tidak percaya dengan kata cinta. Ya, seperti hari ini saat Ifana mengatakan cinta, dia tidak menjawab sama sekali.
“Al, sejak pertama lo pindah, gue udah suka sama lo. Lo bandel, gak bisa diatur tapi baik, gue tau sebenernya lo itu anak yang baik, lo selalu nyari masalah biar diperhatikan tapi lo gak pernah nganggap gue yang selalu ada buat lo,” kata Ifana saat keduanya tengah duduk di bangku taman.
“Gak usah ngada-ngada deh, Fa. Kita itu cuma temen gak lebih,” jawab Aldi yang menatap wajah Ifana dengan penuh.
“Ya, terserah lo mau bilang apa. Lo kan emang gak pernah nganggap gue ada selama ini,” Ifana meninggalkan Aldi sambil menangis.
Lama dia terdiam di kursi panjang taman, kegelapan semakin menyelimuti pertanda malam akan datang.
‘Fa, andai lo tau gue juga suka sama lo tapi—“ dia menghentikan ucapannya dan mulai meneteskan setitik cairan bening.
***
Rian membawa Ifana ke taman yang sudah dihiasi dengan indah. Perlahan dia membawa gadis itu ke kursi putih di tengah taman. Matanya yang tertutup membuat Ifana tidak mengetahui apa yang terjadi.
Tiba di tempat yang di tuju, Rian meninggalkan Ifana dan mengatakan untuk membuka tutup matanya dalam hitungan ketiga.
“Woi!!” teriak Aldi yang sudah berada di depan Ifana yang terkejut karena teriaknya itu.
“Gue minta lo jadi pacar gue, jangan tanya karna apa, ya karena gue suka lah,” Aldi memberikan buket bunga pada Ifana.
“Astaga, gak romantis banget ini cowo,” gumam Ifana menatap Aldi yang wajahnya mendapatkan luka baru.
“Eh, lo dipukul lagi? Itu lukanya baru,” sambung Ifana.
Aldi tidak menjawab pertanyaan Ifana, dikeluarkannya kalung berbentuk hati lalu memasangkannya pada leher gadis yang dicintainya itu.
“Gue gak peduli lo nerima gue atau gak, yang jelas mulai hari ini lo pacar gue. Jaga kalung ini baik-baik anggap aja sebagai pengganti kehadiran gue di hidup lo nantinya,” seru Aldi dengan mantap.
Ifana menggangguk dan tersenyum. Kebahagiaan terpancar jelas dari wajah cantiknya.
***
Flashback off
Sampai saat ini, kalung bentuk hati itu masih terpasang dileher Ifana tanpa pernah sekali pun di lepasnya. Tapi, Aldi telah lama pergi dari hidupnya.
Seminggu setelah mereka pacaran, Aldi memutuskan untuk bunuh diri dengan cara menggantungkan diri di kamar. Dia depresi tapi tidak ada satu pun orang yang mengetahui itu, yang orang tahu hanyalah dia anak yang nakal. Dibalik kenakalannya itu tersimpan rasa ingin diperhatikan oleh orang tuanya.
Aldi pergi meninggalkan Ifana yang begitu mencintainya, cuma beberapa saat waktu yang mereka habiskan sebagai sepasang kekasih.
Takdir memang kejam tapi yang lebih kejam adalah orang yang melawan takdir.
“Aldi ….” Ifana menangis tersedu- sedu, isaknya tidak berhenti saat mengingat sang kekasih yang sudah tenang di alam sana.
Rian mendatangi Ifana yang menangis dan berusaha memeluknya, kedua manusia ini lah yang paling terpukul atas kepergian Aldi. Sementara, yang lain bersikap tidak peduli terutama Yanto ayahnya yang mengambil kesempatan untuk menjatuhkan Maria dengan menuduhnya sebagai pembunuh Aldi.🦋 Nama : GR Akihiko
🦋 Komunitas : Dandelion Literacy Community
🦋 Event juara ke 3
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN CERPEN DAN CERMIN
Short StoryPoject rutin dari member & admin komunitas Incredible Pen Literacy. Kumpulan cermin dan cerpen menarik, serta beragam tema. [Jangan lupa dukungannya dengan vote dan comment]