[CERMIN] CINTA TAK HARUS SALING MENGUNGKAPKAN RASA

6 2 0
                                    

Senja memang indah, tapi tidak selamanya. Karena nyatanya, keindahan itu akan kalah bila disandingkan dengan cantiknya dirimu.

Kala itu, pertemuan kita yang pertama. Aku tersenyum mengingat semua itu, mengingat senyuman manis yang kau berikan kepadaku. Hingga membuat diriku berpikir, apakah ini cinta?

Sebut saja aku Bo'em. Laki-laki tipikal jutek tapi boong, ganteng dalam mimpi dan manis dalam hayalan.

Aku melirik ke atas nakas, dimana rasa itu masih ku simpan. Menarik senyum kecil, yang membuat semua wanita tergila-gila.

Aku berjalan ke arahnya, meraih poto yang selama ini jadi mimpi disetiap malam ku.

"Ahh ... aku ingin sekali menerkam dirimu, oh sayangku," ucapku mencium poto itu.

─────

Pukul 07:30 WIB.

Seharusnya, aku sudah siap-siap untuk berangkat sekolah.

Tapi hari ini? Rasanya sangat malas, dan enggan. Bahkan, tubuh ini hanya ingin terlentang sambil memeluk sang kekasih dalam tidur―guling.

"Bo'em ...." Suara merdu kembaran ayam memenuhi seisi rumah.

Siapa lagi kalo bukan ibu negara.

"Bangun, atau emak gusur?"

Itulah ancamannya. Gusur? Bahkan celanaku sering digusur oleh teman-temanku yang sangat meresahkan.

Aku terduduk, sungguh membenci dikala suara kembaran ayam itu harus terdengar.

"Iya," jawabku lemas.

Tentu saja lemas. Semalam, kan anu.

* ̄ ̄ ̄*

Sekolah, pukul 07:30 WIB.

"Bo'em?!" seru temanku.

Aku meliriknya, tanpa menjawabnya.

"Gila, ada cewe montoq di kelas 12 IPS 3," ucapnya. Begitulah temanku, sangat pro dengan sikapku yang begitu cool dan bergaya.

"Aku nggak mau, hati aku udah sepenuhnya diisi oleh bebeb Rina."

Masih ingat dengan poto di atas nakas? Inilah dia―Rina―wanita yang selalu membuatku tersenyum dikala ia juga tersenyum, wanita yang selalu membuatku mengurungkan niat untuk mempermainkan wanita lain. Ntahlah, aku tidak tahu dia pelet aku dengan mantra apa.

"Cih, bucin."

Aku melihat ke arah suara yang begitu familiar dan menjadi candu.

Terlihat jelas dengan anggunnya dan manisnya bibir itu tersenyum ke arahku. Dia berjalan mendekat dan duduk di sampingku.

"Itu kenyataannya sayang," ucapku tanpa rasa ragu.

"Sayang-sayang, pala lu peang," sahut Budi―bestie―menoyor kepalaku.

"Daripada lo jones," ucapku meledeknya.

"Gini-gini juga banyak yang ngincar."

"Pret."

Aku melirik ke arah Rina yang selalu saja memperlihatkan bulan sabit dibibir nya. Candu!

_________

"Kamu nggak mau jadiin aku pacar kamu?" Suara lembut nan merdu itu membuatku menyunggingkan senyum.

Aku mengusap puncak kepalanya seraya tersenyum.

"Aku pernah kasih tau kamu satu pepatah dari Mbah?"

"Nggak, pepatah apa?"

"Kalau cinta tak harus saling mengungkapkan rasa," ucapku tanpa melepaskan tatapan mesra kepadanya.

Dia tersenyum, lalu mengangguk. Tanda bahwa ia paham apa maksud ku.

________

Inilah aku, 'tak berani mengungkapkan rasa hanya karena satu kata 'gengsi.'

Biarlah, waktu yang menjawab.

Menjawab semua pertanyaan yang selalu terlintas dalam benak.

Biarlah, semua itu menjadi tanya. Sampai Allah berkata, "ini sudah saatnya."

________________

🌷 Karya : Dian Mardiana L.

KUMPULAN CERPEN DAN CERMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang