[CERPEN] DESTROYED

0 0 0
                                    

     Pohon Pinus ketiga tumbang, menimbulkan suara yang sangat nyaring. Seakan terjadi sebuah goncangan pada permukaan tanah yang dipijak. Belasan anak panah menancap di batang pohon lainnya. Dedaunan beterbangan selepas amukan dahsyat yang baru saja seseorang ciptakan.
“Ini untuk kematian ayah!” satu anak panah kembali melesat jauh. “Ini untuk kematian ibu! Ini untuk kebodohanku yang tak paham sistem pemerintahan! Untuk kepasrahan dan nasib malangku! Untuk pangeran biadab yang tak punya hati itu!”
Amukan sang putri masih terus berlanjut hingga akhirnya ia kehabisan anak panah. Gadis itu berjalan tertatih ke sebuah Pohon Beringin. Detik berikutnya, suara tangisan pilu mengudara. Menemani kicauan burung yang merdu.
“Velyn tidak tahu harus melakukan apa! Kenapa pula ayah dan ibu keluar dari istana saat itu? Sudah kubilang kalau aku masih mampu menghadapi Pasukan Bagraven! Kalian hanya khawatir atau memang meragukanku? Velyn bukan anak kecil lagi!” monolognya terdengar mengiris hati.
Hampir enam bulan hal serupa ia lakukan. Pergi ke hutan tempatnya berlatih pedang bersama ayahnya dulu. Entah sekadar mengenang atau justru mengamuk seperti tadi. Ada sebuah Pohon Pinus yang selamat dari amukannya sebab itu satu-satunya pohon yang disukai ibunya.
Berulang kali kata rindu mengudara. Tak ada frasa yang mampu Velyn ucapkan selain itu. Jika boleh memilih, maka dirinya lebih ingin gugur dalam peperangan ketimbang selamat, tetapi seolah terkurung di kerajaan sendiri.
“I’m broken! I hate myself! I wanna die! I miss you! Can you hear me?!”
“Yes, I can.”
Putri Velyn menoleh, maniknya menangkap presensi seorang pria jangkung dengan ikat kepala berwarna cokelat, dan sebuah pedang di punggungnya. Sosok itu berjalan ke arah Velyn seraya melempar senyum teduh yang amat menyejukkan.
“Pergi!”
“Begitukah caramu berbicara pada suamimu, Putri Velyn?”
“Suami macam apa yang memaksa seseorang untuk menjadi istrinya?!” sentak Velyn dengan tatapan membunuh. Kilat kebencian terpancar dari manik indahnya.
“Kenapa kau selalu bungkam jika aku menyinggung hal itu, Pangeran Ghiel Vallo?”
Ghiel masih tak bersuara. Putra mahkota yang sudah naik tahta itu mengambil tempat tepat disebelah Velyn. Ghiel bahkan membenarkan surai istrinya yang cukup berantakan.
“Kenapa, hm? Kau mulai kasihan padaku? Cih, aku tidak butuh rasa macam itu darimu! Jika yang kau inginkan adalah kekuasaan, ambil saja Kerajaan Laveiry lalu lepaskan aku. Biarkan aku pergi dari sini!” setetes cairan bening kembali mengalir.
Senyum Pangeran Ghiel perlahan memudar. Hatinya berdenyut sakit, menyesali kematian orang tua Velyn yang diluar kendalinya. Jika boleh memilih, ia pun tak ingin hal itu terjadi.
Pangeran Ghiel menghela napas, mencoba mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya menghapus air mata Velyn dengan lembut kemudian mendekapnya. “Maaf ... hanya itu yang bisa kukatakan sampai hari ini. Aku tak mampu mengembalikan nyawa orang tuamu. Aku menyesal untuk semua hal yang terjadi enam bulan yang lalu.”
Pangeran Ghiel mengusap rambut Putri Velyn. Pria itu sedikit heran karena tidak ada perlawanan yang diberikan istrinya. Biasanya akan ada ribuan makian yang dilontarkan, ancaman pembunuhan, balas dendam, sampai ajakan berduel pedang.
“Apa ini artinya Putri Velyn sudah memaafkan dan menerimaku?” batin Ghiel kegirangan.
Rasa penasaran meliputinya, Ghiel memberanikan diri untuk menunduk. Dilonggarkannya pelukan pada tubuh Velyn guna mengintip ekspresi gadis itu.
“Bisa-bisanya kau tertidur di pelukanku.” Ghiel terkekeh gemas.

(((
“Pikirmu aku terlampau bodoh hingga hal kecil macam ini pun tak aku pahami?”
Pangeran Ghiel mengernyit bingung. Alis kirinya terangkat, seolah bertanya apa maksud perkataan sang lawan bicara.
“Tidak usah berpura-pura lagi, brengsek! Kau menyerang wilayah sebelah utara Kerajaan Laveiry, ‘kan? Lalu untuk menutupinya, kau datang seolah tak terjadi apa-apa kemarin sore. Padahal lima ratus prajurit sudah kau kirimkan ke sana untuk mengacau dan menakuti rakyatku.”
“Demi Tuhan, Putri Velyn! Aku tidak melakukan apa pun kemarin sore. Aku hanya berdiskusi dengan perdana menteri dan panglima perang untuk memperkuat pertahanan di daerah perbatasan. Setelahnya, aku langsung menemuimu di hutan. Jika kau tak percaya, silakan temui mereka,” jawab Pangeran Ghiel serius.
Velyn mendecih remeh. Tidak ada lagi kepercayaan untuk makhluk macam Ghiel. Dia hanya seorang pembunuh yang gila kekuasaan, ingin merayu seorang putri raja, dan menunjukkan pada seluruh dunia bahwa tak ada yang bisa mengalahkannya. Setidaknya konsep itu yang ditanamkan Velyn pada dirinya.
Gadis itu meraih pedang paling tajam, mengambil puluhan anak panah, lalu menatap Ghiel cukup lama. “Jika kau tak mau melepaskanku dengan cara yang lembut, maka aku bisa pergi sendiri. Tentu saja setelah aku memotong lehermu, Pangeran Ghiel. Oh, maaf. Sekarang kau sudah menjadi seorang Raja Ghiel, ya. Cih, cepat ambil pedangmu sebelum aku hilang akal dan menyerangmu saat ini juga.”
Putri Velyn tak main-main dengan ucapannya. Gadis itu melepaskan beberapa anak panah ke arah Ghiel. Lima anak panah berhasil dihindari sang pangeran, sedangkan satu anak panah lainnya nyaris menancap di perutnya jika saja ia tak segera melompat ke sudut kamar.
“Berhenti! Jika kau memang ingin berduel, maka jangan gunakan busur dan anak panah. Cukup gunakan pedang sebagai simbol ksatria yang sesungguhnya.”
Putri Velyn menurut kali ini, ia melempar busur dan anak panahnya. Lantas mengeluarkan pedang tajam yang cukup panjang. “Maju kau, brengsek!”
Prang! Prang!
Pertarungan tak lagi dapat terhindarkan. Pasangan suami istri itu kini benar-benar berduel layaknya musuh. Pangeran Ghiel yang sedikit tersulut emosi tak lagi memperhitungkan keselamatan Putri Velyn. Ia berhasil melukai lengan kanannya hingga darah segar mengalir dari sana.
Velyn meringis pelan. Bukan sebuah masalah besar baginya. Rasa sakit paling dahsyat adalah ketika melihat kedua orang tuanya mati karena pasukan sialan Pangeran Ghiel. Pun dengan rasa rindu yang selalu hinggap di hatinya jelas lebih menyakitkan ketimbang sayatan pedang.
Srak!
Velyn berhasil melukai betis lawannya. Cairan merah pekat mewarnai pakaian biru Pangeran Ghiel. Pria itu nampak terkejut hingga kembali lengah. Velyn tentu saja memanfaatkan keadaan, ia mendekat dan kembali menyerang. Pedang Pangeran Ghiel terlempar jauh dibuatnya, satu lagi sayatan dalam berhasil ia buat di lengan kanan sang pangeran.
Kini, pedang Velyn sudah berada di leher Pangeran Ghiel. Pertanda bahwa ia memenangkan pertarungan. Bergerak sedikit saja, maka leher suami tercintanya akan putus.
“Ratu Velyn! Ratu Velyn! Sebuah pasukan asing menyerang perbatasan dan sebentar lagi menuju ke area istana! Aku menunggu perintah untuk─”
“Bodoh!” seseorang dengan topeng muncul dari belakang panglima perang Velyn. Dengan sekali gerakan, sang panglima tumbang dengan darah segar mengalir dari lehernya.
“Oh, hai! Sepertinya kalian harus mencari panglima yang baru, karena panglima yang lama sudah mengahadap Yang Maha Kuasa,” ujarnya pongah. Ia berjalan masuk ke kamar Velyn dan Ghiel.
Dengan tak tahu dirinya, sosok itu membanting tubuhnya ke ranjang. Lantas memejamkan mata seolah berada di kamarnya sendiri. “Aku tidak paham apa yang terjadi di antara kalian sebelumnya. Namun, tolong hentikan ekspresi bodoh dan posisi menggelikan itu. Aku baru tahu jika sekarang ada pasangan yang menunjukkan romantisme dengan saling melukai begitu.”
Velyn dan Ghiel terkesiap. Mereka bertukar pandang, lantas sama-sama menggeleng. Kala Ghiel hendak meraih kembali pedangnya, sebuah anak panah menyapa punggungnya.
“Ups, maaf. Aku hanya ingin melihat seberapa hebat anak panah Kerajaan Laveiry. Rupanya cukup ampuh untuk menghentikan pergerakan seorang raja.” Sosok misterius itu terkekeh pelan. Ia menghampiri Velyn dan Ghiel seraya membuka topengnya. Sontak membuat Velyn terkejut.
“Brengsek! Kau─”
“Iya, Sayang. Aku calon suamimu yang sebenarnya.”
“Jangan mendekat!” sentak Velyn saat sosok itu hendak meraih pergelangan tangannya. Namun, ia kalah cepat dengan si pria misterius, mengakibatkan pedangnya harus terlempar jauh.
Lengan kekar kini melingkupi pinggang Velyn. Pria itu memeluknya posesif. Perangainya sukses mengobarkan anala dalam atma seseorang.
“Lepaskan istriku, brengsek!” umpat Ghiel. Ia bangkit lalu meraih pedang, busur, serta anak panah milik Velyn. Kilat amarah tercetak jelas di wajahnya, tak ingin miliknya disentuh orang lain.
“Kau lupa, hm? Kau yang mencurinya dariku! Velyn sejak awal adalah milikku!”
“Bisa kau jelaskan apa yang terjadi di sini, Pangeran Ghiel?” tuntut Velyn.
“Oh, dia belum memberitahumu, Sayang? Biar aku saja kalau begitu. Perkenalkan, aku Pangeran Ghael Vallo dari Kerajaan Canvero. Sebuah kerajaan yang baru saja aku bangun selepas berperang dengan kerajaanmu.
Kau bingung, hm? Penyerangan hari itu atas perintahku. Pasukannya tentu saja berasal dari Kerajaan Bagraven. Ayahku melakukan sedikit kesalahan dengan menobatkan adikku sebagai raja. Sehingga aku membuat sebuah pertunjukan untuk membuktikan kehebatanku.
Rupanya Kerjaan Laveiry memang mampu aku kalahkan dan ... aku tertarik sejak pertama kali melihatmu, Sayang. Itulah sebabnya aku memberi syarat untuk menikahimu agar sebagian wilayah Kerjaan Laveiry yang berada di bawah kekuasaan Kerjaan Bagraven akan aku kembalikan.
Namun, adikku sepertinya ingin kembali merebut hak milikku. Dia menyerangku di hari pernikahan kita dan menggantikan posisiku. Sialan sekali! Aku sampai harus istirahat untuk waktu yang lama, tapi tenanglah. Hari ini aku kembali dan ingin menjemputmu sebagai seorang Raja Kerajaan Canvero.”
“Teruslah bermimpi, Ghael! Pikirmu aku akan membiarkan istriku jatuh ke tangan iblis macam dirimu?!” Ghiel melepaskan satu anak panah ke arah Ghael.
“Jadi, kau ... ingin menyelamatkanku dengan cara menikahiku, Pangeran Ghiel?” tanya Velyn dengan raut wajah penuh rasa bersalah.
“Iya, awalnya. Namun, kau berhasil membuatku jatuh dalam waktu kurang dari satu bulan. Jadi, bisa kupastikan jika apa yang kulakukan lima bulan belakangan adalah bukti bahwa aku sudah jatuh dalam pesonamu. I fell in love with you.”
Ghael tersenyum miring. “Sebuah pernyataan cinta yang cukup mengharukan, saudara kembarku. Namun, aku minta maaf karena tak bisa merelakan yang satu ini untukmu. Aku lebih dulu menyukainya dan dia akan menjadi milikku.”
Srak!
“Damn!”

🦋 Nama : Val
🦋 Komunitas : Literacy Youth Universe
🦋 Peserta event

KUMPULAN CERPEN DAN CERMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang