20- Diagnosa

71 50 20
                                    

Bismillah.
Update lagi sebagai pengganti jadwal besok xixi.
Happy Reading 🤍

-

"Manusia itu punya sisi kuat dan sisi lemahnya masing-masing. Sekuat-kuatnya orang pasti punya sisi kelemahan, begitu juga sebaliknya, selemah-lemahnya orang pasti punya sisi kuatnya juga"

- Mama Karin

-

Lini segera masuk dan membanting pintu kamarnya dengan sangat keras. Ia berdiri menempelkan punggungnya di depan pintu dengan air mata yang masih terus mengalir. Lini menangkup wajahnya dengan kedua tangannya dengan tubuh yang mulai melemas dan tak sanggup lagi untuk berdiri. Dan ya, Lini sekarang sudah dalam posisi duduk menekuk lutut dengan wajah yang ia telungkupkan di lututnya.

"Gu-e ca-pek kaya gini terus. Kapan rasa sakit ini selesai, Tuhan.." lirihnya dengan suara sesenggukan.

"Kenapa rasanya sulit sekali ngelupain semuanya-a"

"Kalau kaya gini aja gue udah selemah ini, gimana nanti kalo Tuhan ngasih gue ujian yang lebih sakit lagi, gue bisa ma-ati.. hiks"

Fyi, Lini telah didiagnosa mengidap Bipolar Disorder Tahap 2 Depresion oleh dokter sejak dua tahun lalu. Itu yang membuat mentalnya mudah jatuh, mudah trauma dan sulit melupakan hal-hal yang menurut orang lain sepele tapi tidak untuk dirinya. Contoh kecilnya seperti masalalunya sendiri, mungkin menurut orang lain perselingkuhan atau penghianatan itu hal yang sepele dan tidak butuh banyak waktu untuk melupakannya. Tapi nyatanya tidak semudah itu, khususnya untuk orang yang mengidap gangguan mental seperti dirinya.

"Tuhan..Lini cuma pengen lupain semuanya dan gak lagi membenci siapapun. Lini gak mau kaya tadi lagi, Lini bicaranya udah kelewatan. Maafin Lini.." lirihnya penuh penyesalan setelah mengingat apa yang telah ia lontarkan tadi kepada Revi. Murahan? Menurutnya tidak ada perempuan yang pantas mendapatkan perkataan itu, ia sangat menyesal telah mengatakan itu.

Lini memang tipikal gadis yang hampir tidak pernah men-judge orang lain, apalagi sesama perempuan dengan sebutan-sebutan yang sekiranya sudah di luar batas. Ia memang masih sering berkata kasar, tapi kalau sampai menyebut orang lain 'Murahan, jalang, dll' menurutnya itu sudah keluar batas.

Tok tok tok..

"Dek.."

Lini tersontak karena suara ketukan pintu dari luar kamar. Ia sangat hafal dengan suara lembut khas wanita paruh baya itu. Lini segera mengusap air matanya hingga benar-benar kering, lalu ia segera membukakan pintu kamarnya.

Ternyata benar dugaannya, disana sudah berdiri seorang Karin dengan tangan memegang nampan yang diatasnya terdapat satu gelas susu putih.

"Eh Mama, silahkan masuk, Ma" Ucapnya dengan senyum yang dipaksakan.

Karin segera masuk dan meletakkan satu gelas susu yang ia bawa di atas meja belajar putri bungsunya. Setelah itu, ia mendudukan tubuhnya di atas kasur coklat milik Lini.

"Duduk sini, Dek" Ucapnya dengan tangan menepuk-nepuk area kasur di sebelahnya.

Lini yang melihat itu segera menuruti suruhan mamanya.

"Mama tadi liat kamu pulang kuliah langsung ke kamar sambil nangis. Ada apa, Sayang?" Tangan putih milik Karin yang sudah mulai keriput itu kini mengelus kepala Lini lembut.

Lini yang diperlakukan seperti itu, langsung memeluk erat tubuh Karin. Ia menangis sejadi-jadinya di dekapan hangat yang diberikan Karin. Sudah lama ia tak seperti ini dengan Mamanya, karena memang akhir-akhir ini Karin lebih sering lembur pulang larut malam.

LINIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang