9. Pasir Dalam Genggam

756 59 69
                                    

Gerimis kecil pagi itu seperti mengiringi kegundahan yang dirasakan Bintang. Perasaannya semakin gelisah kala Biru datang untuk menjemputnya. Satu senyum kecil yang diberikan oleh Biru tak membuat hati Bintang tenang seperti biasanya.

"Bintang, ayo," panggil Biru untuk segera menghampirinya. Langkah yang diambil Bintang kecil dan ragu. Hingga akhirnya ia sampai di hadapan Biru.

"Kenapa?" tanya Biru kemudian. Namun Bintang hanya menggeleng.

"Ayo, berangkat. Keburu siang." Bintang memakai helmnya dan bersiap untuk naik ke atas motor Biru ketika Biru menahan lengannya.

"Bintang," panggilnya lagi. Bintang menolehkan kepalanya untuk melihat ekspresi wajah Biru yang berubah. "Kamu nggak apa-apa?"

"Maksudnya?"

Biru menundukkan kepalanya sejenak sebelum bertanya kembali dengan hati-hati. "Kamu... nggak ada yang mau diceritain ke aku?"

Tanpa sadar Bintang menahan napasnya. Tidak mungkin Biru tahu mengenai apa yang terjadi kemarin malam. Tetapi kenapa Biru bertanya seperti itu?

Menyaksikan reaksi pacarnya yang sesuai dugaan, Biru menghela napas keras sebelum tangannya meraih kepala Bintang untuk dibawanya dalam pelukan.

"Maaf...," bisik Biru pelan. "Hanan ngapain aja ke kamu?"

Seketika air mata Bintang merebak, tangis yang coba ditahannya dari semalam. Lengannya bergerak memeluk tubuh Biru kuat-kuat.

"Biru, aku minta maaf," ucap Bintang dengan suaranya yang tersendat. "Aku nggak bermaksud bikin kamu kecewa lagi sama aku."

Biru mendecakkan lidahnya pelan. Diurainya pelukannya untuk melihat wajah Bintang.

"Kenapa aku harus kecewa sama kamu? Kamu nggak punya kendali soal itu, kan?"

"Aku nggak bisa jaga diri sendiri, Ru..."

Biru menggeleng cepat. Dibawanya kembali Bintang dalam dekapannya. Jantungnya bergemuruh mengingat informasi yang dibeberkan seseorang padanya semalam.

"Emang Hanan aja yang kurang ajar." Biru tak dapat lagi menyembunyikan kegusarannya. "Kamu harusnya bilang sama aku, Bin. Hanan emang temen aku, tapi kamu pacar aku. Aku yang harus tanggung jawab kalo terjadi sesuatu sama kamu, apalagi ngelibatin temen deketku sendiri."

Bintang menghapus air matanya. "Aku nggak apa-apa..."

"Jangan bilang nggak apa-apa. It is not. Dan apapun nggak bisa jadi alasan buat dia bersikap seenaknya kayak gitu ke kamu."

Biru menangkup wajah Bintang dalam telapak tangannya, ditempelkan dahinya pada dahi Bintang seraya berucap pelan. "Tolong, lain kali bilang ke aku kalau ada sesuatu yang bikin kamu nggak nyaman. Sekecil apapun itu. Kita udah janji buat saling cerita, kan?"

Bintang akhirnya menganggukkan kepalanya untuk memenuhi permintaan Biru.

"Aku sayang kamu, Bintang. Aku nggak mungkin biarin kamu ngerasain sakit sendirian."


Hanan berangkat ke kampus dengan kepala yang masih terasa berat sisa efek alkohol semalam. Ia berencana ingin membolos hari ini tetapi ia teringat masih ada ujian mata kuliah yang harus diikutinya. Dipaksanya diri untuk masuk meski itu berarti ia harus bersiap-siap bertemu Biru dan berusaha menyembunyikan apa yang telah terjadi semalam.

Rasa kecewa kembali menyerang Hanan saat disadarinya Arka masih belum juga menampakkan diri di kampus. Hanan mulai merasa bahwa Arka sedikit demi sedikit lepas dari genggamannya. Seperti menggenggam pasir terlalu kuat, butirnya lolos dari sela jemari. Dan jika suatu saat nanti Arka benar-benar lepas, apakah Hanan sanggup mencoba meraihnya kembali?

ÉVADERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang