Dafan mengaku belum makan sejak siang, agar Hanin mau makan bersamanya. Meski Dafan tahu Hanin terbiasa makan tidak teratur dan dalam porsi yang sedikit, tetapi Dafan tak mau melihat Hanin sakit. Sudah cukup hatinya saja yang saat ini sedang terluka oleh kegagalan yang ia alami. Jangan sampai, tubuhnya juga ikut sakit.
Maka dari itu, tanpa persetujuan Hanin, Dafan menghentikan motornya ke nasi goreng langganannya. Beruntung warung kaki lima tersebut hanya terdapat tiga orang yang makan di tempat saja. Sehingga mereka tak perlu mengantre.
Hanin menolak dipesankan nasi goreng. Setelah mendapat paksaan keras dari Dafan, Hanin akhirnya memilih kwetiau sebagai pengisi perutnya.
"Mau cobain nasi goreng gue nggak? Enak nih, pedesnya nampol kek mulut lo pas lagi rese!"
Hanin melotot tajam. Tidak terima mulutnya disamakan dengan pedasnya cabai.
Tak tertarik meladeni gurauan Dafan, Hanin mulai menyendok kwetiaunya menggunakan garpu.
Panas. Hanin menaik-turunkan mie yang membelit di garpu dengan perlahan. Membuat kepulan asap kecil, keluar lebih banyak di atasnya.
Ketika hendak menyuapkannya ke dalam mulut, dering ponselnya berbunyi. Menginterupsi acara makannya—yang bahkan belum dimulai.
Hanin merogoh saku celananya. Tertera nama "Kak Azam". Gadis tersebut menarik napas dalam, sebelum menekan tombol hijau.
"Belum rezeki, Kak ...," ucap Hanin sembari menggigit bibirnya.
"Ya. I'm fine."
Lo bodoh, Nin! Batin Dafan memaki. Seketika selera makannya hilang. Siapa lagi jika bukan karena cowok bernama Azam itu?
"Buat apa Hanin ke Semarang lagi, Kak? Hanin nggak lolos!"
Kali ini Hanin sedikit meninggikan suaranya. Menegaskan pada orang di seberang sana.
"Nanti Hanin pikirin lagi ide Kakak barusan. Hanin tutup dulu."
Ide apa?
Dafan bertanya-tanya dalam hati. Kesal sendiri karena hanya dapat mendengar pembicaraan mereka secara sepihak.
***
Setelah makan nasi goreng di tempat tadi, Dafan dan Hanin kembali ke rumah. Pukul setengah sembilan. Dafan berjanji pada Mama Hanin untuk membawa pulang anaknya sebelum jam sembilan. Ia pun menepati janjinya, bahkan setengah jam lebih awal dari perkiraan.
Setibanya mereka di depan rumah, Hanin tak langsung turun dari motor. Dafan melongokkan kepala ke belakang. Untuk ke sekian kali, Hanin melamun!
Dafan mengusap lutut Hanin yang terbalut celana jeans, perlahan. Terlihat Hanin sangat terkejut. Sedetik kemudian, gadis tersebut turun dari boncengan.
"Masih mikirin mandiri atau swasta?" tebak Dafan.
Hanin menggeleng. Jemarinya berusaha membuka pengait helm yang melindungi kepalanya.
"Terus?"
Banyak!
"Enggak. Udah ya, gue masuk. Makasih buat malem ini, Kak ...."
Hanin melenggang menuju gerbang rumahnya. Sebelum gadis tersebut melangkah lebih jauh, Dafan sudah lebih dulu menarik pergelangan tangan Hanin lembut.
Hanin kembali tertarik ke arah motor Dafan. Dahinya mengernyit heran. Jarak mereka cukup dekat. Tatapan mata Dafan seolah menghipnotis Hanin. Membuat Hanin terpaku di tempat.
Kedua tangan Dafan bergerak hendak menyentuh wajah Hanin. Bola mata Hanin mengikuti gerakan tangan cowok tersebut. Dekat .... Semakin dekat .... Dan menempel sempurna! Di bawah dagu Hanin!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pada Orang yang Sama (TAMAT)
RomanceSiapa bilang, kenangan dapat pudar oleh waktu? Siapa bilang, mencintai orang yang sama sejak lama, hanyalah omong kosong? Siapa bilang, cinta dalam diam hanya akan berujung pada rasa sakit? Siapa bilang? Siapa bilang? **** Selamat datang! Mulai 1...