Jam tujuh siap-siap, ya! Kita malem mingguan!
Satu pesan dari Dafan itu membangunkan Hanin dari tidur siangnya. Degup jantungnya berdentum keras. Senyumnya terbit sempurna. Sudah satu bulan berpacaran, tetapi perasaan berdebar-debar itu masih saja melingkupi Hanin. Segala sesuatu yang berhubungan dengan Dafan, dapat berefek besar bagi seluruh organ tubuh Hanin.
Hanin bangkit dari kasur empuknya. Berjalan sempoyongan ke kamar mandi. Mencuci muka guna meredakan rasa kantuknya.
Setelahnya, ia kembali lagi ke kamar. Bukan.... Bukan untuk melanjutkan mimpi yang sempat tertunda. Tapi karena Hanin hendak mempersiapkan baju yang akan ia pakai nanti malam. Ia membuka lemari dua pintunya lebar-lebar. Memeriksa satu demi satu pakaian yang ia punya.
Tidak seperti ABG lain yang akan heboh dalam mempersiapkan diri. Mengobrak-abrik seluruh isi lemari. Lalu berkata, "Nggak punya baju", setelahnya. Hanin tidak seperti itu.
Biarpun baju yang ia punya mungkin sudah dihafal oleh Dafan karena berulang kali dipakai Hanin, tetapi yang terpenting adalah kerapian dalam memakainya. Hanin harus menyetrikanya lebih dulu. Itu yang utama!
Setelah beberapa menit menimbang-nimbang, Hanin memutuskan memakai celana jeans hitam dengan blouse berwarna krem. Entah Dafan akan membawanya ke mana, tapi Hanin sedang tidak mood mengenakan rok atau semacamnya.
***
Pukul 19.00 Hanin sudah bersiap. Menunggu Dafan menghampiri rumahnya. Mengisi kekosongan dengan memainkan ponselnya.
Tak lama kemudian yang ditunggu tiba. Dafan terlihat sama seperti biasanya. Kali ini hoodie cokelat tua bertengger apik di tubuhnya.
Mereka berdua berpamitan pada Hena. Lalu membelah jalanan dengan motor matic Dafan.
Sepanjang perjalanan, Hanin berkali-kali bertanya mereka mau ke mana. Namun, Dafan Selalu menjawab pertanyaan tersebut dengan gurauan. Bahkan sering sekali Dafan mengalihkan topik ke arah lain.
Beberapa menit berikutnya, keduanya tiba di sebuah-
"Aku mau pulang!" ucap Hanin kesal. Suasana hatinya berubah mendung.
"Ayo masuk dulu...," ajak Dafan lembut.
Hanin mematung di tempat. Bisa-bisanya Dafan mengajaknya ke restoran out door. Restoran favorit keluarga Hanin pada masa ketika keluarga mereka masih lengkap.
"Nggak mau! Aku mau pulang pokoknya!"
Hanin sudah melangkah keluar dari area parkir tersebut. Namun, segera Dafan mencekal pergelangan tangan Hanin.
"Di dalem ada papa kamu, Nin...."
Hanin terbelalak. Tidak mengerti ucapan Dafan barusan. Bagaimana ia tahu papanya ada di dalam? Apa jangan-jangan-
"Kalian sekongkol?" tanya Hanin tak percaya.
"Udah ayok! Ada aku tenang aja...."
Kali ini Dafan sedikit menarik tangan Hanin agar mengikuti langkahnya. Hanin hanya pasrah.
Hubungan Hanin dengan papanya memang sudah mulai membaik. Namun belum sepenuhnya. Hanin masih bersikap kaku terhadap papanya itu. Bahkan istri baru papanya juga sering tidak dianggap kehadirannya ketika mereka bertemu.
Lalu, apa maksud Dafan mempertemukan Hanin dengan papanya malam ini? Di restoran favorit keluarga mereka bahkan.
Ketika Hanin menginjak ambang pintu restoran tersebut, segala kenangan masa lalunya menghantam memori Hanin satu per satu. Ia seolah melihat dirinya waktu kecil berlarian mengitari restoran karena tidak mau makan. Dirinya yang menangis meminta es krim dua porsi. Dan dirinya yang terakhir kali menginjak restoran ini, karena melihat papanya bersama wanita lain pada masa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pada Orang yang Sama (TAMAT)
RomanceSiapa bilang, kenangan dapat pudar oleh waktu? Siapa bilang, mencintai orang yang sama sejak lama, hanyalah omong kosong? Siapa bilang, cinta dalam diam hanya akan berujung pada rasa sakit? Siapa bilang? Siapa bilang? **** Selamat datang! Mulai 1...