Bagian 6

535 81 20
                                    

"Hanin?!" Dafan setengah berteriak kala Hanin muncul di depannya dari arah belakang.

"Lo kenapa? Kok berantakan gini?" Dafan mendekati cewek itu. Memegang pundaknya. Bertanya cemas.

Hanin memundurkan langkah. Tak mau berdekatan dengan Dafan. Menatapnya dengan sorot mata sengit.

"Nggak papa," jawabnya dingin.

"Gue lagi nggak mau marah karena lo nggak jujur, ya, Nin!"

"Harusnya gue yang marah ke lo, Kak! Bilangnya mau jemput gue. Nyatanya apa? Gue sampe tersesat di hutan. Terus jatuh kesandung akar," ucap Hanin dengan emosi menggebu-gebu.

Pandangan Dafan melembut. Khawatir bercampur dengan rasa bersalah.

"Sori. Gue tadi pulang ke kontrakan. Ketiduran."

Mendengar penuturan Dafan, hati Hanin justru tak enak sendiri. Harusnya ia tak marah. Jika saja ia mau bersabar dan menunggu Dafan di tempat, tak akan ada kejadian seperti ini.

Hanin mendesah keras.

"Gue nggak papa. Gue juga yang salah, malah jalan-jalan nggak jelas," aku Hanin, tak tega melihat Dafan tenggelam dalam perasaan bersalah.

"Ayo, gue anter ke kosan."

***

Sepanjang perjalanan, tak ada yang bersuara. Keduanya sama-sama tak enak hati dengan kejadian tadi. Hingga Hanin turun dari motor, mereka masih bungkam.

"Gue masuk dulu. Makasih," ucap Hanin setelah beberapa saat.

"Sekali lagi, gue minta maaf, Nin."

Hanin memberikan senyum tipis pada Dafan. Menunjukkan bahwa gadis itu sudah baik-baik saja.

"Iya. Tadi gue juga udah bilang, gue juga salah."

Dafan menghela napas lega. Rautnya sudah tak sekaku tadi.

"Nanti malem jalan-jalan terakhir, sebelum besok pulang?" tawar Dafan.

"Ke mana?"

"Lo tahu gue benci pertanyaan itu, kan, Nin?"

Mereka berdua sama-sama terkekeh.

***

Di kontrakan, lagi-lagi Dafan sudah ditunggu oleh sang pemilik motor; Oka.

"Thanks! Ntar malem gue pinjem lagi, ya!" ujar Dafan. Melemparkan kunci motor ke Oka yang sedang duduk sembari memainkan ponsel. Refleksnya bagus. Kunci berhasil ditangkap dengan satu tangan.

"Rese lo emang!"

Dafan ikut duduk di sebelah Oka.

"Dari awal lo balik ke sini lagi, lo belum kasih penjelasan apa pun ke gue."

"Penjelasan apaan dah?"

"Ke mana aja lo pake motor gue? Anter jemput siapa lo?" tuduh Oka.

"Jadi gini, tetangga gue mau tes SBM. Nah dia nggak ada yang nganter. Anak rumahan banget pokoknya! Mamanya minta gue buat anter dia. Ya udah, gue iyain aja. Sekalian nemenin lo yang nggak pernah pulang kampung ini."

Yang dikatakan Dafan benar adanya. Di antara ke dua temannya yang lain, hanya Oka, yang tak pernah menyambangi rumahnya. Libur satu atau dua bulan dihabiskan di kota rantauannya itu.

"Nggak usah bawa-bawa nama gue, elah!"

"Hehehe. Ya, pokoknya gitu lah."

Dafan bangkit. Berniat menuju kamarnya. Namun ia teringat sesuatu. Ia pun kembali ke tempat duduknya.

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang