Bagian 18

263 38 7
                                    

Sudah sejak beberapa hari yang lalu, Hanin merasakan cemas. Waktu yang ia nantikan akhirnya tiba juga. Hari dimana Hanin akan dinyatakan lulus atau tidak di perguruan tinggi incarannya.

Kegagalan yang ia rasakan saat Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) alias seleksi menggunakan jalur raport, masih membayanginya. Nilai dari semester 1 hingga 5, yang sudah diusahakan oleh Hanin, rupanya tak dapat membuatnya langsung diterima.

Kala itu, Hanin rapuh, tentu saja. Kecewa tak dapat ia sangkal. Tangis tak dapat ia sembunyikan. Dan putus asa, pernah singgah selama beberapa saat, dalam dirinya.

Namun, Mama membantunya bangkit. Perlahan, Mama menghidupkan kembali mimpi-mimpi Hanin. Melihat semangat Mamanya yang mau berjuang demi dirinya, membuat Hanin luluh. Ia mau berjuang kembali di seleksi berikutnya. Yaitu dengan mengikuti Ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN). Dan, satu yang tak Mama ketahui adalah, ia ingin keluar, melihat dunia yang sesungguhnya. Tidak lagi melalui ponsel, tetapi merasakan sendiri, bagaimana hidup di luar sana. Sudah cukup rasanya, berlindung di balik ketiak Mamanya selama ini.

Ya, hari inilah waktunya. Pengumuman SBMPTN. Saat ini waktu menunjukkan pukul 1 siang. Sementara hasil akan keluar pukul 3 sore. Masih ada sekitar 2 jam lagi.

Ia tak tahu apa yang harus dilakukan. Sudah beberapa malam ia kesulitan tidur. Pikirannya penuh oleh beragam kemungkinan buruk yang akan terjadi. Yang kini ia lakukan hanya mondar mandir di dalam kamar. Sudah jenuh mengalihkan pikiran dengan menonton YouTube atau mendengarkan lagu dengan volume keras.

Bel rumahnya berbunyi.

Mama lupa bawa kunci, nih pasti, batinnya menerka.

Ia pun turun dari kamar. Berlari ke arah depan. Membukakan pintu. Dan membeku di tempat.

"Kak Dafan?"

Hanin mengernyitkan dahi. Rasa terkejutnya ia perlihatkan secara terang-terangan.

"Haiii!" sapa Dafan riang.

"Ngapain ke sini?" tanya Hanin to the point.

"Dasar pelupa! Kan gue udah janji waktu itu. Mau nemenin lo buka pengumuman SBM."

Hanin mengusap tengkuknya. Canggung. Apalagi, di rumah sedang tidak ada siapa-siapa.

Dafan yang tidak dipersilakan masuk, inisiatif duduk di kursi depan.

"Pengumuman jam berapa, Nin?" tanya Dafan pada Hanin yang masih berdiri di ambang pintu.

Lalu, Hanin menutup pintunya. Ikut duduk di kursi sebelah. Keduanya terpisah oleh sebuah meja bundar dengan vas bunga plastik di tengahnya.

"Jam tiga. Masih lama. Kakak pulang dulu lagi aja."

"Gue tunggu di sini aja deh. Gabut juga di rumah." Dafan kemudian menggeser kursinya agar menghadap ke arah Hanin. "Btw, gue ga ganggu lo, kan? Tadi lo lagi ngapain emang?"

Ganggu bangettt! batin Hanin menjawab gemas.

"Nggak ngapa-ngapain."

"Ya udah sama. Mending ngobrol sama gue aja. Ya kan?"

Hanin angkat bahu.

Tak lama dari itu, sebuah motor matic berhenti di depan rumah Hanin. Lalu masuk ke halaman rumah. Mama Hanin. Dengan seragam gurunya, rambut tepat di atas bahu, masih tampak awet muda.

Senyum Mama Hanin mengembang, melihat Dafan bangkit menyalaminya. Membuat Hanin terheran. Karena ini sebuah hal yang sangat langka! Pada teman perempuannya saja, Mama Hanin terkesan cuek. Apalagi saat mengingat Nio datang kemarin. Mamanya murka. Lalu sekarang?

"Baru pulang, Tan?" Dafan bertanya basa-basi.

"Iya. Kenapa nggak masuk aja?" Mama Hanin bertanya, memandang anaknya penuh arti.

"Hanin nggak nyuruh masuk, Tan. Jadi gapapa deh di sini aja," ucap Dafan menggoda Hanin.

Hanin melotot pada Dafan. Tak terima dirinya dijelek-jelekkan di depan Mamanya sendiri.

"Ya udah masuk yuk. Hanin buatin minum juga buat tamunya, dong." Mama Hanin justru berada di pihak Dafan.

"Hahahaha! Enggak perlu repot-repot, Tan. Dafan tunggu sini aja. Adem. Ya kan, Nin?" Dafan mengedipkan sebelah matanya pada Hanin.

"Ya!" sahut Hanin singkat dan malas.

"Ya udah kalau gitu, Tante tinggal bersih-bersih dulu. Nanti kalau udah waktunya, panggil mama ya, Nin."

Hanin mengangguk.

Dafan kembali ke kursinya semula. Hanin bersedekap dada. Kesal dengan cowok di seberangnya. Dan kenapa pula, Mamanya bisa seakrab itu dengan Dafan? Apa yang telah Dafan lakukan?

Dan, ingatan tentang roti kemarin menampar kesadarannya!

***

Kini Hanin, Mamanya, beserta satu tamu tak diundang yang tak lain adalah Dafan, duduk di sofa ruang tamu. Sepuluh menit sebelum pengumuman tadi, Dafan dipersilakan masuk oleh Mama Hanin. Sementara, Hanin menyiapkan dokumen untuk menginput identitas yang dibutuhkan, saat mengecek nantinya. Tak ketinggalan pula, laptop yang akan menjadi saksi kepastian Hanin.

Hanin duduk di antara Mama dan Dafan. Menatap lurus laptop di depannya dengan penuh harap. Waktu yang tertera pada laman web-nya disetel mundur. Setiap detiknya seirama dengan degupan jantung Hanin. Atau bahkan, detaknya tiga kali lebih cepat dari itu? Entahlah! Yang pasti, perasaan Hanin campur aduk saat ini.

Waktu satu menit berjalan cukup lambat, bagi mereka. Beberapa kali Hanin memejamkan mata. Kedua jemarinya saling meremas. Dan batinnya tak henti-hentinya merapal doa.

"Nin ...," Dafan menyadarkan Hanin, kala tersisa waktu tiga detik.

Begitu waktunya berhenti di angka nol, Hanin menahan napas tanpa sadar.

"Go!" Mama Hanin memperintah dengan suara lembut penuh keyakinan.

Hanin mengangguk mantap. Menarik napas dalam. Mengarahkan kursor laptop dengan jemari sedikit bergetar. Lalu menginput nomor pesertanya.

Hasil yang ia tunggu-tunggu tak langsung muncul. Logo "loading" berputar terus-menerus. Pasti disebabkan oleh banyaknya orang yang mengakses laman tersebut.

Lalu, beberapa detik setelahnya yang terasa satu abad, nama Hanin Dantyana muncul. Di bawahnya, tertera hasil pengumuman SBMPTN. Hijau!

"Selamat ...."

Sabtu, 19 Februari 2022

❤️❤️❤️❤️

Hahhh??!!!

Hanin diterimaaaa?

Wawwwww😭

Mari ikut berikan ucapan selamat untuk si cantik Hanin❤️

Salam hangat,
IndAwsoka

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang