Bagian 22

226 33 5
                                    

Makin kenal dengan Hanin, Dafan makin paham beberapa kebiasaan Hanin. Cewek dengan pola hidup statis. Jika sudah nyaman dengan satu hal, maka tak akan ia cari kenyamanan lain.

Misalnya saja seperti tempat makan. Hanin hanya mau ke warung yang waktu itu Dafan ajak. Padahal, Dafan ingin mengenalkan Hanin pada warung makan lain yang lebih keren! Namun, gadis itu mengancam tak jadi ikut bersama Dafan, jika permintaannya tak dituruti.

Baiklah, Dafan tak masalah. Dengan motor yang lagi-lagi dipinjam dari Oka, Dafan memboncengkan "majikannya."

Tak ada obrolan berarti selama perjalanan. Hanya Dafan yang sesekali menanyakan apakah Hanin kedinginan, meski sudah tahu gadis itu memakai jaket. Ataukah menawarkan mampir ke mana dulu, sebelum makan. Namun, Hanin tidak mengiyakannya.

***

Tidak seperti di Bekasi yang memesan kwetiau tempo hari, Hanin memesan nasi goreng kali ini. Ya, setidaknya, Hanin tidak saklek-saklek amat, pikir Dafan.

"Rencana besok mau ke mana?" tanya Dafan pada Hanin.

"Kak Azam."

Dafan mencebikkan bibir mendengar jawaban Hanin. Meski ia sudah memperkirakan nama itu akan muncul di tengah obrolan mereka, tetapi Dafan tetap saja tak terima!

"Ngapain?" pancing Dafan.

"Lo kan tahu sendiri, tujuan gue ke sini karena dia."

Baiklah! Dafan mengerti itu.

"Dia jemput lo besok?"

Hanin menggeleng. Obrolan mereka tersela oleh kedatangan dua teh manis hangat, sembari menunggu nasi goreng yang tengah dibuatkan.

"Tadi gue WA dia, tapi dia bilang ada acara besok. Nggak bisa jemput gue."

Dafan dapat bernapas lega, mendengarnya.

"Tapi bukan berarti itu jadi penghalang buat gue ketemu dia. Besok kan Minggu. Udah pasti dia nggak kerja. Jadi, gue minta tolong ke lo buat nganterin gue ke rumahnya Kak Azam, ya, Kak?"

Dafan yang tengah menyeruput teh manis hangatnya itu, tersedak. Tak menyangka dengan kelanjutan ucapan Hanin.

Hanin melirik Dafan yang tengah mengusap mulutnya dengan tisu. Masih terbatuk-batuk. "Pelan-pelan napa!"

Lo yang bikin gue keselek anjir! batin Dafan memaki.

Setelah menormalkan diri, Dafan berbicara pada Hanin.

"Menurut gue nggak usah deh, Nin. Dia nyuruh lo ke sini, giliran lo udah di sini, dia malah lebih mementingkan 'urusannya' yang nggak jelas itu!" kata Dafan dengan nada tak suka dan menegaskan satu kata dalam ucapannya.

"Ya udah. Gue naik GoJek aja deh, kalo gitu," putus Hanin tak mau ambil pusing.

Dafan mengusap rambutnya kasar. Gemas dengan sifat keras kepala cewek tersebut. "Oke! Gue anter lo jam 10 pagi!"

***

Dafan menepati ucapannya. Pukul sepuluh lebih lima, ia sudah berada di depan kos Hanin. Gadis tersebut buru-buru keluar. Auranya terlihat cerah. Bagaimana tidak, ia akan menemui pujaan hatinya! Dengan di antar oleh orang yang diam-diam menyukainya!

Bertolak belakang dengan Dafan. Meski sudah mandi, muka cowok tersebut terlihat kusut. Tak ada sapaan hangat, sehangat mentari pagi ini. Tak ada senyuman indah, seindah pemandangan daerah atas yang akan mereka lewati.

Setibanya di tempat tujuan, Hanin meminta berhenti di seberang rumah Azam. Persis seperti pertemuan pertama dirinya dengan Azam beberapa minggu lalu. Namun, kali ini ada yang berbeda. Rumah berukuran tak cukup besar tersebut terbuka lebar. Pun banyak orang berlalu lalang di dalamnya. Ada banyak tamu!

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang