Bagian 9

413 64 1
                                    

"Yang itu rumahnya?"

Dafan bertanya seraya menunjuk rumah di seberang jalan dari tempat mereka berhenti. Rumahnya tak terlalu besar. Sangat sederhana. Dengan parkiran yang dapat memuat sebuah mobil. Sangat asri, karena diletakkan tanaman-tanaman hias kecil.

Hanin menatap nanar rumah itu. Segala kerinduannya seolah tak terbendung. Ingin cepat-cepat mengetuk pintu dan menerjang sang pemilik rumah. Namun, ia harus bersabar dan menahan diri. Karena kenyataannya, ia tak akan dapat melakukan hal itu.

"Sekarang gue mau minta tolong Kak Dafan lagi."

Dafan menanti instruksi dari Hanin. Lalu Hanin membisikkan rencana yang ia susun pada Dafan.

Setelah mengerti, Dafan bergegas mendekati rumah itu. Sementara Hanin masih duduk di jok motor Dafan yang terparkir di seberang rumah. Sengaja jauh, agar tidak dilihat oleh sang pemilik rumah.

Tak memiliki pagar rumah, maka Dafan langsung mengetuk pintu bercat putih itu. Dafan menunggu agak lama, sembari menebak-nebak siapa sang pemilik rumah.

Pintu dibuka perlahan dari dalam. Menampilkan seorang wanita berusia sekitar 50 an. Dengan rambut pendeknya yang dibiarkan terurai.

"Cari siapa, ya, Nak?"

Pura-pura tanya alamat, pada siapapun yang keluar dari dalam rumah itu. Kalimat Hanin terngiang dalam otak Dafan.

"Ehm, mohon maaf, Bu. Mau tanya rumahnya Bapak Sukamto. Apakah benar di sini?"

Ibu itu tampak berpikir sejenak. Berusaha mengenali nama yang baru saja disebut.

"Nggak. Setahu saya di desa ini nggak ada yang namanya Sukamto."

Diam-diam Dafan menghela napas lega. Karena jika betulan ada, Dafan sendirilah yang akan repot dengan kelanjutan rencananya.

"Oh, bukan daerah sini ya, Bu? Saya hanya dikasih alamat sebelah masjid katanya. Baik, kalau begitu, Bu. Saya pamit saja. Mau melanjutkan mencari."

Dafan berbalik dan meninggalkan pekarangan rumah itu. Menghampiri Hanin yang duduk di jok, sembari memalingkan wajah.

Setelah menyebrangi jalan, Dafan menoleh pada rumah itu lagi. Wanita itu sudah masuk.

"Ibu-ibu, Nin, yang bukain pintunya."

Hanin menggigit bibirnya.

"Kayaknya lagi nggak di rumah, deh."

"Sebenernya, lo mau ketemu siapa sih?"

"Orang ...," balas Hanin sedikit sendu.

Dafan gemas sendiri. "Ya udah. Ayo pulang."

Namun, ketika itu, sebuah mobil masuk ke dalam halaman rumah tadi dengan mudah. Mesin mobil dimatikan. Dan seseorang keluar dari kursi kemudinya.

Hanin menatap tanpa kedip, seseorang yang berpakaian rapi khas orang kantoran itu.

Tanpa pikir panjang, Hanin turun dari jok motor. Lalu berteriak sekencang mungkin.

"KAK AZAM!!!"

Orang yang dipanggil menghentikan langkah. Berbalik badan ke arah sumber suara. Mendapati gadis kecil dengan binar mata indah, berdiri di pinggir jalan.

Hanin berlari menghampiri cowok itu, tanpa menoleh kanan-kiri. Hingga dari arah kanan, sebuah motor melintas kencang.

"HANINNNN!!!!!"

Kali ini teriakan kembali terdengar. Namun, disertai dengan suara benda jatuh yang cukup kencang. Hanin teserempet motor!

Dafan terlambat menyelamatkan Hanin dari lajuan motor itu. Sehingga gadis itu sudah terkapar di tepi jalan.

Dafan bergegas menghampiri Hanin. Hanin masih sadarkan diri. Masih mengaduh kesakitan. Diraihnya tubuh Hanin dan terlihat darah menetes kencang dari siku sebelah kiri dan betisnya yang tergores aspal. Celana panjangnya robek sedikit di bagian tersebut.

"Ayo kita ke rumah sakit," ajak Dafan tanpa bertanya lebih dulu kondisi Hanin.

"Nggak perlu. Cuma luka kecil aja," sangkal Hanin, tetapi bibirnya sesekali meringis kesakitan.

Dafan tak mempedulikan ucapan Hanin. Ia membantu Hanin berdiri. Dan memapahnya menuju motornya yang terparkir di tempat semula.

"Naik mobil gue aja," ujar seseorang yang sedari tadi diam di tempat melihat segala kejadian itu.

Tak bisa dimungkiri, orang bernama Azam itu shock bukan main. Dua kejadian berlangsung sekaligus. Kedatangan Hanin dan terserempetnya Hanin.

Meski Dafan menghunuskan tatapan tak suka pada Azam, tetapi Dafan tetap membantu Hanin berjalan menuju mobil Azam.

Dafan memutuskan untuk mengikuti Hanin dari belakang, menggunakan motor milik Oka. Tidak mungkin ia tinggalkan motor Oka di situ.

Dan untungnya, kejadian tadi tak terlalu dipedulikan oleh orang lain. Sejenak tadi orang-orang berhenti menyaksikan Hanin terjatuh. Namun, setelah ditolong Dafan, mereka kembali melajukan kendaraan masing-masing. Menganggap bahwa itu bukan hal besar. Sang pelaku juga tidak peduli dan bergegas melarikan diri.

Karena bisingnya jalanan pula, Mama Azam tidak sampai ke luar rumah. Sehingga usaha Hanin mengumpet tadi, tidak sia-sia.

Sepanjang perjalanan, Hanin dan Azam memilih untuk bungkam. Ini di luar dugaan Hanin. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin ia katakan pada cowok di sampingnya ini. Namun, ia sendiri masih sibuk dengan luka yang ada di tubuhnya.

Di belakang, Dafan menggenggam setang motor erat-erat. Seolah kejadian tadi adalah kesalahannya, lantaran tidak dapat menjaga Hanin dengan baik. Ia ingin segera sampai. Hanin diatasi lukanya. Dan ia meminta penjelasan dari kejadian pagi ini.

Kamis, 10 Februari 2022

❤️❤️❤️❤️

Waduh!

Siapa lagi tuh Azam?

Ada yang bisa nebak?

Kok Hanin bisa sampe segitunya.

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang