BOOK II - Chapter 05

27 5 0
                                    


Rasanya istana ini tidak ada ujungnya. Dari tadi Hana hanya menemukan lorong dan aula luas yang tidak pernah habis. Yang membuatnya lebih kesal adalah tidak ada seorang penjaga yang mau membantunya. Bahkan dia tidak menemukan pegawai istana atau dayang yang bekerja di setiap lantai. Barangkali ini sedang memasuki jam istirahat atau mereka sedang berkumpul di suatu tempat.

Tak lama kemudian akhirnya Hana berhasil menemukan langit di balkon lantai lima. Hana terhipnotis oleh warna senja langit yang lembut. Perpaduan warna itu seperti cat minyak di atas kanvas. Freltalida memang memiliki cahaya yang aneh, tapi indah untuk dipandang.

Sebuah suara gaduh menarik perhatian Hana. Hana mencari-cari suara itu dan menemukannya di sebuah koridor besar yang dipenuhi hiasan permata dan bunga. Di depan beberapa pintu besar di koridor terdapat air mancur yang berbentuk lingkaran. Tempat ini ditata begitu rapi dari tempat-tempat sebelumnya.

Dua orang perempuan keluar dari pintu besar, salah satunya kelihatan jengkel. Hana merasa beruntung kalau orang yang dia cari ada disini.

"Laudya, dia akan baik-baik saja," kata Putri Deverry.

"Kepalanya terbentur jembatan, lalu tenggelam sampai koma! Akan kuhajar orang yang menabraknya sekarang," geram putri yang dipanggil Laudya. Ancamannya membuat Hana memundurkan langkahnya dan bersiaga, takut-takut akan dihajar betulan apabila dia melihat dirinya di sana.

"Laudya," sergah Putri Deverry, "itu bukan salah kesatria bintang itu, dia hanya terjebak ke dalam perangkap—"

"Kesatria bintang?" ulang Lydia.

"Ya. Kesatria cahaya. Aku melihatnya di ruang singgasana bersama ayah. Dia sedang bicara dengan Ratu Agung sekarang—" Seketika ucapannya terhenti begitu ekor matanya menyadari kehadiran Hana di sana. "Kau ... kesatria cahaya kan?"

Mendadak Hana menjadi panik. Dia menunduk dan langsung meminta maaf di hadapan kedua Putri. "Maafkan aku sudah menabrak saudari kalian. Maafkan aku. Aku berjanji akan bertanggung jawab."

Mendengar ucapan itu, Putri Laudya keburu dikuasai emosi. Dengan tangan mengepal, udara di sekelilingnya tiba-tiba berputar dan mendorong satu sama lain hingga membentuk badai kecil. Sebelum serangannya menyentuh Hana, Putri Deverry keburu menghadangnya.

"Kak, hentikan! Dia menabrak Nelly karena dilempar oleh jebakan Cyryez. Ratu Agung atau ayah akan memarahi kita jika kau melakukan ini," tegur Putri Deverry.

Meski tidak rela, Putri Laudya terpaksa menarik kembali kekuatan yang baru dikeluarkannya. "Baiklah. Siapa kau?"

"Aku Hana. Pemilik kekuatan elemen cahaya," kata Hana, masih membungkuk di hadapan para Putri.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Hana berhenti membungkuk lalu memandang Putri Deverry. "Ratu memintaku untuk mencari Anda."

"Mencariku?" ulang Putri Deverry.

Hana mengeluarkan kunci emas dari saku celananya. "Beliau memberiku ini. Aku diminta pergi ke menara selatan."

"Menara selatan?" Mata Putri Deverry menatap lorong, menerawang ke balik setiap dinding untuk menemukan di mana letak tempat yang dimaksud.

"Itu ruang gudang arsip," tukas Putri Laudya. Masih dengan kekesalannya, putri sulung kerajaan itu memandang Hana dengan sinis. "Kalau adikku tidak bangun, aku akan menuntutmu nanti."

"Kak!" pekik Putri Deverry.

"Kau uruslah kesatria cilik itu! Ratu Agung memintanya menemuimu, kau pasti yang harus mengantarkannya ke menara selatan. Aku akan menjaga Nelly," kata Putri Laudya ketus.

Seri KESATRIA BINTANG (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang