BOOK I - Bagian 01

3.2K 219 58
                                    


"Pencipta sedang marah."

"Bumi diserang alien."

Kata-kata itu begitu sering diucapkan oleh semua orang. Seluruh dunia sedang ketakutan setengah mati dengan apa yang sedang terjadi.

Bumi sedang diambang kiamat.

Bencana mengerikan marak terjadi di mana-mana. Media massa sangat rajin memberitahukan informasi terbaru. Kabar baiknya, karena banyaknya teror berbau mistis yang tidak terpecahkan, negara-negara yang tadinya berselisih jadi akur dan bekerjasama untuk menciptakan kedamaian dunia. Tapi kabar buruknya, teror-teror ini tidak pernah berakhir. Mereka datang silih berganti seperti pemenang lotre bergilir.

Berita hari ini sungguh bermacam-macam. Yang paling menggemparkan adalah berita tentang perampokan bank oleh makhluk misterius, bangunan dan jalan di beberapa wilayah yang tiba-tiba saja rusak, hilangnya pesawat militer di laut Banda yang meninggalkan puing bersimbah darah, dua pertambangan raksasa runtuh di waktu yang sama dan puluhan mayat penduduk asing yang ditemukan di desa terpencil Sulawesi.

Tangan Hana mengepal hingga gagang gelas yang dipegangnya retak. Inginnya dia melakukan sesuatu untuk menghentikan kejadian-kejadian aneh itu, tapi nyatanya dia tidak bisa melakukannya. Dia hanyalah rakyat biasa yang bisa menjadi korban teror.

"Cepat dimakan! Nanti supnya dingin," kata ayahnya yang datang dari halaman belakang. Dia baru saja selesai memberi makan ikan peliharaan di kolam.

Hana terperanjat dan segera mengambil sendok. Dari tadi gadis itu terlalu serius menonton berita sampai lupa sarapan.

"Beritanya seram," komentar Hana sebelum menelan sesendok sup.

Ayahnya tidak merespons. Matanya terus menatap layar televisi dengan serius.

"Apa berita alien sedang menyerang Bumi itu benar?" tanya Hana.

"Enggak mungkin," jawab ayahnya ketus. Kemudian dia meneguk secangkir kopinya.

"Manusia enggak mungkin bikin kerusakan kayak gitu, yah," kata Hana sampai ayahnya berhenti meneguk kopinya, "mungkin hantu bisa."

"Enggak mungkin. Paling itu akal-akalan media yang pengin cari popularitas. Zaman sekarang kan banyak orang yang pintar bikin animasi," ujar ayahnya yang tampak muak mendengar bermacam-macam suguhan berita seperti itu.

Ingin sekali Hana mengelak pendapatnya, tapi dia pasti kalah. Ayahnya orang yang keras kepala. Dia tidak percaya hal-hal yang berbau mistis. Dia tidak percaya ada makhluk hidup selain manusia. Bahkan dia terlihat tidak peduli dengan berita-berita yang ada di media. Ibunya pernah bilang kalau ayahnya tidak mau Hana gampang percaya atau terlalu memikirkan teror-teror itu.

"Jangan banyak nonton berita ginian! Kamu fokus belajar saja!" Ayahnya mematikan televisi.

"Tapi semua orang takut sama berita-berita itu. Gimana kalau terornya datang ke Bandung?"

Sontak ayahnya memelototi Hana. "Jangan bilang gitu dong!"

Hana menunduk. Walau Bandung adalah salah satu kota yang tidak pernah didatangi teror, tetap saja, dia sangat khawatir. Penduduk boleh saja tenang karena tempat yang terkena musibah bukan kotanya, tapi apakah mereka berpikir ingin menolong warga lain yang terkena musibah? Apakah mereka punya rencana untuk menghadapi teror yang kira-kira akan datang? Yang Hana tahu, mereka hanya ketakutan sambil menjalani kehidupan yang normal dan berdoa agar teror mengerikan tidak akan datang ke kota itu.

"Lempeng tektonik Bumi sekarang sedang enggak stabil. Sering terjadi pergeseran lempeng yang menyebabkan gempa. Berita kemarin kan banyak tentang kehancuran kota di beberapa negara. Semuanya karena gempa. Orang-orang jadi gila karena rumahnya hancur, hartanya hilang. Jadi mereka merampok karena pemerintahnya enggak mau ngasih bantuan. Jadi jangan mikir yang aneh-aneh!" kata ayahnya.

Seri KESATRIA BINTANG (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang