Sepulang sekolah Hana tidak bisa menahan dirinya untuk melakukan kebiasaan lama—tiduran di atas rumput sambil menatap langit. Kebanyakan murid langsung pulang ke rumah, tapi beberapa diantaranya masih ada yang ikut kegiatan ekstrakurikuler. Lapangan dipenuhi anak-anak yang bermain basket, aula sekolah diisi eskul Paskibra, sementara koridor dipenuhi murid perempuan yang sedang asyik bertukar cerita atau menggosipkan idola-idola mereka. Di zaman ini band Peterpan sedang naik daun. Ibunya saja sampai menyanyikan lagu ada apa denganmu berkali-kali di dapur.
Hana benci keramaian. Jadi dia pergi ke taman di samping perpustakaan sekolah yang sudah tutup. Yang membuatnya nyaman adalah berbaring di bawah pohon rambutan yang rindang. Pohon rambutan disini sangat besar hingga membuat suasana tampak sejuk. Hana bersyukur bulan ini bukan musim rambutan. Kalau iya, tempat ini akan dipenuhi murid yang berebut ingin memetik rambutan.
Kedua permata hitam Hana menelusuri celah-celah besar diantara ranting dan dedaunan pohon. Beruntung sekali, dari tempatnya berbaring ke ujung ranting cukup jauh sehingga dia bisa melihat langit biru yang indah. Tampak dari kejauhan awan Comulus menggumpal dan membentuk wujud yang unik. Gadis itu tertawa saat melihat bentuk awan yang menyerupai gajah dengan belalai seperti ekor monyet. Lalu ada juga awan yang menyerupai kepala kucing sehingga dia merasa gemas.
Ketika jari-jarinya menari-nari di atas tanah, sesuatu yang dingin dan keras menyentuh kulit telapak tangannya. Hana berteriak karena takut tangannya menyentuh hewan melata. Rupanya cuma cincin berwarna perak dengan permata biru kecil di tengahnya.
Model cincin perak itu tampak tidak asing. Dia pernah melihat bentuknya di toko perhiasan ketika mengantar ibu menukar anting. Model cincin ini cocok untuk bapak-bapak. Tapi permata biru kecil yang berpendar itu membuatnya penasaran. Cahayanya terlihat aneh, seperti ada riak air yang disinari cahaya biru nan lembut. Rasanya seperti ada dunia di dalam sana.
Karena penasaran, Hana mencoba mengamati benda itu lebih dekat. Cincin itu kini berada lima senti dari matanya. Lalu dia menemukan huruf Q. di bagian lingkaran dalam. Hanya ada huruf Q dan titik, mungkin saja merek luar negeri. Barangkali ada guru yang menjatuhkan cincinnya disini. Tapi, sejak kapan guru duduk di bawah pohon kecuali... ugh! Pasti buang air kecil sembarangan! Hana terlonjak dan menjauhi pohon itu.
Ketika kakinya menuruni tangga, muncul suara gemuruh di atas langit. Hana menenggak dan melihat kumpulan awan putih yang perlahan-lahan berkumpul seolah ditarik magnet. Kemudian kumpulan awan itu melingkar seperti pusaran angin topan dan serentak membuat langit sedikit gelap. Hana kaget setengah mati dan menampar pipinya berkali-kali agar sadar dari mimpi buruknya.
Tapi, ini bukan mimpi.
Hana mulai punya firasat buruk. Sepertinya kejadian mengerikan akan menimpa kota ini. Apa awan melingkar itu pertanda akan terjadi angin topan? Tidak mungkin! Cuaca hari ini sangat cerah. Itu pastinya adalah teror.
Seharusnya Hana berlari menuju lapangan atau koridor kelas untuk memperingatkan orang-orang agar menyelamatkan diri. Tapi sungguh, pesona teror yang sedang dilihatnya berhasil memikatnya untuk tidak melangkah.
Awan-awan itu sepertinya penting. Mereka tampak ingin menunjukkan sesuatu. Hana harus melihatnya sampai selesai. Dia harus tahu apa itu.
Dan inilah yang membuatnya merasa gila. Tiba-tiba awan yang sudah menghitam dan membentuk pusaran sempurna itu berpisah dengan pola teratur, seperti gelombang tsunami yang terhempas dari titik episentrum.
"Aku pasti ketiduran!" Hana mulai panik sambil meremas rok birunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri KESATRIA BINTANG (✔)
Fantasy[BOOK #1 COMPLETED | BOOK #2 ONGOING | Fantasi] UPDATE SETIAP MINGGU Karya ini dilindungi UU Hak Cipta No.28 Tahun 2014. "Bagaimana rasanya menjadi asisten cowok yang bisa menenggelamkan Bumi dengan banjir bandang?" "Oh, menyebalkan sekali. Mau co...