BOOK I - Bagian 05

1.2K 159 10
                                    


'Ya ampun Pak, panaas! Pidatonya enggak usah lama!' batin Hana kesal.

Hana berdiri di baris keempat. Tangan kanannya sangat setia melindungi kedua matanya dari sinar matahari yang menyengat. Dari tadi dia sudah diperingatkan oleh senior koordinator lapangan untuk bersikap siap. Tapi tetap saja Hana melindungi matanya dengan jari. Terik matahari membuat kelenjar air matanya terus memproduksi cairan asin.

"Sabar ya," bisik Ana di samping kanannya.

Hana mengangguk saja, padahal dia ingin segera membuat tenda.

Agar panas, lelah dan kesal itu hilang, Hana berusaha memikirkan sesuatu yang mungkin membuatnya sibuk dalam dunianya sendiri. Oh ya, cincin itu! Dia menyentuh benda itu di saku celananya sebentar. Sebenarnya dia masih penasaran. Apa benda ini yang menyebabkannya bisa melihat fenomena aneh itu?

Ketika Hana menyentuh bagian pinggirnya, terdengar bunyi klik disana. Sontak jantungnya berdebar-debar saat beberapa pasang mata yang mendengarnya langsung menatap Hana. Ana mengamatinya dan menyenggol lengannya saat seorang senior sedang berjalan menuju ke arah barisan mereka. Hana kembali ke posisi siap seolah tidak terjadi apa-apa.

Hana mengancingi bibir ketika senior itu tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya. Kenapa senior itu harus berdiri di depannya? Apa dia mendengar suara klik tadi?

Cincin di saku celana Hana kembali bergetar pelan. Hana begitu gatal ingin menyentuhnya. Benda itu sedang melakukan apa sih? Bagaimana kalau benda itu bom? Bisa gawat! Jangan-jangan getaran itu hitungan mundur. Tapi kalau dia mengeluarkannya sekarang, senior di depannya akan mengambilnya. Hana takut kalau dia akan gila ketika keanehan terjadi.

"Kak," bisik Hana hingga senior itu menoleh padanya. "Aku ingin ke toilet."

"Tahan lima menit lagi, ya dek! Tunggu sampai Pak Kepsek selesai berbicara di depan," kata senior itu dengan sopan walau wajahnya terlihat judes.

Hana benar-benar harus mencari ide lain. Bagaimana kalau... "kak, kayaknya ada yang jatuh di depan deh. Mungkin tiang bendera."

Benar saja. Kakak senior itu berjalan maju untuk mengeceknya. Kali ini Hana mengambil cincin itu dari sakunya dan meletakkannya di telapak tangannya.

Kedua matanya terbelalak begitu melihat permata cincin itu mengeluarkan layar tembus pandang berwarna biru sebesar jari. Layar itu berkedip dengan tulisan merah yang berbunyi Dark Dimension.

"Hana! Kamu lagi apa!?" pekik Ana. Tidak hanya Ana, teman-teman disekeliling Hana ikut menatapnya dengan ekspresi kaget. Pasti karena cincin berlayar ini. "Lho, bukannya itu cincin buat ayah kamu?"

"Maaf, Ana. Nanti aku jelasin," kata Hana.

Hana menekan layar bertuliskan Dark Dimension itu. Seketika terdengar bunyi gemuruh di sekelilingnya. Semua orang di sekelilingnya melihat ke arahnya. Kemudian mereka menghilang ditelan kegelapan dan tergantikan oleh daratan merah yang gersang dan mengerikan.

 Kemudian mereka menghilang ditelan kegelapan dan tergantikan oleh daratan merah yang gersang dan mengerikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seri KESATRIA BINTANG (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang