Hana mendapati dirinya berdiri di padang rumput yang hijau. Sejauh mata memandang, tempat ini seperti Wisata Perkemahan Puncak, tapi tidak ada bangunan disekitar sini. Hanya ada padang rumput dan danau yang disinari cahaya matahari.
Hana melangkah menuju tepi danau. Tempat ini begitu sunyi sampai dia bisa mendengar desiran angin yang menggerakkan daun-daun rumput.
"Hana," panggil suara Ana dari belakangnya. Hana melirik ke belakang dan mendapati kedua sahabatnya ada disana. Hana langsung berlari memeluk Ana sambil menangis keras.
"Maaf! Gara-gara aku, kalian berdua—" Hana tidak sanggup bicara lagi saat tangisannya meledak. Ana berusaha menenangkannya dengan mengelus rambut hitam Hana.
"Duh, kebiasaan deh. Bukannya kamu yang bilang kita bertiga sahabat sejati sampai mati?" gerutu Amin. Hana menatap sahabat laki-lakinya yang berdiri disampingnya. Dia terlihat ceria dan optimis seperti biasa. "Kamu ini memang kepoan. Tanpa kamu, kita tidak akan tahu teror itu dari mana datangnya."
"Tapi—"
"Semua ini bukan salahmu, kok," kata Ana. Senyumannya bagaikan mentari pagi yang hangat. "Berjuanglah! Kami yakin kamu bisa." Suaranya yang lembut perlahan menghilang. Hana berteriak sambil mencengkram lengannya, tapi semuanya lenyap.
Hana membuka mata dan mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang tampak asing. Ruangan ini tidak terlihat seperti rumah sakit. Ada lampu meja disampingnya yang memendarkan cahaya selembut bulan, ada karpet berbentuk daun yang beriak seperti air, ada lagi benda-benda asing seperti bola kaca, dekorasi cahaya di setiap dinding dan deretan toples berisi cairan warna-warni. Disini tidak ada tiang dengan cairan infus yang menggantung ataupun layar yang menampilkan status detak jantung.
Hana kembali menangis. Sulit untuk mempercayai kalau percakapan tadi hanyalah mimpi. Hana melihat Ana dan Amin terlihat bahagia di alam sana. Padahal mereka mati karena dirinya. Lalu dia terjebak disini sampai tidak bisa datang ke pemakaman mereka.
Seseorang membuka pintu. Hana segera menghapus air matanya. "Apa kau menangis?" tanyanya. Hana meliriknya dan kaget kalau wujudnya bukan hewan. Dia seorang pria berkacamata dengan jas putih yang tampak lusuh. Pria itu berjalan menghampiri Hana dan mengamatinya sambil tersenyum.
"Namamu Hana kan?" tanyanya. Hana mengangguk. Kemudian dia menyeret sebuah kursi untuk duduk di sampingnya. "Aku turut berduka cita atas kematian kedua temanmu."
"Terima kasih," kata Hana terbata-bata.
Dia mengambil tisu dari atas meja dan memberikannya pada Hana. "Mereka membawamu kesini setelah penyerangan itu."
Mereka yang dia maksud mungkin keenam hewan itu. "Kamu siapa?"
"Namaku Aiko. Aku pemimpin disini," jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri KESATRIA BINTANG (✔)
Fantasy[BOOK #1 COMPLETED | BOOK #2 ONGOING | Fantasi] UPDATE SETIAP MINGGU Karya ini dilindungi UU Hak Cipta No.28 Tahun 2014. "Bagaimana rasanya menjadi asisten cowok yang bisa menenggelamkan Bumi dengan banjir bandang?" "Oh, menyebalkan sekali. Mau co...