Satu

850 69 63
                                    

Seorang gadis bernama Leana yang akrab disapa Ana itu berjalan dari gerbang menuju kelasnya yang berada di depan sana. Untuk sampai di kelas, ia harus melewati lapangan SMA CEMPAKA yang amat luas. Sinar mentari menyentuh pori-pori kulitnya seolah-olah menyapa selamat pagi. Ana mempunyai suatu hal dalam dirinya yang selalu membuat orang-orang tertarik padanya, gaya rambut. Rambut Ana indah sekali.

Ana mempunyai rambut yang panjangnya sepunggung, lurus, warna cokelat muda, dan sangat wangi. Hal itu telah diakui oleh sahabat baiknya yang bernama Kemala. Oh iya, jangan lupakan poni dua sisi sampingnya yang begitu cantik menutup jidatnya yang putih bersih.

Di saat Ana berjalan di sepanjang koridor yang bernuansa putih gading, tiba-tiba Ana merasakan getaran handphone miliknya. Ana tak langsung mengecek notifikasi apa yang baru saja masuk, tapi ia menunggu ketika sampai di kelas saja.

Setibanya Ana di kelas, ia melihat suasana kelas yang sudah cukup ramai. Ana adalah murid yang tiba di kelas dengan jam normal, tak terlalu awal dan tak terlalu akhir. Ketika gadis itu sudah duduk di kursinya, ia menaruh tasnya dan mengecek handphone yang bergetar tadi.

REO
An, kamu sudah sampai?

Ana tak membalas pesan itu sampai suatu ketika ia membiarkan pesan itu dibacanya tiga menit yang lalu. Kemudian ia mengetikkan kata-kata pada keyboard handphone miliknya untuk membalas pesan Reo, pemuda yang mencintai Ana tanpa melibatkan rahasia.

LEANA
Sudah, barusan aja sampai. Kamu di mana?

Tak menunggu waktu lama, dua garis abu-abu berubah menjadi biru. Reo mengetikkan kata-kata untuk membalas pesan dari Ana.

REO
Di perempatan dekat sekolah. Saya mampir ke kedai sebentar buat beli nasi.

LEANA
Ngapain, memangnya kamu belum sarapan?

Pesan Ana tak berubah warna garisnya, pemuda itu juga sudah tidak online. Ana menyimpan handphonenya kemudian membuka buku yang menjadi pusat perhatiannya selama dua hari ini. Buku itu tebal, berjumlah 300 halaman dan sudah ia rampungkan sampai halaman 289.

Seiring berjalannya waktu, kelas 10 BAHASA A telah hampir dipenuhi oleh seluruh murid-murid. Sampai suatu ketika jam menunjukkan pukul 07.15 WIB, Reo datang dengan sekantong nasi yang ia beli tadi.

"Saya tau kamu belum sarapan. Dimakan sampai habis, ya. Nanti gak fokus kalau perutnya kosong."

Ana mengalihkan pandangannya dari buku mendongak melihat wajah Reo. Pemuda itu berdiri sambil menunduk karena posisi Ana yang duduk.

"Tau dari mana sih, Reo? Mam ngasih tau kamu, ya?"

"Tidak. Saya tau sendiri."

"Saya gak mau, deh. Merepotkan kamu."

"Kan bukan kamu yang nyuruh belikan, tapi saya sendiri yang bergerak membelinya. Masuk akal, kan? Kamu tidak merepotkan saya."

"Tapi kan kamu belikan nasinya karena tau saya belum sarapan."

Reo tersenyum. Mereka menjadi perhatian satu kelas yang tersenyum masam. Aneh sekali rasanya, Ana yang tidak peka selalu saja mendapatkan perhatian mendalam dari seorang pemuda yang baik tutur katanya itu dan tampan rupanya itu. Hati selalu memberi teka-teki, selalu menarik diri pada hati lain yang cenderung tak mempunyai perasaan yang sama dengan perasaan kita.

Narasi Patah Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang