Dua Puluh Enam

310 41 55
                                    

Siang itu setelah pulang sekolah, Kaisar langsung pulang menuju rumahnya. Kejadian hari ini, di mana Ana dikurung di gudang, membuat ia akan bertindak. Kaisar takkan tinggal diam, ia akan membalas perbuatan manusia-manusia yang menyakiti Ana.

Sesampainya di rumah, Kaisar menuju kamar, mengganti seragam SMA lantas membersihkan diri, mandi. Handuk melilit tubuh Kaisar yang menutupi bagian pusar sampai lutut. Ia mengambil kaos hitam, celana hitam, dan jaket hitam kemudian ia pakai.

Kaisar turun dari kamarnya, berjalan cepat menuju halaman depan rumah dan menaiki motor lalu melaju dengan cepat. "Lihatlah apa yang akan terjadi pada mereka, Lea. Saya takkan tinggal diam." katanya, mengizinkan kata-kata itu hilang terbawa angin di belakang.

***

Sementara itu, di sebuah kamar yang rapi nan sejuk mata memandangnya, seorang gadis duduk dengan kaki terjulur dua-duanya ke depan, memeluk bantal, bersandar di kepala tempat tidur, memandang jauh ke jendela kamar dengan pikiran yang berkecamuk soal peristiwa yang tadi pagi ia alami.

Ana mengubah posisi tubuhnya, melempar bantal yang ia peluk lantas bangkit dari posisinya tadi. Ana berjalan menuju meja belajar, mengambil sebuah pulpen dan buku.

Peristiwa Pagi Itu

Saya baru mengenal abang kelas bernama Kaisar itu tidak lebih dari setengah tahun. Dia baik dan perhatian, juga sangat tampan. Dia mempunyai teman, namanya, ah, saya malas menulisnya. Temannya itu cewek, suka pada Kaisar, tapi Kaisar sendiri tidak.

Memangnya salah saya ya, kalau seandainya, Kaisar menyukai saya bukannya malah menyukai teman baiknya itu? Tapi, saya tidak pernah merasa kalau saya merebut Kaisar darinya, bahkan, kini saya tau, tau kenapa saya tak punya jawaban saat Kaisar menyatakan rasa sukanya pada saya dan meminta saya mau tidak jadi pacarnya? Ya, karena memang, saya tak pernah berharap menjadi pacarnya.

Saya juga punya teman baik. Namanya Reo, saya tak pernah merasa cewek lain mendekatinya membuat saya merasa seolah dia merebut Reo dari saya. Saya tak pernah menuangkan semangkok bakso padanya, menyembunyikan sepatunya, apalagi ... mengurungnya di gudang.

Apa saya berhak atas diri Reo? Tidak bukan? Makanya saya tak mau menyakiti cewek lain yang dekat dengannya. Pun Reo, dia tak pernah menyakiti cowok lain pabila seorang cowok dekat sama saya, dia selalu baik pada saya dan orang-orang terdekat saya jikalau memang, ia ... punya rasa pada saya.

Untuk saat ini, saya tak mau mengenal apa-apa lagi, saya hanya ingin Reo dan Kemala, teman dan sahabat baik saya.

Jakarta, 2019

Menaruh pulpen, Ana menutup buku itu dan kemudian mengambil buku pemberian Kaisar saat mereka ke pameran dan menaruhnya di tong sampah, agar ... buku itu ditaruh di gudang.

Ana berjalan menuju tempat tidur, mengambil handphonenya yang untungnya tidak kenapa-kenapa bersama tasnya.

LEANA
Re, saya sayang banget samamu.

Ana melempar handphone itu ke kasur, deg-degan, apa yang barusan ia ketikkan?

REO
Maaf, An, saya biasa aja.

Bibir Ana menyatu, ia diam, malu sekali. Tak lama Reo kembali mengirim pesan, tapi, sebuah foto.

Senyum Ana mengembang. Reo memberi sebuah foto berisi wajah Reo yang nyatanya, tak sama dengan pesan yang ia kirim tadi. Jari Reo mengatakan tidak, tapi foto Reo berkata lain, dengan gambar ala kadarnya, Reo membuat garis berupa rona-rona merah pada pipinya, seolah ia malu akan pesan yang Ana kirimkan. Ana tertawa lebar.

Narasi Patah Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang