Dua Puluh Lima

396 42 48
                                    

Telah satu jam lebih Ana terkurung di gudang belakang sekolah dengan kondisi tangan serta kaki yang terikat dan mulut yang sengaja diberi lakban agar gadis itu tak dapat berteriak. Ia ingat siapa dua pemuda itu, pemuda-pemuda yang membuatnya pingsan walau sempat melawan meskipun tak berlangsung lama.

Cowok sialan. Saya yakin mereka kelas 12.

Seandainya Ana pergi bersama Reo ... pasti Ana takkan berada di gudang itu saat ini. Harus pada siapa Ana menceritakan keluhannya kala ini? Ah, hampir saja lupa. Tuhan, Ana bisa meminta apa saja pada-Nya, meminta segalanya pada Tuhan, takkan membuat ia kecewa apalagi menyesal.

Ya Allah, Ana mau keluar. Ana, takut di sini sendirian, hawanya seram sekali. Berilah Ana perlindungan-Mu.

Membiarkan waktu berjalan, Ana memilih diam. Hanya jawaban dari doa yang ia panjatkan yang dapat ia harapkan saat ini. Ana yakin, siapa saja pasti bisa menemukannya di sini. Ana tak boleh putus asa, Ana yakin Reo tak tinggal diam.

Setelah kejadian ini, dapat dipastikan Ana takkan lagi datang ke sekolah lebih awal. Ana akan datang ke sekolah pada pukul 07.15-07.30 WIB, ia kapok. Masih untung kedua pemuda itu tidak menyakiti dan tidak kurang ajar padanya, setidaknya Ana tak perlu merasa takut.

Tapi ... gudang ini benar-benar menyeramkan.

***

Dari rekaman CCTV, Kaisar dapat melihat kalau dua pemuda yang membuat Ana pingsan itu membawa gadis itu ke arah belakang sekolah. Kaisar harus bertindak cepat, ia harus menemukan Ana duluan sebelum seseorang menemukan gadis itu.

Kaisar pergi ke belakang sekolah, memikirkan tempat-tempat yang sekiranya dapat masuk akal untuk mencari tahu di mana Ana berada. Kaisar pikir; tempat yang jauh dari murid-murid atau kerumuman warga sekolah, tempat yang tak terpakai dan sepi, mungkin adalah jawaban yang tepat; di mana Ana berada?

Pikiran Kaisar berkelana, kalau iya, mereka mengurung Ana di area sekolah, kalau tidak, bisa saja mereka membawa Ana pergi entah ke mana. Sial, kalau sampai Ana kenapa-kenapa, ia akan menghambisi siapa saja yang terlibat.

"Mau ke mana, buru-buru amat?"

Langkah Kaisar terhenti, ia menoleh ke kiri, mendapati Narendra yang duduk sambil merokok. Gayanya tenang sekali, senyum miring tercetak di bibirnya, seolah sikap itu meledek Kaisar secara tidak langsung.

"Saya rasa kamu gak begitu penting untuk tau, kamu kan ... cowok gak berguna." ucapan Kaisar membuat Narendra tertawa hebat, ia menggeleng tak habis pikir.

"Gak kebalik? Yang gak berguna itu dirimu, memang mau ngapain? Mau nyari Ana, mau jadi pahlawan kepagian, terus, mau membuktikan sama Shea kalau Ana adalah cewek yang kamu suka? Tolol."

"Berengsek." umpat Kaisar. Tak butuh waktu lama, ia telah menemukan pola kejadian ini, ia paham, ia paham pada apa yang terjadi. "Memangnya gayamu banget, ya? Melukai cewek lain demi mendapatkan cewek yang kamu kejar? Cih, gak berkelas banget."

Kaisar melangkah lebar-lebar, ia memilih menghindar dari Narendra sebelum pemuda itu mengajaknya berkelahi dan terkesan membuang waktu untuk menemukan Ana. Narendra mengeraskan rahangnya, ia dan Kaisar tak ada ubahnya. Mereka sama-sama mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi.

Hanya saja Kaisar agak berbeda, sejak awal, ia tak pernah menyukai Shea, bahkan telah menolaknya tanpa memberi kesempatan.

"Sialan, saya tampak seperti pecundang." demi Shea, Narendra telah rela jika ia diberi hukuman untuk mempertanggungjawabkan rencana jahatnya pada Ana.

***

Ana menunduk karena lelah sekali rasanya, bibirnya pucat, gadis itu belum sarapan karena tidak suka, walau ibu sudah memaksa. Pukul 08.18 WIB, belum ada yang menemukan dirinya sampai saat ini. Tubuh Ana benar-benar kepanasan, gerah. Pintu terbuka, tiga gadis memasuki ruangan.

Narasi Patah Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang