Kaisar memarkirkan motornya di pekarangan rumah Shea. Ia memasuki rumah yang pintunya terbuka lebar itu. Kecemasan Kaisar semakin menjadi ketika nama Shea yang ia teriaki tak kunjung disahut. Kaisar berjalan menuju dapur, ruang keluarga, halaman belakang rumah, dan kembali ke ruang tamu. Percuma, Shea tak ada di mana-mana kecuali ... di kamarnya?
Langkah kaki Kaisar berjalan menuju tangga lantai dua di mana kamar Shea berada. "Shea? Shea? Kamu di mana, ini saya!" teriaknya agar gadis itu mendengarkan suaranya.
Setibanya Kaisar di depan kamar Shea, Kaisar mengetuk pintu kamar itu. Tak ada sahutan, Kaisar memegang gagang pintu dan membukanya kala pintu itu rupanya tak dikunci. Kaisar menemukan kesepian, tak ada siapa-siapa di kamar itu.
Ketika Kaisar berjalan lebih dalam memasuki kamar yang dominan berwarna merah muda itu, tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Kaisar hampir saja serangan jantung mendadak, ia mendengar suara Shea yang nyaring sampai ke telinganya.
"Saya kangen banget sama kamu! Saya sudah tebak, kamu pasti datang. Kamu khawatir sama saya, kan, Kai?" Shea mengeratkan pelukannya di punggung Kaisar, memejam matanya kala kehangatan yang ia dapatkan dari pelukan itu terasa nyaman.
Mata Kaisar berputar tanda bosan. Ia membalikkan badannya menghadap Shea yang mana artinya pelukan Shea terpaksa terlepas. Gadis itu mendongak menatap Kaisar yang memasang ekspresi datar.
"Jangan sendirian di rumah saya bilang kan, Shea? Kalau Bi Eka ke pasar kamu ikutin aja, syukur gak kenapa-kenapa, kalau terjadi apa-apa? Gimana?"
"Maaf, ya, Sayang. Kalau saya ikut Bi Eka, siapa yang temanin kamu di rumah ini nantinya? Saya kan mau ketemu sama kamu. Saya kangen berat." Shea berujar ceria, mengambil kedua tangan Kaisar ke dalam genggaman tangannya tanpa gamak. "Kamu kangen sama saya, hem?"
Pertanyaan Shea membuat Kaisar membuang napas berat. Ia menunduk melihat gadis itu yang tampak benar-benar rindu padanya. Mata Shea tampak bercahaya dengan girang.
"Saya kangen kamu yang dulu. Shea, yang menjadi teman baik saya." Shea menunduk, bahunya melorot. Hal itu membuat Kaisar ikutan sedih walau Shea tak menyatakannya. Ia tahu apa yang gadis itu rasakan saat ini.
"Memang salah ya kalau kita mempunyai perasaan di antara hubungan pertemanan? Salah kalau saya suka samamu, Kai?"
Kaisar tak dapat berkata-kata. Ia diam dengan posisi tangan keduanya yang masih bertahan dalam genggaman. Tiba-tiba Kaisar melepas genggaman tangan Shea menjadi ia yang menggenggam tangan Shea. Ia menatap gadis itu lurus-lurus.
"Perasaan itu gak pernah salah, Shea. Selagi tidak melewati batasan. Saya menganggap kamu teman baik, tidak tau kalau suatu saat itu bisa berubah? Tapi itulah yang saya rasakan."
Shea mendongak, menatap wajah Kaisar yang tampan sambil melempar senyum. "Saya tunggu waktu baik itu, Kai. Saya tunggu kamu mengubah perasaan itu."
Shea kembali memeluk Kaisar, membawa pemuda itu dalam pelukannya yang terasa takut kehilangan. Kaisar diam beberapa saat sampai suatu ketika ia mengelus puncak kepala Shea yang menempel di dada bidangnya.
Batuk yang terjadi pada Shea membuat pelukan mereka terlepas. Wajah Shea tak seperti biasanya, ia kelihatan sakit. "Kamu sakit?"
Shea menggelengkan kepalanya, "Gak apa-apa kok, batuk biasa, Kai." katanya.
"Wajah kamu pucat, Shea." Shea memberi senyum maklum, tertawa kecil sambil memegang tangan Kaisar.
"Biasa. Kalau kangen samamu, memang mudah sakit." Kaisar menggeleng, Shea terlalu menyukai dirinya berlebihan. Karena rindu pada Kaisar, Shea sampai sakit. Hanya tidak jumpa beberapa hari, ia sudah jatuh sakit. Bagaimana kalau tidak jumpa selamanya? Mati sajalah Shea rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi Patah Hati
RomansaAneh sekali rasanya, Ana yang tidak peka selalu saja mendapatkan perhatian mendalam dari seorang pemuda yang baik tutur katanya itu dan tampan rupanya itu. Hati selalu memberi teka-teki, selalu menarik diri pada hati lain yang cenderung tak mempunya...