#25

15K 1.2K 4
                                    

Seminggu menjelang ujian.

Dean benar-benar belajar dengan tekun untuk ujian. Karena menurut Dean tidak ada kewajiban yang harus dirinya lakukan selain belajar, sekolah lalu lulus.

Seperti biasa Dean, Azre, Daniel dan Rehan berkumpul namun bukan lagi di kantin ataupun di taman melainkan di perpustakaan.

Namun jangan salah sangka, mereka bertiga hanya duduk bermain hp dengan berbisik-bisik. Yang memegang buku hanya Dean.

Dean pun tidak peduli, mengetahui identitas asli mereka yang bukan manusia biasa. Mungkin ujian bukanlah hal penting yang harus dipedulikan.

"Setelah ujian kamu bakal ikut Jordan, De?" tanya Azre.

Dean menggeleng pelan, "Abis lulus."

"Ya pasti kamu lulus sih." kata Daniel.

Rehan tertawa kecil, "Tanpa ujian juga pasti lulus De."

"Kenapa begitu?" tanya Dean.

"Pengen tau aja atau pengen tau banget?" ledek Daniel.

Dean menutup bukunya, lalu mendaratkan bukunya ke kepala Daniel. Daniel meringis sambil mengusap kepalanya.

Rehan dan Azre yang menyaksikan hanya bisa tertawa sambil menahan suara yang ditimbulkan.

Karena diperpustakaan dilarang berisik.

"Sebenernya aku lumayan takut sih, aku kan masih muda masa udah mau menikah? Apalagi bukan dengan manusia biasa." Dean menghela napas pelan, "Aku memang mencintai Jordan, tapi aku gabisa pungkiri fakta kalo dia bukan manusia biasa." lanjut Dean.

"Tujuan hidupku hanya hidup normal, sekolah, kuliah, lalu kerja." jelas Dean.

Rehan mengangguk pelan, "Semua bakal baik-baik aja De, kita bakal jagain kamu terus dan juga setelah menikah kamu masih bisa kuliah kerja asal dapet izin dari Jordan."

Azre mengangguk setuju, "Omongin sama Jordan, dia pasti ngerti."

"Kenapa ga kalian aja yang coba bilang ke Jordan? Kalian kan temennya." ujar Dean. Karena Dean takut dirinya banyak menuntut kepada Jordan, jadi dirinya sedikit ragu untuk menyatakan hal itu.

"Udah gila, yang ada kita jadi serigala panggang." celetuk Daniel.

Azre tertawa kecil, "Deana Quinzel, Jordan itu Alpha kita."

"Kita sama sekali gak punya hak memberikan saran tanpa diminta, apalagi berbicara topik internal mengenai mate-nya." jelas Azre.

Dean menghela napasnya, dirinya sangat frustasi.

"Sepertinya aku akan gagal diujian nanti karena memikirkan hal ini." ujar Dean.

"Tidak akan." jawab Rehan, Azre dan Danil secara kompak.

Dean memutar bola matanya dengan malas.

Memikirkan Jordan, pasti dia tidak ada sekitar sini. Melihat ketiga temannya yang membuntutinya dan tidak ada kemunculan Jordan sedari pagi. Sudah pasti bahwa Jordan tidak hadir.

Meski begitu ketika pulang sekolah atau sore Jordan pasti akan mengunjunginya.

Dean menganggap dirinya benar-benar sudah tidak normal.
Terkadang Dean menganggap hal yang terjadi di dirinya hanya mimpi yang indah. Akan tetapi semua itu nyata.

Entah lah bagaimana Dean mengatasi rasa kebingungan didalam dirinya.

Tidak dalam waktu lama Dean akan memandang status sebagai istri, bahkan luna disebuah kastil.

Mengingat bahwa dirinya dan Jordan belum begitu lama saling mengenal ini sangat terlalu cepat.

Dean sendiri tidak mengerti, mengapa dirinya bisa dengan mudah seperti terjadi begitu saja.

Dean yang susah membuka diri dengan orang baru tapi ketika bersama Jordan seolah tidak ada rasa atau apapun yang menghalangi.

Dengan senang hati Dean menerima kehadiran Jordan. Merasa nyaman, aman dan tenang.

Disisi lain Jordan sedang berkutat diruang kerja dengan banyak sekali berkas dan permohonan dari bangsanya.
Tidak lupa juga mengingat pangkatnya sebagai Alpha yang belum bersama Luna, membuat Jordan mendapatkan banyak undangan dari kastil-kastil lain.

Ingin sekali Jordan melarikan diri lalu bertemu dengan Dean. Akan tetapi dia tidak bisa meninggalkan kewajiban seorang pemimpin begitu saja.

Beberapa saat lagi Jordan akan menghadiri rapat dengan para tertua. Jordan benar-benar muak dengan rapat ini. Karena hanya membahas sedikit tentang permasalahan dan lebih banyak membahas tentang pernikahan dirinya.

Mereka berbicara seolah Jordan tidak menginginkan pernikahan ini. Padahal dengan senang hati Jordan melakukan hal itu. Jika tiba-tiba besok juga pun akan Jordan lakukan.

Akan tetapi Jordan tidak egois dan menunggu keputusan Dean. Tidak peduli dengan perkataan para tertua meskipun muak mendengar hal berulang kali.

Karena Dean adalah prioritasnya. Kebahagiaan Dean adalah prioritasnya. Jadi presetan dengan ucapan mereka.

Saat Jordan tengah sibuk dengan berkasnya seseorang mengetuk pintu.

Pintu terbuka dengan pelan.

"Alpha, Raja Zico ingin bertemu dengan anda." Sabian membungkuk dengan hormat.

Lalu masuklah seorang pria dengan jubah merah dan mahkota merah dengan aura yang sangat gelap.

Jordan menoleh tersenyum miring, "Ada keperluan apa raja vampir datang menemuiku?"

Pria bernama Zico yang kini berdiri dihadapan Jordan tertawa, "Bagaimana lagi? Melihat temanku yang belum menemukan pasangannya, sangat menyedihkan."

Mereka berdua tertawa kecil lalu bersalaman layaknya jika sepasang teman yang sudah lama tidak bertemu.

"Sangat merepotkan mengetahui bangsa kalian memiliki mate yang ditakdirkan." ujar Zico.

"Hm, tapi aku sangat bahagia karena hal itu." ucap Jordan sambil meminum jamuan yang disediakan.

"Padahal aku kesini ingin mengajukan perjodohan dengan adikku Alin, ya jika kau kepikiran untuk mempunyai dua pasangan akan tetap berlaku." jelas Zico.

"Sial atas dasar apa kau berani mengatakan hal itu, tentu saja tidak akan terjadi." jawab Jordan.

Zico tertawa sambil menepuk punggung Jordan, "Hanya bercanda, saudara macam apa aku memberikan adikku kepada mu? Kau pikir aku sudah gila?"

"Jadi apa tujuan mu datang kesini?" tanya Jordan.

Ekspresi wajah Zico kini berubah menjadi datar dan dingin.

"Sejarah bangsa kita sangat kelam, dan saat kita memimpin kita coba untuk membuat air dan minyak menyatu, seperti yang kau tahu pasti air dan minyak tidak akan menyatu secara merata." jelas Zico.

Kini suasana antara dua insan menjadi mencekam.

"Kita bisa mengatur karena kita yang terkuat berada diposisi pemimpin dan memiliki hubungan yang baik, akan tetapi bagaimana dengan generasi setelah kita?" lanjut Zico.

Jordan mengangguk pelan, "Tapi bukan kah itu masih terlalu dini? Apa kau berniat untuk mati cepat?"

"Kau memang seorang bedebah Jordan." celetuk Zico.

"Aku mengatakan hal itu karena entah tiba-tiba terpikirkan saja, akan kah bangsa kita kembali kemasa kelam lagi? Saling berperang satu sama lain dan semacamnya. Jadi aku tidak ingin memikirkan hal itu sendiri makanya aku mengatakan kepadamu." ucap Zico.

Jordan tidak habis pikir kenapa dirinya bisa berteman dengan raja vampir seperti Zico.

"Brengsek membuang waktu ku, pergi sana sialan."

Zico tertawa kencang, "Hei hei apakah seorang teman tidak boleh berkunjung? Lagi pula salah siapa yang terlalu kaku."

#TBC

The WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang