#32

13.1K 1.3K 11
                                    

Saat ini Dean berada di kamar milik Jane, dirinya dilarang bertemu dengan Jordan.
Entah karena alasan apa Dean tidak tahu.

Suasana sangat hening, tidak banyak orang berlalu lalang. Semua pintu dikunci.

Jendela di kamar Jane juga ditertutup dengan rapat, seperti situasi genting.

Beberapa saat kemudian Jane terlihat kesakitan, dan meringis.

Jane terus berteriak kesakitan, sesekali dia menggigit bantal untuk menahan jeritannya.
Jane terus menggeliat sambil meringis.

"Jane? Kamu kenapa?" tanya Dean.

Dean ingin menghampiri Jane, namun Jane dengan cepat menggeleng dan menyuruh Dean untuk menjauh.

Terdengar banyak lolongan serigala bersautan.

Bahkan Jane juga sesekali melolong.

Setelah beberapa menit Jane mulai tenang, Dean maju secara perlahan.

Jane mencoba untuk menetralkan napasnya.

"Minum lah." Dean menepuk pundak Jane dengan pelan, lalu memberikan segelas air untuknya.

"Terimakasih Dean."

Dean mengangguk sebagai jawaban.

Auuuuu~

Lolongan yang sangat keras tiba-tiba muncul membuat Dean terkejut bukan main.
Bahkan saat diruangan bersama Jane, lolongan Jane masih bisa dinormalisasikan.

Dean melirik takut ke arah Jane.

Jane mengerti, "Itu suara kekasihmu, jangan takut."

Jordan? Apa dia merasakan hal yang sama seperti Jane?

"Sebenarnya apa yang terjadi?"

Jane mengajak Dean untuk melihat ke jendela.

Bulannya berwarna merah.

Pertama kali untuk Dean melihat bulan seperti ini, cantik. Dean takjub melihat warnanya.

"Malam ini adalah momen langka setelah ratusan tahun lamanya. Setiap werewolf yang belum melakukan penandaan dengan mate-nya akan merasakan sakit yang luar biasa, berubah menjadi ganas dan agresif. Aku punya sedikit kemampuan untuk meredakan sisi ke agresifanku, sangat berbanding tebalik dengan Alpha." jelas Jane.

Dean memasang raut wajah yang sulit diartikan. Jadi lolongan itu adalah lolongan penderitaan?
Atau bagaimana?

Terdengar suara lolongan yang sangan kencang lagi. Apa itu suara Jordan lagi?

Dean benar-benar tidak mengerti.

"Seberapa sakit?"

"Seperti dicambuk menggunakan pecut api."

Jane melihat Dean yang terkejut mencoba untuk mencairkan suasana.

"Aku bercanda, lebih baik kita tidur karena sudah malam."

Dean hanya mengangguk patuh.

Dengan diiringi lolongan sebagai pengantar tidur, sudah jelas itu tidak akan membuat Dean tertidur.

Mendengar lolongan yang semakin kencang membuatnya sedikit khawatir dengan kondisi Jordan.

Gelisah, itu yang Dean rasakan. Perasaanya tidak tenang.

Sedangkan Jane disampingnya sudah terlelap terlihat sangat lelah setelah melalui apa yang tadi ia rasakan.

Haruskah Dean pergi melihat Jordan?
Sudah dini hari, dan hanya tersisa lolongan Jordan yang terus bergema.

Membulatkan tekat untuk memberanikan diri bertemu dengan Jordan. Dean pasti bisa.

Saat keluar dari kamar Jane, Dean lupa akan satu hal.
Bahwa dirinya belum menghapal kastil ini.
Akhirnya Dean menyadari betapa bodoh dirinya.

Tanpa mengetahui arah, Dean hanya mengikuti suara lolongan yang dirinya dengar.
Terus menyusuri lorong, menaiki anak tangga satu persatu.

Sampai akhirnya, Dean sampai didepan salah satu ruangan.

Jelas ini bukan kamarnya. Dean terdiam didepan pintu. Haruskah dia masuk atau tidak?

Suara lolongan itu semakin keras.

Dean mengetuk pintu, "Jordan, kamu didalam?"

"JANGAN MASUK DEANA!" terkejut mendengar Jordan berteriak kepadanya, untuk pertama kalinya.

Dean semakin khawatir, mencoba untuk mendorong paksa pintu besar dihadapannya.
Terus mendorong dengan sekuat tenaga, sampai terbuka sedikit Dean memaksa masuk sebelum akhirnya pintu tertutup kembali.

Ruangan ini, sangat berantakan. Banyak perlengkapan yang hancur, bahkan lukisan didinding dipenuhi cakaran.

Jordan dipojok ruangan meringkuk kesakitan.
"Sial! Apa yang kau lakukan disini?!"

Kini Jordan mengambil tali dan coba mengikatkan dirinya disisi ruangan.

Dean mendekat secara perlahan, "Aku ingin membantumu."

"ARGH! JANGAN MENDEKAT! TIDAK ADA YANG BISA DIBANTU! PERGI DEANA PERGI!"

Jordan meringis kesakitan, terlihat banyak sekali luka lebam ditubuhnya. Kenapa bisa Jordan sangat parah seperti ini sedangkan Jane tadi tidak seperti Jordan.

Dean yang melihat Jordan merintih kesakitan juga seperti ikut merasakan sakit.

"ARGHH!" Jordan berteriak dengan sangat kencang.

Jordan menangis, "Ku mohon pergi Deana, aku tidak ingin dibenci olehmu."

Dean berpikir tentang penjelasan Jane tadi, apa Jordan seperti ini karenanya? Dean adalah mate-nya, menolak untuk melakukan penandaan, penyatuan dan menikah. Ya, Dean memang sangat bodoh.

Jelas semua ini terjadi karena dirinya.

Dean menunduk, tak kuasa menahan bendungan air mata.

Jordan mengalami rasa sakit dan luka yang sangat banyak karena dirinya.

Apa salah Jordan padamu Dean? Sampai kau tega melakukan hal ini padanya.

Jordan yang selalu siap siaga menjaganya, memperlakukannya seperti seorang ratu, mencintai dengan tulus. Yang kau lakukan hanya terus menolaknya.

Beribu tahun Jordan dapat menemukan mu, setelah bertemu tidak diacuhkan, tetap berusaha dan dengan sabar menunggu mu sampai lulus, ini kah balasanya Deana Quinzel?

Semua kata kata ini bermunculan dibenaknya, Dean benar-benar merasa dirinya sangat kejam kepada Jordan.

Jordan terus menjerit.

Dean berjalan secara perlahan ke arah Jordan.
Tanpa memperdulikan semua kata yang keluar dari mulut Jordan untuk menjauhinya.

Jordan teduduk lemas dilantai sambil menahan rasa sakit.
Dean ikut duduk berlutut dihadapan Jordan.

Dean melihat banyak luka lebam disekujur tubuhnya, Dean mengelus luka-luka itu. Seolah ikut merasakan sakit yang Jordan alami.

Dean mengecup bibir Jordan sekilas, "Maafkan aku."

Dengan pelan Dean membukakan tali yang terikat ditangan Jordan.

"Tidak Deana jangan dilepas, ARGH!"

Dean menangkup wajah Jordan, "Sayang, lakukan yang seharusnya kamu lakukan padaku, aku siap."

Dean mengarahkan wajah Jordan ke pundaknya, mempersilahkan Jordan untuk melakukan penandaan.

Dengan cepat Jordan menggigit pundak Dean, Dean merasakan sengatan yang luar biasa akan tetapi coba untuk menahannya. Dean terus mengelus-elus bagian belakang kepala Jordan untuk menenangkannya.

Setelah itu bekas gigitan itu membentuk tanda seperti tato yin dan yang.

Jordan kini menetralkan napasnya, tenggorokannya terasa perih dan luka dibadannya juga mulai menimbulkan rasa sakit kembali.

Sedangkan Dean kini pingsan dipelukan Jordan.

"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu."

#TBC

The WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang