#44

11.7K 924 14
                                    

Dean's POV

Aku terbangun dari tidurku. Melihat ke sekeliling, mencari keberadaan Jane yang seharusnya berada disini bersama ku. Tapi aku tidak melihat seorang pun.

"Jane? Kamu dimana?"

Aku memeriksa ke dalam kamar mandi dan tidak menemukannya.

Ada rasa khawatir yang muncul karena mengingat situasi yang lumayan genting saat ini.

Mungkin dia sedang memeriksa sesuatu aku akan menunggu disini. Karena Jane bilang untuk tidak pergi jauh darinya.

Tapi kenapa malah Jane yang pergi dariku?

Aku terus menunggu sampai berjam-jam dan Jane tidak kunjung datang.

Aku membuka jendela, ternyata dia disana.

Jane melambaikan tangan ke arahku, dan menyuruh ku pergi ke bawah.

"Aku?" aku menunjuk diriku sendiri.

Lalu Jane mengangguk.

Padahal kemarin ia bilang kalau diluar sedang tidak aman. Tapi mungkin situasi sudah berubah.

Aku tersenyum ke arahnya memberi isyarat untuk tunggu sebentar.

Kemudian aku menutup jendela sejenak dan mengambil jubah bertudung tipis untuk bersiap pergi keluar.

Saat aku memegang knop pintu, kepala ku tiba-tiba sangat sakit.

"Dean, Dean, Dean!"

Seseorang seperti memanggil namaku terus menerus.

Aku menggelengkan kepalaku, Aku tidak boleh berlama-lama karena Jane sedang menungguku.

Saat aku membuka pintu, hembusan angin besar tiba-tiba menerjang ke arahku.

Dan pandanganku gelap. Aku menutup mata.

Kepala ku pusing. Aku berusaha untuk bangun meski sedikit sulit.

Ketika aku bangun, aku berada diruangan yang berbeda.
Kamar dengan nuansa merah.

Aku melihat ke sekeliling dan ini sangat asing. Dimana aku?

Seseorang membuka pintu, "Arnes?"

Lalu ia tersenyum, "Ya, bagaimana keadaanmu?"

Aku sedikit bingung, kenapa aku bisa sampai disini? Dan apa yang sebelumnya ku lakukan? Kepalaku sangat sakit.

"Kepalaku sakit, bagaimana aku bisa disini?" tanyaku.

Arnes mengangkat bahunya, "Aku melihat mu pingsan dipinggir jalan, dan aku tidak tahu rumahmu."

Jadi seperti itu, tapi kenapa aku pingsan?

Arnes menuangkan segelas air yang berada dinakas. Dan memberikannya kepadaku.

"Minumlah agar kepalamu tidak sakit lagi."

Aku tersenyum dan menerima gelas itu, "Terimakasih."

"Aku harus segera pulang, besok kita harus pergi sekolah." kataku.

Arnes menggeleng, "Tenang saja, besok hari libur kok De."

Kemudian Arnes membantuku merebahkan diri, "Lebih baik kau istirahat dulu."

Tapi bukannya mama akan khawatir kalau aku tidak segera pulang?
Aku hanya diam, kepala ku sangat sakit dan berat.

Arnes sudah pergi meninggalkanku sendiri.

Aku memegang kepala ku, dan saat itu aku sadar. Aku memakai cincin.

Cincin siapa ini? Sejak kapan aku menggunakan cincin dijari manis?

Aku memperhatikannya, kemudian melepasnya. Saat aku perhatikan disana terdapat ukiran, "JD 18-05"

Apa ini? Bahkan digelangku juga terukir huruf J dan D.

"Akh!" Kepala ku benar-benar sakit seperti ditusuk-tusuk jarum.

Hatiku merasa hal yang sangat menjanggal. Seperti tidak tenang dan aneh.

Aku tidak nyaman dengan diriku sendiri.

Aku menaruh cincin itu dinakas.

Karema aku tidak ingin menggunakam cincin yang bukan milikku, jariku terasa kosong. Bahkan aku sangat ingin memakainya kembali.

Tapi itu bukan milikku, apakah aku pencuri?

Aku memandangi cincin itu, rasanya seperti merindukan seseorang. Mungkin aku merindukan mama.

Aku tidak tahan, aku mengambil kembali cincin itu dan memakainya. Jika aku bertemu pemiliknya dan ia meminta kembali, akan aku berikan.

Aku harus berpamitan kepasa Arnes dan segera pulang menemui mama.

Aku bangkit dari tempat tidur dan pergi untuk mencari Arnes.

Saat aku keluar kamar, terdapat foto-foto aku bersama Arnes di dinding.

Sejak kapan aku sedekat itu dengan Arnes? Dia hanya ketua osis disekolahku. Dan aku tidak ingat pernah berswafoto bersamanya.

Saat aku sedang melihat-lihat, Arnes muncul membawa nampan makanan.

"Kapan kita mengambil foto ini?" tanya ku.

"Ah itu, belum lama 2 hari yang lalu." kata Arnes.

Dan seketika sekelibat bayangan ingatan itu muncul, ah jadi saat itu.

"Aku harus segera pulang Nes, mama ku akan khawatir." kataku.

Tiba-tiba saja Arnes merangkul ku, "Tadi aku sudah menelpon mama mu untuk meminta izin." sambil mengajakku untuk masuk kembali ke dalam kamar.

Ah iya kemana ponsel ku? Aku pasti akan selalu membawa ponselku.

Aku melihat ke arah Arnes, perasaan ku sedikit kurang baik terhadapnya. Prasangka-prasangka buruk terus meliputi perasaanku.

Dan Arnes hanya tersenyum bodoh seperti biasanya.

Aku memakan makanan yang ia berikan.

Dan setelah itu aku merasakan kantuk yang luar biasa.

#TBC

The WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang