#31

13.1K 1.2K 0
                                    

Sinar pagi yang menerobos masuk melalui pantulan kaca jendela, membuat Dean terbangun.

Dean mengumpulkan kesadaran sebentar, sampai akhirnya dirinya ingat melihat Jordan berlumuran darah.

Dean segera bangkit dari tempat tidurnya, dan mencari Jordan.

Dean mengetuk pintu untuk mengisyaratkan penjaga yang berada diluar untuk membantunya untuk membuka pintu.

Pintu terbuka, melihatkan dua prajurit yang menunduk hormat.

"Jordan dimana? Bagaimana keadaannya?" tanya Dean.

Prajurit itu terlihat kebingungan, "Alpha tidak keluar dari kamar sejak semalam Luna."

"Jordan ada dikamar?"

Dean kembali masuk dan menutup pintu.
Mencari Jordan ke kamar mandi dan ruang wardobe namun tidak ada.

Apakah Jordan ada diruangan yang belum pernah Dean kunjungi?

Dean mengetuk pintu ruangan itu, "Jordan? Kamu didalam?"

Saat Dean menurunkan knop pintu, ternyata tidak dikunci.
Terlihat Jordan yang tengah duduk dikursi besar tengah meneliti sesuatu dengan sangat fokus.

Dean merasa lega saat melihat Jordan baik-baik saja. Dean menghampirinya, lalu segera memeluknya.

"Good morning, sayang."

Mendengar sapaan itu, Dean menduga kali ini dia adalah Justin.

Dean memeluk Justin dengan posesif seakan takut kehilangan.

Justin mengangkat tubuh Dean dan mendudukan tubuh Dean dipangkuannya.
Membalas pelukan Dean dengan hangat, menikmati aroma tubuh Dean yang memabukan.

Dean melepaskan pelukannya,
"Aku bermimpi buruk, aku melihatmu dipenuhi darah sangat menakutkan." kata Dean sambil berkaca-kaca.

"Maafkan aku sayang, hal itu tidak akan terulang." Justin tersenyum lalu mengecup bibir Dean sekilas.

"Jadi itu bukan mimpi?" tanya Dean memastikan.

"Tidak perlu dipikirkan, sekarang temani aku saja."

Justin menggendong Dean dengan perlahan dan lembut.
Merebahkan Dean diatas kasur milik mereka.
Justin juga ikut merebahkan diri.

Menarik Dean kedalam pelukannya, mengelus lembut rambut panjangnya. Dean adalah miliknya, tidak ada yang boleh menyentuh apalagi menyakiti seorang Deana Quinzell.

Dean juga memeluk Justin dengan erat, membenamkan wajahnya didalam dekapan Justin.

"Malam ini kamu harus tidur bersama Jane, aku tahu perjanjian konyolmu bersama Jordan dan aku akan menghargai keputusanmu, aku menyayangimu mate lebih dari siapapun, aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika dirimu membenci diriku." ujar Justin.

"Apa ada masalah?" tanya Dean.

Justin tersenyum lembut, "Tidak ada, semua baik-baik saja." lalu mengelus lembut dahi Dean.

Malam ini adalah bulan purnama merah, dan kali ini mungkun akan sangat menyiksa bagi Justin ataupun Jordan.

Karena dirinya sudah menemukan Mate namun belum melakukan mating.

Mungkin akan mudah jika mate-nya adalah shewolf yang sudah mengerti bagaimana keharusan sepasang mate.

Akan tetapi Justin mengerti Dean tidak tahu aoa-apa dan manusia menganggap pernikahan itu acara sakral.

Jika Dean saja menerimanya dengan suka cita, Justin juga harus bisa menerima dan menghargai apapun yang Dean putuskan.

Dean melihat mata Justin dengan hangat, mata elang yang biasanya berwarna coklat kini berwarna merah menyala.

"Mata yang indah, aku suka." Dean mengelus pelan pipi Justin.

Justin tersenyum, baru kali ini seseorang menyebut matanya indah.
Biasanya setiap orang akan ketakutan melihat mata merah ini.

"Hanya mata?"

Dean menggeleng, "Semuanya, aku suka."

Justin terkekeh kemudian menenggelamkan wajahnya ditekuk leher milik Dean.
Dengan sekuat tenaganya menahan untuk tidak melakukan penadaan sebelum menikah.

"Bagaimana kalau kita menikah besok?" tanya Justin.

Dean terkejut bangun dari tidurnya, "Hah? Tiba-tiba? Terlalu cepat Justin."

"Baiklah lusa."

"Apa bedanya?"

Justin menghela napas, "Lalu kau mau kapan sayang? Apa ada tanggal yang sudah kamu tentukan?"

Dean menggeleng pelan, "Entah, aku juga bingung."

Justin yang memiliki temperamental dan sangat sensitive paling tidak suka ditolak berusaha keras menahan dirinya dihadapan Dean.

"Hei bodoh, bangunlah aku sudah tidak sanggup." Justin mindlink Jordan.

Dan kini Jordan sudah mengambil alih tubuhnya.

Warna mata Jordan kembali normal, Dean dapat menebak jika itu adalah Jordan.
Dean jadi tidak enak hati dengan Justin.

"Justin marah padaku ya?" tanya Dean.

Jordan mengambil tangan mungil Dean lalu mengecupnya, "Sedikit, tapi tidak akan lama."

Dean menggigit bibir bawahnya, Justin pasti salah paham dengan perkataanya.

"Deana, tidak perlu khawatir Justin tidak akan bisa marah kepadamu." kata Jordan.

"Sampaikan maafku untuknya."

#TBC

The WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang