Guntur memberikan sebuah paper bag lagi kepadaku, dan membawa sebuah yang lain ke kamar mandi.
Aku memeriksanya, isinya sebuah clutch dan sepatu. Keduanya berwarna coklat tua, sangat serasi dengan gaun yang kukenakan.
Bersama kami keluar kamar menuju ke lounge, tamu kami sudah menunggu.Mata Pak Sastro seolah menelanjangiku, menjelajah dari puncak kepala, berhenti agak lama di dadaku, lalu turun ke bawah.
"Cantik," komentarnya dengan senyum dikulum.
"Juga pintar," imbuhnya setelah aku menjelaskan isi laporan keuangan perusahaan.
Perasaanku tidak enak melihat kedua lelaki itu bertukar kode dengan mata."Ayo, minum merayakan kerjasama kita," kata Guntur menuangkan minuman keras ke gelas berkaki tinggi.
"Maaf, Pak, saya tidak bisa minum minuman keras," kataku menolak.
"Oke, kupesankan jus jeruk, ya."
Dengan mudah Pak Sastro mengiyakan penolakanku, tanpa drama.Kupikir aku lolos dari perangkap mereka, ternyata baru separoh jus jeruk kuminum, kepalaku pusing.
Kedua lelaki itu mengantar ke kamarku. Tangan Guntur di punggung yang terbuka, terasa panas dan membangkitkan gairah. Ada yang tidak beres! Mereka pasti memasukkan obat perangsang di minumanku.Aku tidak minum setetespun minuman keras, tapi kondisiku seperti orang mabuk.
Guntur dan Pak Sastro ikut masuk ke kamar, aku terlalu lemah untuk menolak.Dibaringkan ke tempat tidur, Guntur menciumku, kedua telapak tangannya menangkup bukitku dan meremasnya. Aku hanya mampu mendesah.
Kurasakan dua tangan lain menyingkap gaunku dan melepaskan celana dalamku. Tangan itu menyibak semakku dan mengobok-obok guaku sampai basah.Tangan yang meremas-remas bukit masih belum berhenti, padahal ada dua jari bermain di bawah sana. Apakah aku dikeroyok Guntur dan Pak Sastro?
"Aaah!"
Aku berteriak ketika merasakan orgasme pertama, menggeliat melawan rasa nikmat. Ini salah! Bukan Zul yang bercinta denganku.Gaunku dilepaskan. Lalu kurasakan kedua kakiku diangkat ke pundak, dan seekor ular besar menerobos masuk ke guaku. Ular besar, kataku, karena ukurannya melebihi ular Zul. Ia bergerak lincah maju mundur sementara salah satu bukitku masih diremas dan ada mulut yang menghisap satunya.
Kenikmatan ganda yang kurasakan membuatku mengangkat pinggul mengimbangi pergerakan ular besar itu."Sial!" Pak Sastro memaki, "aku tak sempat menarik diri. Anak buahmu ini sangat nikmat, Guntur."
Dari ucapan itu aku tahu, atasanku yang mencium dan meremasku sementara Pak Sastro yang mengobok-obok di bawah.
"Berarti, Pak Sastro puas?" Guntur terkekeh.
"Sangat puas! Kira-kira mau nggak Sundari menjadi simpananku?"
"Harus ditanyakan langsung yang bersangkutan, Pak. Tapi perempuan ini selalu jual mahal, saya belum pernah berhasil mengajaknya makan siang, apalagi makan malam. Malam inipun bisa terjadi dengan dalih urusan pekerjaan."
"Mahal bukan berarti tak terbeli, kan?"
Kudengar gemerisik suara pakaian, lalu suara pintu terbuka dan tertutup.Cairan yang masuk ke tubuhku keluar lagi, ada tissue yang diusapkan mengeringkannya. Tak lama, seekor ular besar masuk. Kali ini dibarengi dengan ciuman dan remasan.
Gila! Aku dipaksa melayani dua lelaki sekaligus, dan yang kedua ini tak cukup sekali. Aku yakin dua orang yang berbeda. Walaupun ukurannya hampir sama, yang kedua ini lebih kuat, aku tertidur kelelahan.***
Ketika aku terjaga, fajar sudah menyingsing. Aku berbaring miring menghadap jendela dengan gorden yang terbuka lebar. Ada lengan dan tungkai yang memelukku dari belakang seolah aku guling.
Tidak nyaman dengan keringat yang telah kering di badan, dan yang agak lengket di paha, membuatku tidak nyaman. Perlahan aku melepaskan diri, bangkit dan membersihkan diri di kamar mandi.Aku tidak menangis. Percuma! Air mata tidak bisa membatalkan yang sudah terjadi.
Keluar dari kamar mandi, Guntur menghadang dengan tubuh telanjang dan senjata teracung. Ia mengangkatku, membanting ke tempat tidur.Aku lupa membawa pakaian ke kamar mandi, hanya memakai bathrobe. Dengan mudah atasanku itu membuka pahaku dan menyusupkan lidahnya menyibak semak-semakku. Lidahnya yang panjang berusaha masuk ke goaku, berusaha membangkitkan gairahku. Kujambak rambutnya, menarik kepalanya menjauh, namun aku kalah kuat. Sebentar saja aku telah basah, dan ia bangkit, menyeringai sambil memasukkan ular besarnya menggantikan lidahnya yang kasar.
"Aku tahu kau lelah, tidur saja sampai sore. Hari ini kita tidak ke kantor, nanti langsung pulang."
Aku menjawab dengan mendengkus.
Menjaga diri baik-baik sampai menikah, tak menyangka dalam semalam diperlakukan seperti PSK. Aku mengutuk Guntur di dalam hati.***
Untungnya Guntur dan Pak Sastro tak meninggalkan cupang, aku merasa aman pulang ke rumah.
Zul tidak mempermasalahkan aku menginap, tapi ibunya mengomel.
"Ndari, kamu itu kerja apa sampai tidak pulang?"
Aku terus memasak tanpa menjawab.
"Menantu nggak ada akhlak! Mertua bicara pura-pura tidak dengar!"
"Bu, sabaaar."
Zul berusaha menenangkan ibunya.
"Zul, istrimu itu ya .... Sudah boros, malas! Rusun kecil begini saja mencuci pakai mesin cuci, beli kulkas. Listriknya habis berapa?"
"Bu, toh tidak mengurangi uang yang kuberikan ke ibu."
"Token kita ya, sebulan lima ratus ribu. Mpok Lela cuma dua ratus loh, padahal tinggal berlima."
Aku menulikan telinga, bisa tambah ramai kalau kujawab."Dan kemarin kau tidak pulang, siapa yang memasak? Kau menyuruh mertuamu?"
"Buuu ...! Kita toh beli makanan, ibu tidak memasak."
"Zul, terus saja kaubela istrimu!"
"Bu, Ndari rela meninggalkan keluarganya yang kaya supaya bisa bersamaku."
"Justru itu! Kita harus mendidiknya hidup bersahaja. Penghasilanmu cuma berapa?"
"Bu, aku tak pernah memberikan uang belanja ke Ndari. Uang token, sabun cuci dan lain-lain, termasuk makanan yang dimasaknya, semuanya dibeli dari gajinya."Bukannya diam, mertuaku masih terus merepet.
"Mentang-mentang bisa cari uang, lalu seenaknya dihambur-hamburkan. Tetap harus hemat! Bagaimana nanti kalau sudah punya anak?"
Itulah, Bu, kataku dalam hati, aku tak mau punya anak."Maafkan ibu, ya, Sayang," bisik Zul sambil memelukku di kasur.
Tangannya sudah mulai gerayangan.
"Aku capai," keluhku, "datang langsung memasak, mencuci piring, dan mencuci pakaian."
"Kan dibantu mesin cuci?"
"Apa bisa cucian kering memanjat sendiri ke tali jemuran?"
"Kau kan gak tinggal berbaring, biarkan aku yang mengerjaimu."
"Tidak! Aku benar-benar capai!"Kemarin malam entah berapa ronde, malam ini aku ingin beristirahat.
***
Dua minggu kemudian Guntur memanggilku ke ruangannya.
"Aku mau BBS denganmu," katanya to the point.
Tentu saja aku menolak.
"Periksa ponselmu. Kau mau video itu kubuat viral?"
Astaga!Surabaya, 25 Februari 2022
#NWR
KAMU SEDANG MEMBACA
MEISYA DAN SUNDARI
Romanceditulis berdasarkan video di Facebook, disadur ke dalam cerita berlokasi di Indonesia. Tentang Meisya Sundari dari keluarga kaya berpacaran dengan Zulkifli dari kalangan bawah. Ketika sedang galau karena desakan keluarganya untuk menikah dengan reka...