15. MUSLIHAT ZEIN

159 29 2
                                    

POV AUTHOR

Zein semakin mengakrabkan diri kepada Kevin, menawarkan banyak kerjasama yang menguntungkan. Tentu saja tak mungkin ditolak. Akibatnya, mereka sering makan malam sambil membicarakan bisnis.

Karena pemuda lajang itu selalu datang tanpa pasangan, Kevin pun tidak membawa Meisya. Apalagi ia yakin lelaki itu berminat kepada istrinya. Caranya memandang dan mengajak bicara, membuat darahnya mendidih. Walaupun Kevin tidak mencintai Meisya, ia tak mau orang lain melirik miliknya.

Sementara itu Dwi mulai protes karena kedatangan suami sirinya ke Bekasi semakin berkurang. Makan malam bersama Zein membuat Kevin tak bisa mengunjungi cinta pertamanya. Ke sanapun, anaknya sudah tidur, padahal Meisya lebih menggairahkan untuk menjadi pelampiasan hasratnya.

Kebiasaan Kevin pulang ke Pantai Indah Kapuk terus berlanjut walaupun pulang kantor tepat waktu. Istri sahnya bukan hanya bisa memanjakan perutnya, tapi juga matanya dengan memakai pakaian kurang bahan.

***

Rina, sekretaris Kevin cuti melahirkan. Penggantinya masih muda dan sexy, berusaha menggoda sang boss. Pakaiannya berbelahan dada rendah, tinggi di atas lutut, kadang bahan blusnya transparan. Untunglah Meisya tidak kalah sexy, lelaki itu masih bisa bertahan.

Sampai suatu kali sekretaris baru ini memakai blus transparan tanpa bra. Puncak bukitnya yang mencuat menantang membayang. Ia sedang menunggu dokumen ketika Kevin berdiri dari duduk untuk keluar makan siang. Dengan sengaja digeserkannya dadanya yang membusung ke lengan sang boss.
"Apa maksudnya?" tanya lelaki itu tajam.
"Maaf, Pak. Saya tak sengaja."
Sang sekretaris menjawab dengan berani, lidahnya menjilat bibirnya sensual, dan kedua tangannya mengusap blus di bagian puncak bukit.
Ia tersenyum ketika Kevin duduk lagi, dikiranya godaannya berhasil, padahal tangan sang boss meraih pesawat telepon di meja dan menekan nomor ruang keuangan.
"Siapkan gaji sekretarisku, sebentar lagi dia ke sana mengambilnya."

Gadis itu sangat terkejut, tak menduga akan dipecat.
"Kau bisa ke bagian keuangan mengambil gajimu. Bereskan semua barang pribadi, lalu pulanglah. Tak usah bekerja di sini lagi."
"Sa ... sa ... ya ... dipecat, Pak?"
"Saya punya istri yang cantik dan sexy. Saya tidak butuh perempuan murahan sepertimu. Saya muak dengan usahamu menggodaku."
Kevin melambaikan tangan, memberikan tanda menyuruh keluar dari ruangannya.

Tidak mudah mencari sekretaris baru yang kompeten. Malamnya, Kevin mengeluh karena untuk pertama kalinya gagal berdiri.
"Maaf, Sayang," bisiknya memeluk sang istri, "aku banyak pikiran. Tadi aku memecat sekretarisku yang baru, ia mencoba menggodaku."
"Betulkah? Bukan karena aku sudah tak menarik lagi?"
"Kau masih sama menariknya seperti saat kita baru menikah."

Meisya tersenyum. Ia percaya, karena Kevin sudah jarang ke Bekasi. Kalaupun pulang larut, itu karena makan malam urusan bisnis, tak bertukar mobil.

"Kau kuliah, kan?" tanya Kevin, Meisya mengiyakan.
Setelah menjawab pertanyaan tentang jurusannya ....
"Maukah kau sementara menjadi sekretarisku? Rina baru dua minggu cuti melahirkan, bisnisku sedang menanjak. Aku butuh sekretaris."
"Ya!"
Meisya menjawab dengan gembira, punya alasan mengekor suaminya.

***

Suatu siang Zein datang ke kantor Kevin. Ia terkejut melihat Rina digantikan Meisya.
"Hai, Meisya, akhirnya kau bekerja juga." Ia menyapa dengan riang.
"Kevin butuh sekretaris sementara sampai Rina selesai cuti melahirkan," jawab perempuan itu dingin.

"Kevin ada?" Zein mengabaikan sambutan Meisya yang tak bersahabat.
"Sedang menemui rekanan di luar kantor, Pak Zein. Ada pesan?"
"Makan siang bareng, yuk," ajaknya tetap ramah, "aku yakin kau belum makan."
"Kevin membelikanku makan siang," tolaknya.
Namun perutnya berkhianat, berbunyi meminta diisi. Zein tertawa, menarik tangannya.
"Udah deh. Yuk!"
Terpaksa Meisya menurut.

"Meisya, aku mau minta maaf," kata Zein setelah waitress membawa catatan pesanan pergi.
"Untuk?" tanya Meisya, memandang tak mengerti.
"Semua yang telah kulakukan kepadamu."
Dengan susah payah perempuan itu menjaga ekspresi bingungnya.
"Sudahlah ... tak perlu berpura-pura kepadaku. Aku yakin, kau adalah Meisya Sundari, yang pernah bekerja sebagai Kepala Keuangan di kantorku."
Meisya tak menjawab, hanya memandang dingin.
"Aku sengaja melakukannya agar kau putus dari Papa. Tapi setelah kau menghilang, aku baru menyadari .... Aku mencintaimu, Meisya."
Perempuan itu tetap bergeming.

"Ceraikan Kevin, dan menikahlah denganku."
"Bukannya mudah kau mencari perempuan yang mau menjadi istrimu?"
"Aku cuma mau kamu, Sayang," ujarnya mengelus punggung tangan Meisya.
Perempuan itu cepat menarik tangannya.

***

Tiap hari Zein datang mengunjungi Meisya saat Kevin tidak di kantor. Perempuan itu berusaha menolak diajak keluar makan siang. Pemuda itu tak kehilangan akal, ia membawa makanan.
"Kevin, aku mulai terganggu dengan kunjungan Zein," keluh Meisya, "bisakah kau tidak keluar kantor di jam makan siang?"
Seharusnya bisa, tapi semesta tidak mendukung, selalu ada rekan bisnis yang mengajaknya bertemu siang hari.

Kevin ingin melindungi Meisya, tapi urusan bisnis lebih utama. Hal ini sangat menguntungkan Zein.
Suatu hari ia menjebak lelaki itu untuk pertemuan bisnis sore, yang tidak bisa mengajak istrinya, karena harus menunggu telepon dari rekanan lain.

"Kau percaya Kevin setia?" pancing Zein, "yang bersamanya sekarang ini cewek loh."
"Aku gak masalah. Lelaki kaya sudah biasa bermain di luar," tangkis Meisya dingin, "yang penting, aku sebagai istrinya tetap setia, tetap mendukungnya."
"Tapi saat itu kau menjadi simpanan Papa dan tidur denganku."
"Sudah kukatakan, aku tak pernah bekerja di perusahaanmu. Tak kenal kau maupun Papamu."
"Aku masih yakin kau Meisyaku."
"Terserah. Kalau kau seyakin itu, percuma kan, aku membantah?"

"Mau kemana?" tanya Zein mengekor Meisya yang membawa tas meninggalkan ruangannya.
"Pulang. Sudah jam tutup kantor."
"Ayo, ikut aku. Kutunjukkan padamu, Kevin tidur dengan perempuan lain."
Meisya memeriksa lokasi mobil suaminya, masih tidak berubah sejak jam tigaan tadi, tetap di hotel Sari Pacific. Ia mencoba menghubungi Kevin, ingin mengabarkan ia akan pulang duluan naik taxi online.

"Halo," suara perempuan dengan manja menjawab, "dari siapa, ya? Mas Kevin tertidur kelelahan ...."
Meisya menutup telepon tanpa menunggu yang di seberang menyelesaikan kalimatnya. Zein tersenyum di sebelahnya, sepertinya sepupunya telah menjalankan tugas dengan baik.
"Pak Zein, saya terima tawaran Bapak menangkap basah perselingkuhan Kevin."

Sepanjang perjalanan, Meisya diam cemberut. Zein tersenyum puas, tak berusaha menghiburnya.

"Tunggu di sini," kata lelaki itu begitu memasuki lobby.
Ia menuju ke resepsionis dan kembali membawa kunci kamar yang ditinggalkan sepupunya. Di lift, ia mengirim pesan tanpa setahu Meisya. Perempuan itu sibuk dengan pikirannya sendiri, tidak memperhatikan Zein.

Sampai di kamar tersebut, Zein membuka pintunya, dan dengan tidak sabar Meisya mendahului masuk dengan ponsel di tangan metode merekam.

Surabaya, 8 Maret 2022
#NWR

MEISYA DAN SUNDARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang