Tara tak bisa tidur diam dalam satu posisi. Awalnya ia berbaring membelakangi Zein, tapi ketika ia terjaga, wajahnya menghadap dada telanjang berotot. Dan ada tungkai terselip di antara kedua pahanya, pakaian tidurnya tersingkap hingga pinggang. Yang lebih menyedihkan, kancing baju tidur yang berderet di bagian depan, separohnya terbuka. Bukit mengkalnya terpampang jelas, walaupun puncaknya masih tertutup. Gadis itu memakai bra dari kain tipis warna nude berperekat, sepintas seperti telanjang.
Dengkuran halus di atas kepalanya menjelaskan pelaku yang membuka kancing pakaian ketika ia terlelap.
Melepaskan kedua kakinya dari jepitan tungkai Zein, Tara memutar badannya, membelakangi pemuda itu lagi. Diam-diam ia menutup kancing-kancing yang terbuka.Beberapa jam kemudian Tara menggeliat meregangkan tubuhnya, lalu terkejut. Ada lengan melingkari atas pinggang, telapak tangan besar itu menggenggam bukitnya.
"Shit!"
Ia memaki pelan. Lelaki ini berusaha membangunkan gairahnya.Gadis itu sedikit menyesal memberikan kesempatan kepada Zein. Bagaimana lagi? Ia juga butuh belaian lelaki, sudah agak lama ia berpuasa.
***
Zein sudah ngelaba ketika Tara tidur pulas, tapi ia tidak puas, ia ingin bercinta dengannya.
"Apakah kau masih perawan?" tanya Zein ketika sarapan.
Gadis itu langsung menghentikan makannya, nasi goreng di piringnya baru dimakannya tiga sendok.
"Mengapa?" tuntutnya menatap pemuda di hadapannya.
"Hanya menduga," Zein tersenyum, "karena kau tak bereaksi ketika kugerayangi."Tara tertawa.
"Gila kau! Kita baru sekali bertemu, dan kau ingin bercinta? Mimpi!"
"Tapi ... kau menggodaku ...."
"Apanya menggoda?"
"Kau mengundangku datang ...."
"Salah?"
"Sudah larut malam, Tara. Dan kau memakai baju tidur tipis, memamerkan lekuk tubuhmu. Aku lelaki normal, tentu saja ingin menidurimu."
Tara tertawa, ia tak meneruskan sarapannya. Seleranya hilang.Bel berbunyi, gadis itu membuka pintu.
"Valent?"
"Sayang, aku menjemputmu keluar sarapan."
Tamu itu meraih pinggang Tara dan mengecup pipinya, lalu terkejut melihat Zein.
"Kupikir masih pagi, ternyata ada yang bergerak lebih cepat mendahuluiku."
Valent tertawa masam, lalu masuk ikut duduk bersama mereka. Melirik nasi goreng di piring Tara, lalu menariknya, menyuap menghabiskannya."Sendoknya bekas Tara," dengkus Zein.
"Nggak masalah," Valent tertawa, "ini ciuman tidak langsung."
Pemuda itu menoleh ke arah gadis yang sedang menyodorkan secangkir kopi. "Kuantar?"
"Kemana?" tanya Zein.
"Ke hotel tempat Mama menginap."
"Kok Mama kamu tidak tidur di sini?"
Tara hanya tersenyum, tidak menjawab."Aku pergi duluan," pamit Zein dengan berat hati.
"Makasih, Valent," kata Tara setelah Zein keluar dan menutup pintu.
Valent memeluk dan mencium pipi Tara, "apa sih yang nggak buat sepupu kesayanganku?"
Gadis itu hanya tertawa.
"Sekarang ceritakan kepadaku, apa rencanamu berikutnya?"***
Sementara itu, Zein uring-uringan seharian di kantor. Hatinya diamuk cemburu melihat kedekatan Tara dengan Valent. Ia yakin Tara adalah Meisya yang dicintainya, tak rela diambil Valent atau kembali kepada Kevin.
Mengingat rekan bisnisnya, ia pun mengajaknya makan siang."Kok sendirian? Nggak mengajak nyonya?" tanya Zein menyambut Kevin.
"Kami sudah bercerai," jawab Kevin setelah mereka memesan makanan.
"Oh ya? Ada masalah? Kulihat kalian berdua pasangan serasi."
"Kami menikah karena dijodohkan. Aku sudah punya perempuan yang kucintai, dan baru saja melahirkan anak keduaku."
"Tak pernah ditampilkan?"
"Dwi tinggal di Bekasi. Di depan umum, istriku adalah Meisya, karena itu kuatur supaya ia tak pernah hamil. Aku ingin tubuhnya tetap elok dipandang." Kevin tertawa.
"Meisya marah dan minta cerai setelah tahu tentang Dwi tahun lalu. Ia pergi ke Perth."
"Tak ingin menikah lagi?"
"Tidak. Aku hanya perlu mengesahkan pernikahan siri dengan Dwi ke KUA. Sudah punya dua anak, sekarang istriku bisa menjaga tubuhnya untuk mendampingiku ke acara-acara resmi."Zein menduga-duga. Meisya baru setahun pergi ke Perth, sedangkan Tara sudah lama di sana. Berarti, dua gadis itu bukan orang yang sama?
"Apakah Meisya kembar?"
"Setahuku ia anak tunggal. Mengapa?"
"Beberapa hari lalu aku berkenalan dengan perempuan yang sangat mirip Meisya .... Kau mau kupertemukan?"
"Nggak ah," tolak Kevin, "aku sudah tak perduli dengannya."Namun Zein yang perduli.
Pemuda itu kecewa atas tanggapan Kevin. Ia menginginkan Tara, tak mau mengakui gadis itu bukan Meisya.***
"Tara!" Valent menelepon dengan panik, "keluarga Tara mencarimu."
"Lalu ...? Apa masalahnya?"
"Wajahmu kan berbeda? Dan kau tak ingat apapun tentang mereka!"
"Operasi plastik karena wajahku rusak berat ketika kecelakaan. Dan aku amnesia. Gampang, kan?"
"Kau terlalu sibuk dengan rencanamu, lupa belajar akting seorang yang amnesia!"
"Biarin aja."
Tara tertawa.***
Zein sedang makan malam di sebuah restoran, sendirian.
Ia membelakangi sebuah meja bundar besar dikelilingi sepuluh orang.
Awalnya ia tak memperhatikan, sampai mereka menyebut dua nama, lalu dua kata kunci. Valent, Tara, pertunangan dan pernikahan.Pemuda itu menoleh, ia melihat Valent duduk bersebelahan dengan Tara, tampak bahagia. Sepertinya, di samping Tara adalah dua kakaknya beserta pasangan masing-masing, disusul kedua orang tuanya, bersebelahan dengan orang tua Valent.
Hati Zein patah. Ia yakin Tara adalah Meisya."Bagaimana? Tak usah pakai pertunangan, langsung saja menikah," usul kakak Tara.
"Bang," tolak Tara, "aku masih belum ingin menikah."
"Tidak bisa!" Papa Valent menolak, "kalian sudah tinggal bersama satu apartemen. Kalau sampai Tara hamil, akan mencoreng nama baik keluarga kita."
"Kami tidur di kamar terpisah, kok, Pa."
"Kalau tidak tidur?" goda kakak ipar Tara.
Mereka tertawa keras, tidak menyadari ada hati yang membara tak jauh dari situ.***
Zein mengetuk pintu apartemen Tara tapi tak kunjung dibukakan. Ketika kesabarannya habis, pintu terbuka, wajah bantal Valent yang muncul.
"Hai, Zein. Maaf, aku belum bangun tadi."
Pemuda itu membuka daun pintu lebih lebar, mempersilakan tamunya masuk.
"Kau tinggal di sini?" tanya Zein, Valent mengiyakan, "kupikir ini apartemen Tara."
"Ia tak punya rumah lagi. Kupinjamkan unit ini untuknya selama ia di Jakarta."
"Sekarang, Tara dimana?"
"Pulang ke rumah orang tuanya di Bandung.""Jadi ... Tara memang bukan Meisya?" tanya Zein setelah duduk di sofa ruang tamu.
"Ya, bukanlah!" Valent tertawa, "apa masalahnya, sih?"
"Aku mencintai Meisya. Tak menemukan dia, aku sekarang terpikat Tara. Tapi ... sepertinya ia akan menikah denganmu ...."Valent tersenyum lebar. Rencana Tara berhasil, Zein berhasil dipikatnya. Sayangnya, sekarang ia mulai menyayangi Tara, tak rela menyerahkannya kepada Zein.
Surabaya, 31 Maret 2022
#NWR
KAMU SEDANG MEMBACA
MEISYA DAN SUNDARI
Romanceditulis berdasarkan video di Facebook, disadur ke dalam cerita berlokasi di Indonesia. Tentang Meisya Sundari dari keluarga kaya berpacaran dengan Zulkifli dari kalangan bawah. Ketika sedang galau karena desakan keluarganya untuk menikah dengan reka...