Dengan kesal Valent memakai pakaiannya kembali.
"Maaf, Tara, aku ada urusan."
Tak rela tapi harus, lelaki itu meninggalkan kloningan Meisya. Padahal nafsunya sudah di ubun-ubun, apalagi membayangkan sensasinya, apakah ada bedanya bercinta dengan Meisya dan kloningannya.Tara justru merasa lega. Perempuan itu hanya menginginkan Kevin saat ini. Rasa sesak di dada membuatnya menelepon Meisya mengajak bertemu.
"Aku ke apartemenmu saja. Boleh?" tanya Meisya yang disetujui Tara."Valent hampir memperkosaku," Tara mengadu.
"Dua minggu lalu ia sudah memperkosaku."
"Hmmm .... Apakah ia juga perkasa seperti Zul?"
Meisya tertawa. Kedua perempuan itu cekikikan mendiskusikan lelaki-lelaki yang singgah dalam hidup mereka.Meisya dan Tara asalnya satu. Kisah sebelum dikloning, mereka punya pendapat yang sama, tapi berikutnya pengalaman hidup keduanya berbeda. Kevin yang mendapatkan keperawanan Tara, sedangkan Meisya melakukannya dengan Zul.
"Kevin lebih unggul," kata Tara membandingkan Kevin dan Zul, dua lelaki yang pernah tidur dengannya.
"Oh ya?"
"Zul menang di ukuran dan kemampuan, tapi harta? Ck! Blom lagi ibunya. Huh!" Tara memantapkan pilihan, "selama bisa kembali bersama Kevin, aku tak sudi hidup dengan Zul."
"Urusan sex, aku lebih suka Zein," kenang Meisya, "tapi tak mungkin kan menikah dengannya? Ayahnya pasti tak setuju."
"Karena kau pernah jadi simpanannya?"
Meisya mengangguk."Bagaimana cara kita menghindari Valent?" Tara agak ngeri kejadian di butik terulang.
"Aku sudah mengundurkan diri dari kantornya. Aku akan mencari Zein. Kau bisa pulang ke orang tua Tara, lalu minta Kevin datang melamarmu."
"Butik? Kau tahu, aku tak berminat berkarir."
"Mariska bisa mengurusnya. Aku akan memantau dari jauh."Valent ke kantor dan kecewa. Urusan yang di katakan penting oleh Rina ternyata bisa ditunda.
Kembali ke butik, Tara sudah pulang dan ia tidak tahu apartemen perempuan itu. Ponselnya mati. Hasrat yang tak terlampiaskan membuatnya uring-uringan.
Lalu Valent pergi ke apartemen Meisya. Sampai lama ia mengetuk, tak ada yang membuka pintu. Ponselnya juga off. Hampir saja dibantingnya ponsel mahal di tangannya.
"Kemana sih Tara dan Meisya?" gerutunya meninju setir mobil.***
Besoknya Tara menghubungi orang tuanya.
"Mama, Papa. Bolehkah aku pulang?"
"Tentu saja, Nak. Mengapa harus bertanya?"
"Karena aku amnesia. Tak ada ingatan tentang kalian. Kalau Valent tidak cerita, aku tak tahu masih punya orang tua."Johan dan Lina menyambut baik kedatangan Tara. Ada rasa yang berbeda ketika memeluk putri bungsunya, tapi mereka menepis pikiran itu, mengira perasaan itu muncul karena wajah Tara yang dioperasi plastik setelah kecelakaan.
Lina berusaha menggali ingatan Tara dengan membongkar album lama, menunjukkan foto-foto masa kecilnya hingga lulus SMA. Bahkan Johan memanggil pulang kedua kakak Tara yang tinggal di Surabaya dan Semarang. Ia berharap ketika berkumpul sekeluarga, ingatan Tara akan pulih.Sayangnya kedua anak lelaki Johan tak bisa datang, yang muncul justru lelaki lain.
"Tara ...."
Lelaki itu menatap Tara dengan mata berkaca-kaca.
"Kau .... Kau masih hidup, Sayang."
Ia mendekat, bermaksud memeluk, namun tubuhnya ditarik menjauh.
"Jangan dekat-dekat, Bram!"
Valent yang baru datang memeluk sepupunya posesif.'Valent!" Bram berusaha meraih tangan Tara, "atas dasar apa kau menghalangi kami? Tara adalah kekasihku."
"Kekasih yang sudah kautinggalkan!" ejek Valent.
"Kata siapa?"
"Tara meneleponku sambil menangis sebelum berangkat menuju ke Jakarta. Kaupikir bagaimana aku cepat menemukannya saat itu?"
Tara memegang kepalanya, berpura-pura sakit kepala.
"Tante Lina, tolong bawa Tara istirahat di kamar," pinta Valent kepada bibinya.Lalu ia mendekati Bram.
"Jangan kaukira aku tak tahu apa yang kaulakukan. Saat itu Tara hamil anakmu, kan?" bisiknya.
Bram terkesiap, tak menduga ada yang mengetahui rahasianya.
"Kau tak mau bertanggungjawab, karena itu kau membunuhnya!"
"Tidak! Tidak! Bukan aku."
Valent tertawa.
"Lalu ... siapa?"***
Bram dan Tara saling mencintai. Atas nama cinta pemuda itu berhasil meniduri kekasihnya berkali-kali. Tara tidak nyaman dengan hubungan ini, ia mengajak segera menikah, tapi Bram punya segudang alasan menunda.
Kesiapan mental untuk menikah dan kebutuhan biologis Bram tak sejalan. Ada ambisi yang belum diraihnya. Ia ingin punya rumah sebelum menikah.
"Papa bisa membantu," kata Tara.
"Aku keberatan. Rumah untuk anak istriku harus dibeli dari hasil keringatku," keukeuh lelaki itu.Agar segera dinikahi, Tara melakukan segala cara. Mulai ogah-ogahan bercinta, hingga sengaja menghentikan minum pil kontrasepsi. Harapannya, ia hamil dan Bram harus bertanggungjawab.
Karena Tara sering menghindari hubungan intim, Bram mulai mendua, mencari teman tidur lain. Kebetulan di kantornya ada perempuan jablay, yang membutuhkan pasangan tapi tak mau terikat komitmen.Ketika Tara menyodorkan tespek bergaris dua dan menolak aborsi, Bram mengeluhkannya kepada Siska. Saat itu, perempuan selingkuhannya itu mulai menginginkan Bram untuk dirinya sendiri. Disarankannya Bram untuk melakukan sabotase rem mobil Tara supaya terjadi kecelakaan.
Galau antara cintanya kepada Tara dan tubuhnya yang menginginkan Siska, Bram tak bisa berpikir jernih. Dilakukannya saran selingkuhannya.
Namun, pemuda itu tetap shock mendapat berita kecelakaan kekasihnya. Ia sangat menyesal, tapi tak ada yang bisa dilakukannya. Nasi telah menjadi bubur.***
Tara bersikap dingin terhadap Bram, seolah tak mengenalnya.
"Maaf, tapi aku benar-benar tak mengingatmu."
"Nggak apa-apa. Nanti pelan-pelan kau akan mengingat semua kebersamaan kita," sahut Bram, mencoba berbesar hati.Setiap hari pemuda itu menemui Tara, membuat Siska uring-uringan.
"Kau mengabaikanku!"
"Apa masalahnya? Kita tak punya hubungan apa-apa. Kau hanya selingkuhanku."
Betapa sakit hati gadis itu disebut sebagai selingkuhan.
"Kupikir setelah Tara menghilang waktu itu ...."
"Aku masih mencintai Tara, Siska, bahkan sampai sekarang."
"Tapi ... waktu itu ...."
"Waktu itu aku masih gamang. Sekarang aku sudah yakin. Aku akan melamar Tara dan menikahinya."Siska menjadi gelap mata, ditemuinya Tara.
"Kamu siapa?" tanya Tara, ibunya tak ada menyebut nama Siska sebagai temannya.
"Aku sekantor dengan Bram."
"Oh ya? Bram tak pernah menyebut namamu."
"Tentu saja!" Siska tersenyum culas, "karena aku cuma teman tidurnya."
"Oh!"
"Aku tahu ia juga tidur denganmu, sampai kau hamil ketika kecelakaan itu. Sementara itu, ia juga bersamaku ketika kau menolak melayaninya. Kau tahu, kan, seberapa tinggi libido Bram."
"Lalu, apa maksudmu menemuiku? Minta aku mundur dari hidupnya?"
"Ya!" Angguk Siska mantap.Tara tertawa getir.
"Dengar, ya, cantik, aku tak mau mundur. Terserah kau mau ngapain. Ingin pisahkan kami? Pengaruhi Bram untuk mundur."
"Dulu aku bisa bikin rem mobilmu blong, jadi ... sekarang pun aku bisa lakukan hal-hal tak terduga."
"Silakan saja," tantang Tara.Surabaya, 3 Juli 2022
#NWR
KAMU SEDANG MEMBACA
MEISYA DAN SUNDARI
Romanceditulis berdasarkan video di Facebook, disadur ke dalam cerita berlokasi di Indonesia. Tentang Meisya Sundari dari keluarga kaya berpacaran dengan Zulkifli dari kalangan bawah. Ketika sedang galau karena desakan keluarganya untuk menikah dengan reka...