PROLOG

532 60 6
                                    

"Sudah kupesankan Affogato dan fettucini aglio olio," kata Meisya, "atau kau ingin yang lain?"
Sundari menatap perempuan yang wajah dan tubuhnya sama persis dengannya, "tidak usah, itu saja. Terima kasih."

Yang membedakan mereka berdua adalah potongan rambut, pakaian dan asesoris.
Meisya berambut lurus sebahu dengan ujungnya ikal, gaun selutut yang dipakainya terlihat mahal, tas yang terletak di meja dekat minumannya berlogo LV. Sebaliknya Sundari mengenakan pakaian kerja, rok dan blus yang lebih sederhana, rambutnya diikat tinggi, menonjolkan leher jenjang bak Ratu Nefertiti.

"Bagaimana kehidupanmu?" tanya Sundari sambil mereka menikmati makan siang.
"Sempurna! Kevin memanjakanku, apapun yang kuinginkan selalu dibelikannya. Sebulan sekali aku diajaknya ke Singapore. Sementara ia mengurus bisnisnya, aku shopping." Meisya tersenyum bahagia, "bagaimana denganmu?"
Sundari menarik napas panjang.
"Pantas Mama dan Papa menentang hubunganku dengan Zul. Hidup pas-pasan itu ternyata tidak enak."
"Tapi kau dan Zul saling mencintai, seharusnya hidupmu bahagia," sergah Meisya.
"Ya, Zul mencintaiku, tapi penghasilannya sebagai driver ojol  tidak cukup untuk membayar pembantu. Pulang kerja aku sudah ditunggu setumpuk pekerjaan di rumah, mulai memasak, mencuci, membersihkan rumah .... Capai sekali," keluh Sundari.
"Gajimu? Tak bisakah membayar pembantu dengan gajimu?"
"Aku tinggal dengan mertua, ingat? Jangankan mempekerjakan pembantu, aku beli mesin cuci dan kulkas saja ngomelnya berminggu-minggu. Walaupun membelinya dengan uang gajiku, Mertuaku menganggapnya pemborosan."

"Bagaimana kalau kita bertukar tempat?" usul Meisya.
"Aku butuh waktu untuk merawat tubuhku, kulitku kusam dan kasar. Kevin pasti tahu."
"Minggu depan ia ke Eropa dua minggu. Waktunya cukup untukmu melakukan perawatan."

***

Dua minggu Kevin melakukan perjalanan bisnis ke Eropa, selama itu Sundari setiap hari ke salon. Hari pertama menggunting rambut dan cream bath, berikutnya facial dan terapi serum, dilanjutkan dengan manicure pedicure.
Saat Kevin pulang, Sundari sudah siap menyambutnya sebagai Meisya. Selain masalah kulit, yang lain tidak ada masalah. Semua yang Meisya tahu, ia juga mengerti.

"Sayang," bisiknya di pelukan Kevin setelah mereka melewati malam panas, "aku bosan menganggur di rumah, bolehkah aku ikut bekerja di kantor?"
"Tidak," tolak suaminya, "aku tak ingin kecantikan dan kemolekan tubuhmu tergerus kesibukan kantor."
"Aku jenuh," keluh perempuan itu.
Kevin menjawab keluhannya dengan cumbuan, dan mereka mengulang lagi kegiatan panas itu sampai pagi.

Sundari pikir Kevin ganas karena puasa selama dua minggu, ternyata sampai sebulan kemudian ia masih tetap sama. Tenaganya terjaga walaupun melakukannya beberapa kali setiap malam.
"Besok waktumu untuk suntik, ya," lelaki itu mengingatkan.
"Kau tak ingin punya anak?" tanya Sundari.
"Tidak denganmu," jawabnya dingin, "aku tak mau kau melar karena hamil, dan aku tak mau perhatianmu padaku terbagi."
"Kelak, siapa yang akan mewarisi kekayaanmu?"
"Aku punya kekasih, dia telah melahirkan seorang anak lelaki bagiku. Aku sudah tes DNA, bayi itu benar-benar darah dagingku."
"Hah?" Sundari terkejut.
"Setelah lulus SMA, ia akan masuk ke rumah ini. Saat itulah peranmu sebagai ibu dimulai."

Sundari sangat kecewa dengan kenyataan ini. Rumah tangga bersama Kevin sama peliknya dengan bersama Zul. Perempuan itu telah merasakan keduanya, tahu bedanya, dan tak satupun ingin dipilihnya.

Surabaya, 18 Februari 2022

MEISYA DAN SUNDARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang