21. MEISYA DAN TARA

134 24 0
                                    

Meisya asli yang menggunakan identitas Tara sudah tidak lagi membutuhkan kloningannya.  Ingin kembali ke identitas aslinya, karena itu ia pergi ke Puncak, mencari sang pertapa.

"Sudah dua hari kita mencari-cari tanpa hasil, Tara," keluh Valent.
Pecinta alam itu menemaninya mencari pondok misterius itu.
"Aku yakin di sekitar sini." Tara masih ngotot, "waktu itu aku berjalan ke arah hutan pinus, persis seperti yang kita lakukan kemarin."
"Nyatanya kita tak menemukan pondok itu! Bagaimana jalan pulangnya?"
"Sebentar ...."
Tara mengingat lagi titik ia naik angkot di jalan raya, menarik mundur route ke pondok itu.
"Harusnya di situ," tunjuknya, tapi tak ada bangunan, hanya semak di bawah pohon-pohon pinus.

"Kau yakin?"
Bukan Valent meragukan Tara, tapi banyak hal mistis tak kasat mata. Gadis itu mengangguk dengan yakin.
"Kalau begitu, kita dirikan tenda. Malam ini tidur di sini."

Tara pikir ia tak akan bisa tidur nyenyak, nyatanya mereka berdua seperti dibius, membuka mata ketika matahari sudah tinggi.
Gadis itu mendahului keluar tenda, dan berteriak kegirangan.
"Apaan, sih?" Valent menyusul sambil menguap. Tak ada binatang buas di situ, pemuda itu yakin Tara tidak dalam bahaya.

"Itu! Itu .... Pondoknya ...."

Berdua melangkah menuju ke bangunan kayu di antara pohon pinus, mereka berpapasan dengan perempuan tua yang dulu ditemui Tara.
Nenek itu tidak mengajak ke rumahnya, tapi ia mengatakan untuk kembali menjadi satu, harus membawa kloningannya bersama ke sana. Ada pengalaman hidup berbeda yang mereka jalani, tak bisa kelak selalu beralasan amnesia. Mereka harus datang berdua untuk menyatukan memori, sebelum memusnahkan sang kloningan.

Dengan gontai Tara mengajak Valent kembali ke Jakarta. Memikirkan cara memanggil kloningannya pulang.

***

"Meisya, apa kabar?"
"Ndari! Bagaimana kabarmu sekarang?"
"Aku sudah tidak bersama Zul, dan sudah mendapatkan identitas. Sekarang namaku Tara."
"Berarti aku bisa kembali ke Jakarta?"
"Apa yang akan kaulakukan di Jakarta?"
"Mmm ... kembali kepada Kevin?"
"Mengapa?"
"Aku tidak pede jadi wanita karir. Sejak awal kan aku tak pernah bekerja?"
"Aku akan pikirkan. Kamu jangan langsung berangkat."
"Oke."
"Meisya, memangnya kau tidak betah di Perth?"
"Terus terang, aku lebih menikmati hidup di Indonesia."
"Misalnya tidak bersama Kevin ...."
"Mengapa kau keberatan?"
Tara tidak bisa menjawab.

Beberapa hari kemudian Meisya menelpon Tara, ia sudah di bandara Perth akan terbang ke Jakarta.
Tara meminta tolong Valent menjemput karena ia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya.

Pemuda itu terkesan dengan Meisya. Gadis itu lebih lembut daripada Tara yang dominan.
Setelah mengantarkannya ke apartemen Tara, ia menemui Meisya asli.
"Tara, apa rencanamu setelah memusnahkannya?"
"Aku akan hidup sebagai Meisya dan membuka butik. Tidak lagi bekerja kantoran."
"Bagaimana dengan asset-assetmu?"
"Apartemen itu sewa. Ruko untuk butik itu juga sewa."
"Kepemilikan butik? Merk bajunya?"
"Pelanggan-pelanggan belum ada yang bertemu denganku, tidak masalah."
"Karyawan?"
"Mereka mengenalku sebagai Meisya, bukan Tara."
"Bagaimana dengan keluarga Tara? Kau sudah bertemu mereka satu kali."
"Aku akan meminta maaf, setelah aku sembuh dari amnesia, ternyata aku Meisya, bukan Tara."

"Tara," Valent sakit kepala, "bagaimana kalau aku membawa Meisya ke Surabaya? Tidak perlu memusnahkannya."
"Aku mau hidup sebagai Meisya!"
"Tukar identitas kalian. Dia pergi bersamaku sebagai Tara."

Meisya tidak setuju.
"Aku mau hidup di Jakarta!"

***

Sementara itu Zein menemui Valent.
"Aku mencintai Tara," ungkapnya, "maukah kau mundur? Biarkan aku yang menikahinya."
Valent mengernyitkan kening.
"Lah? Tara mau?"
"Itu masalahnya .... Ia menghindar terus ...."

"Tara, bagaimana kalau kau yang pergi bersamaku ke Surabaya?"
"Loh, aku maunya hidup sebagai Meisya di Jakarta!"

Valent tidak tega memusnahkan Meisya kloningan, tapi tidak menemukan solusi lain. Keduanya ngotot hidup di ibukota.
Diam-diam ia ke Puncak mencari nenek tua itu.

"Ada apa kau mencarimu, anak muda?"
Kali ini ia langsung menemukan pondok itu.
"Nek, saat pemusnahan, tidak mungkin kan, terjadi kesalahan dan memusnahkan yang asli?"
Nenek itu tertawa.
"Apa masalahmu?"
"Meisya asli dan kloningannya tak ada yang mau mengalah menyingkir dari Jakarta. Tidak mungkin keduanya hidup di lingkaran sosial yang sama."
"Bukankah sudah ada identitas kedua?"
"Meisya asli sangat ingin menggunakan identitas aslinya, tak mau lagi dikenal sebagai Tara. Kloningannya sudah nyaman sebagai Meisya, tak mau bertukar menjadi Tara."
Nenek itu tertawa terbahak-bahak.
"Bawalah yang asli kemari. Rahasiakan ini dari kloningannya."

Valent mengajak Tara keluar tanpa Meisya, dan membawanya ke Puncak.
"Kau keliru!" kata nenek itu memarahinya, "ini bukan yang asli, ini kloningannya."
Pemuda itu menoleh ke gadis di sebelahnya, "benar?"
"Semalam aku setuju bertukar identitas. Aku menjadi Tara," gadis itu tersenyum, "karena itu aku yang ikut denganmu ketika kau bilang ingin pergi berdua dengan Tara."
"Waduh!" Valent ingin pingsan.

Kembali ke apartemen, Valent mengajak bicara bertiga.
"Mana dari kalian berdua yang asli?"
Gadis yang tidak ikut ke Puncak mengangkat tangannya.
"Bagaimana aku memanggilmu?"
"Sekarang aku Meisya."

"Begini ...," Valent memulai pembicaraan itu, "dulu ketika Sundari bersama Zul, lingkungan sosial kalian berbeda. Sekarang, sama. Tidak mungkin itu!"
"Aku mau hidup sebagai Meisya, di Jakarta, karena aku yang asli."
"Kau sudah menghadirkanku, nggak bisa dong menyingkirkanku begitu saja!" Tara tak mau mengalah.
"Tapi tidak mungkin kalian berdua berada di lingkungan yang sama!" seru Valent kesal.
"Mengapa tidak?" kilah Tara, "aku kan menyandang identitas lain!"

"Oke," Meisya mengalah, "wajah kita sama karena kau operasi plastik setelah kecelakaan itu."
"Ya," Tara setuju, "aku amnesia, tak mengingat masa lalu sama sekali."
"Coba saja ...." Valent pasrah.

Selama seminggu mereka saling mengisi. Meisya menceritakan kehidupan yang dijalaninya sebagai Tara, tentang Valent, Reyhan, dan pertemuan dengan Zein. Lalu pertemuan dengan keluarga Tara.
Sebaliknya, Tara menceritakan kehidupannya di Perth. Ia tak betah karena merasa tidak disayang kedua orang tuanya, mereka hanya menyayangi adik-adik tirinya.

Valent mengusulkan butik dilanjutkan oleh Tara, sedangkan Meisya bekerja di kantornya.
Tara ragu, kuatir tak sanggup. Akhirnya disepakati, butik dimiliki bersama, sehingga Meisya sesekali harus ikut mengurus butik, supaya Tara tidak sendirian.

Surabaya, 9 April 2022
#NWR

MEISYA DAN SUNDARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang