23. KEVIN DAN TARA LAGI

133 22 0
                                    

Kevin dan Tara datang ke peresmian Grand Hotel. Perempuan itu memakai gaun panjang dengan belahan kaki di depan sampai ke pinggang. Di dalamnya ada rok selutut, menutupi pahanya, tapi setiap lelaki yang berpapasan dengannya selalu menurunkan tatapannya ke arah kakinya. Bagian atas gaun itu tertutup, bahkan berlengan panjang, tapi Kevin merasa tak nyaman, seolah semua lelaki berniat merebut teman kencannya.

Dia belum lama mengenal Tara, ia heran dengan sifat posesifnya, padahal dengan Meisya maupun Dwi tidak seperti itu.
Untuk menghindari para lelaki yang memandang kagum, Kevin mengajak Tara duduk di meja yang agak terpencil, bukan di tengah ruangan. Sialnya, di meja bundar untuk sepuluh orang itu, menjelang acara dimulai seorang penerima tamu mengantarkan seorang perempuan duduk di satu-satunya kursi kosong di sebelahnya. Ia merasa sesak napas.
"Meisya," desisnya pelan melirik wajah bak pinang dibelah dua dengan perempuan yang duduk di sebelah satunya.

Kevin melayangkan pandangan berkeliling, mencari kursi kosong, merasa tak enak semeja dengan mantan istrinya. Sayangnya semua kursi telah terisi. Akhirnya, ia pura-pura tidak melihatnya.
Tapi ....
"Kevin," Meisya menyapa dengan memegang lengannya, tersenyum ramah ketika ia menoleh, "apa kabar?"
"Mei ... Meisya? Kapan kembali ke Jakarta?"
"Baru sebulanan."
Jantung Kevin berdetak lebih cepat, ada rasa bersalah datang bersama Tara, walaupun mereka sudah lama bercerai.

Dan hampir saja detak itu berhenti ketika Meisya memegang lengannya lagi.
"Sudah lama nggak ketemu, aku pengen ngobrol."
"Aku bawa pasangan, tidak enak mengabaikannya."
"Oke, besok aku menelepon, kita ketemuan dimana, gitu."
Kevin mengangguk kikuk.
"Berapa nomor ponselmu?" Meisya memegang ponsel, bersiap menyimpan nomornya.
"Masih sama, tidak berubah."
"Ponselku rusak, semua kontak hilang."

Tara dan Meisya berwajah sama, tapi saat itu mereka memakai make up dengan gaya berbeda, menyamarkan kemiripannya. Bahkan Meisya memakai rok di atas lutut dengan pundak terbuka. Meisya menampilkan kesan muda, sedangkan Tara anggun.
Tidak mengobrol dengan Meisya, Kevin juga tidak bisa mengobrol dengan Tara. Isi kepalanya penuh dengan kenangan indah bersama mantan istrinya, yang melayaninya dengan penuh cinta. Kecuali tentang kedua anaknya, ia lebih memilih Meisya sekarang. Cintanya kepada Dwi luntur berbarengan dengan sikap istri siri yang tidak berkenan diangkat harkatnya.

***

"Ada apa, Tara?" tanya Meisya. Perempuan itu sudah bisa menduga apa yang diinginkan kloningannya.
"Ayo bertukar peran lagi."
"Kau tak sanggup mengurus butik?" godanya.
"Ini bukan tentang butik. Aku sudah mengamati bagaimana sikap Kevin selama kau duduk di sampingnya. Dia menginginkan Meisya."
Meisya tertawa.

"Kau sengaja, kan, tadi duduk semeja dengan kami? Lalu, sengaja juga pindah duduk di sampingnya," tuduh Tara.
"Kalau ya, bagaimana?"
"Apakah kau menginginkan Kevin, Meisya?"
"Kalau ya, bagaimana?"
Tara menggeram.
"Meisya, kau dengan mudah bisa mendapatkan lelaki manapun. Kau lebih pintar. Semua pengalaman hidupku ini, miiikmu! Aku hanya punya kenangannya, aku tak mampu melakukan hal-hal itu sebaik dirimu," rayu Tara.
"Tapi, aku ingin hidup sebagai Meisya."
"Masalahnya .... Kevin menginginkan Meisya, bukan Tara!"
"Kau belum mencoba, Tara."

Tara menghentakkan kaki dengan kesal. Terbiasa hidup enak sebagai istri Kevin, ia kesepian di Perth. Bersama Zul hidupnya lebih sengsara, tapi ada penghiburan setiap malam, bercinta dengan driver ojol itu. Selama di benua kangguru, kebebasannya terbatas. Hidupnya monoton membantu ibunya mengurus rumah sambil bekerja paruh waktu sebagai waitress. Tak ada kesempatan mencari teman kencan, apalagi menikmati bercinta dengan bule.

Dalam gundah hatinya Tara menelepon Kevin, mengundang makan malam di apartemennya. Ia sangat bahagia karena lelaki itu langsung mengiyakan tanpa berpikir panjang. Tumbuh harapannya.
Perempuan itu segera berbelanja dan menyiapkan makan malam bersama Kevin. Ia masih ingat masakan-masakannya yang disukai lelaki itu, yang selalu habis tak bersisa setiap dihidangkannya.

Tara dan Kevin menikmati makan malam berdua dengan pikirannya masing-masing.
Tara mengamati bagaimana lelaki itu dengan lahap menyantap semua masakannya. Sedangkan Kevin makan sambil setengah melamun, merasakan de ja vu. Lelaki gagah itu yakin sudah pernah berada di situasi ini sebelumnya, makan menu yang sama bersama perempuan itu.

"Tidak enak?"
Suara merdu Tara menyentakkan lamunan Kevin.
"Enak kok." Ia berusaha tersenyum memandang perempuan di hadapannya.
"Tapi kau menggeleng-gelengkan kepalamu ...."
"Oh, itu ...." Kembali lelaki itu tersenyum, "aku seperti mengingat masa lalu. Rasa masakannya persis yang dulu dihidangkan mantan istriku .... Sesaat tadi kukira kau adalah dia."
Tara balas tersenyum. Puas.

Setelah makan Kevin tidak langsung pulang, mereka duduk berdampingan di sofa menonton film drama romantis.
Tara tidak melakukan apapun, walaupun ia mendamba sentuhan Kevin. Sedangkan angan lelaki itu melayang, ia berusaha jeras lengannya tidak bergerak memeluk perempuan di sebelahnya.

Kedua manusia berlainan jenis itu sama-sama menahan diri, sampai muncul adegan menampilkan, pasangan kekasih meluapkan kerinduan setelah bertahun-tahun terpisah. Tanpa sadar Tara menoleh memandang Kevin, dan terkejut. Lelaki itu sedang menatapnya intens.
Perempuan itu tak sempat menunduk malu karena Kevin bergerak memeluknya erat.
"Aku tahu, tak pantas mengatakannya. Kita belum lama berkenalan, bahkan jumlah pertemuan kita dapat dihitung dengan jari," bisiknya, "tapi Tara, aku merindukanmu."

Tara mendorong tubuh Kevin supaya ia bisa menatap wajahnya, mencari kebenaran di matanya.
Sebelum perempuan itu menurunkan pandangannya, lelaki itu menundukkan kepala, mencium bibirnya.
"Kevin," desah Tara ketika bibir mereka menjauh.
"Tara, Tara."
Kevin pun memanggil namanya mesra, lalu menciuminya, bukan hanya bibir tapi menjelajah turun ke leher, menyesapnya.

"Kevin! Jangan!" tolak Tara, kuatir ada jejak ciuman tertinggal di leher.
Gerakan Tara malah merangsang Kevin, menimbulkan geliat di pusat tubuhnya. Bukannya berhenti, lelaki itu malah menggerayangi tubuh perempuan itu, berusaha membuka pakaiannya. Tangan Tara yang mendorongnya diarahkannya ke pusat gairahnya.
Sebenarnya Tara hanya tak ingin dianggap murahan, padahal sejak Kevin melumat bibirnya ia sudah ingin menjelajah tubuh lelaki itu. Ketika tangannya didorong ke bagian yang membesar itu, tanpa ragu Tara meremasnya lembut, membuat Kevin mengerang.

Berikutnya tak ada lagi kepura-puraan, kedua orang itu berlomba melepaskan pakaiannya sendiri.
"Tara," desah Kevin sebelum memasukinya, "apakah kau masih perawan?"
Perempuan itu menggeleng, tapi mendorong tubuh telanjang Kevin.
"Tara?" serunya kecewa, merasa ditolak.
Tara tersenyum. Tanpa menutupi tubuhnya ia melenggang ke arah kamar.
"Sofanya sempit, lebih nyaman di tempat tidur."
Tanpa kata Kevin melesat mendekati Tara, mengangkatnya dan menurunkan di kasur.
"Nakal!" gerutunya merangkak naik.

Surabaya, 20 April 2022
#NWR

MEISYA DAN SUNDARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang