Chapter 03

1.8K 246 30
                                    

Terdengar suara berisi kalimat yang sama disebuah ruangan yang tertera 'CEO's Secretary' disana.

"Gaji disini besar, fasilitasnya enak, tunjangannya banyak."

Nijimura merapal kalimat itu berulang-ulang bagai mantera agar dia tidak ada niat resign begitu dia menerima telepon dari Akashi untuk membeli vanilla milkshake dalam 30 menit kedepan.

Demi Tuhan! Lokasinya itu setidaknya butuh 30 menit jika tidak macet. Dan dia harus pulang pergi dalam 30 menit? Lama-lama dia yakin jika bosnya sinting.

Dan lagi, mengapa tidak minta Murasakibara membuatkannya?! Hanya minuman rasa vanilla, dan kenapa harus merek ini? Yang dekat-dekat sini merek lain juga banyak. Kalau merek ini, online-pun tetap tidak bisa jika 30 menit datang.

AAAAAARRGGH!

Padahal dia yakin, masuk kesini sebagai asisten CEO, dan ini tidak ada dalam job desk-nya. Dia masih ingin mengeluh, tapi waktu terus berjalan. Merasa tidak mungkin, Nijimura menghubungi Furihata untuk menyambungkannya pada Akashi.

"Akashi-sama, jalanan menuju lokasi macet. Pengiriman dari mereka juga tidak memungkinkan sampai dengan cepat. Sebentar saya cek. Oh, ada. Tapi itu factory mereka." Nijimura menjauhkan teleponnya begitu Akashi mengomelinya, "Baik, saya mengerti. Iya, saya sampaikan. Baik-baik."

Tuh, kan!

Siapa yang bilang jadi asisten CEO itu enak dan gajinya besar? Iya sih, gajinya besar, tapi ampun telinga Nijimura rasanya pengang. Kebas karena omelan. Sudah begitu, kadang perintahnya nyaris terlihat mustahil dilakukan.

Tidak bisa bilang tidak. Bahkan jika tidak bisa dilakukan, Nijimura harus berusaha membuat kalimat yang tidak ada kata tidak, tapi menyiratkan bahwa hal itu tidak bisa dilakukan.

Dan tadi Akashi mengomelinya karena membuat perintah yang diberikan bosnya menjadi terdengar runyam.

"Jangan membuat ribet! Beli saja gerainya, taruh dikantor! Factory mereka masih satu wilayah disini. Biar Murasakibara yang nanti mengolahnya!"

"Ya mana aku tahu jika harus membeli gerainya?!" Ucapnya gemas.

Lagipula mana mungkin juga Nijimura seenak jidat memutuskan untuk beli gerai minuman? Bisa-bisa dia kena lempar celengan kodok koleksi Midorima. Belum lagi, mulut manajer keuangan itu sekalinya menyindir tanpa basa-basi membuat orang sakit hati.

Sambil masih mengomel, Nijimura menghubungi Factory minuman tersebut, dan meminta mereka segera mengirimkan perlengkapan yang dibutuhkan.

"Kursi meja nanti saja, kami butuh mesin pembuat minuman dengan bahan minumannya sekarang. Ya tentu saja cup-nya juga, apa pelanggan datang membawa gelas sendiri?" Nijimura merasa lama-lama dia ikut-ikut sifat Akashi yang suka memaksa.

"Pokoknya, kami butuhnya sekarang. Pembayaran akan segera dilakukan begitu barang sampai. Tidak- tidak usah diskon. Kelamaan." Nijimura benar-benar mengejar waktu yang entah mengapa terasa begitu cepat berjalan, "Jam 15.00 harus sudah sampai. Makanya tidak usah ini itu. Ya, kirim ke Rakuzan Holding. Nanti bilang saja atas nama Nijimura. Baik, kami tunggu. Tolong secepatnya."

Baru saja dia duduk, kini pintu diketuk lalu masuk Midorima yang menatapnya dengan pandangan menusuk. Lalu mengeluarkan sebuah print out yang berisi tagihan.

"Apa?" Tanyanya sewot.

Midorima meminta penjelasan, "Untuk apa pembelian gerai minuman?"

"Tanya bosmu sana!"

Memangnya Nijimura juga tahu isi otak bos mereka.

---

Disclaimer :

PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang