Sepanjang pertemuan, Tetsuya berusaha membentengi dan memblokir semua obrolan yang mengarah ke ranah pribadi, menjaga jarak selayaknya seorang relasi, "Terimakasih atas waktunya, Akashi-san. Jika memang ada yang ingin ditanyakan bisa menghubungi kontak tertera." Dia berucap dan menyerahkan kartu namanya.
"Nomormu ganti?"
"Apa maksudnya? Itu adalah nomor perusahaan yang bisa Akashi-san hubungi kapan saja. Kami belum melakukan pergantian nomor kontak lagi."
"Baiklah kalau begitu."
Tetsuya tersenyum seperti yang sudah diajarkan Riko kepadanya, "Kalau begitu, saya undur diri." Tetsuya membungkuk sebentar, lalu berjalan meninggalkan Akashi dengan tangan yang gemetar.
Dan setelah jauh berjalan, Tetsuya bersandar pada sebuah dinding, memegang dadanya yang bergemuruh akan rasa sakit, juga kenangan yang membuatnya mual, namun dia bersyukur sudah mampu melaluinya barusan.
---
Disclaimer :
Kuroko No Basuke by Fujimaki Tadatoshi
Original Story by Gigi
Akakuro Fanfiction
Romance; Friendship; Hurt
Shounen Ai; Office AU; Out of character
---
Lalu selanjutnya, pertemuan-pertemuan karena pekerjaan terjadi. Tetsuya sebenarnya merasa bahwa ini bukan bagiannya. Dia bukan PR atau account executive, tapi entah kenapa setiap permasalahan yang dibawa pihak Rakuzan membuat dirinya harus turun tangan.
Juga, lama-lama pertemuan ini terasa dari sebulan sekali menjadi kadang bahkan jadi dua kali dalam seminggu. Namun, meski tidak antusias bertemu Akashi, lama kelamaan Tetsuya menjadi lebih terlatih menghadapinya.
Tangannya tidak lagi gemetar, dia semakin bisa memblokir usaha Akashi untuk masuk ke pembicaraan pribadi. Tetsuya pun semakin professional memainkan peran. Benar-benar menganggap bahwa Akashi adalah sosok atasan tidak langsungnya dengan berjalannya project mereka.
Tidak ada interaksi lebih, bahkan makan siang yang wajar untuk relasi saja tidak Tetsuya lakukan. Semuanya hanya tentang pekerjaan, dan jika sudah selesai, dia pamit pulang. Tidak memberi kesempatan sedikitpun untuk ada interaksi lebih diantara mereka.
Tetsuya tidak menganggap bahwa Akashi ingin berbicara lebih banyak dengannya, namun apapun itu, dia hanya ingin hubungan mereka sebatas rekan kerja. Dalam harapannya, dia ingin suatu saat nanti bisa memandang Akashi selayaknya orang biasa.
Dan saat ini, Tetsuya masih berusaha untuk mewujudkannya.
Salah satunya, mengabaikan tentang informasi Akashi yang diberikan Riko kepadanya. Tentu saja atasannya tidak tahu tentang kisah mereka, Riko memberikannya karena bagaimanapun Tetsuya yang banyak berhubungan dengannya terkait project perusahaan.
Saat Akashi hadir dalam satu meja meeting di kantornya pun, Tetsuya juga tidak memberi perhatian lebih. Meski ketika itu, dia merasa bahwa tiap kata yang diucapkan Akashi begitu tajam membantai rekan-rekannya tanpa ampun.
Apa laki-laki itu masih menganggap dirinya lebih dari siapapun?
Yah, faktanya tanpa Akashi membuat pernyataanpun, siapapun juga setuju atas pernyataan itu. Bahkan, jika menyingkirkan fakta dia adalah pemilik Rakuzan Group sekalipun, tidak ada yang membantah betapa superiornya dia diantara manusia lainnya. Itu juga membuat Tetsuya sadar, bahwa seberapa tekadnya saat itu mempertahankan Akashi, hasilnya akan tetap sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAIN
FanfictionDemi membawa Tetsuya kembali, semuanya akan Akashi lakukan. Tapi Tetsuya sudah jauh berjalan ke depan, sedang dia masih tenggelam dalam kenangan. Apa yang harus dia lakukan? Bertahan, atau mundur melepaskan?