Akashi menatap Tetsuya yang kini berbicara dengan teman-temannya. Ya, karena jetski itu akhirnya rusak, jadi mereka semua menyusul dengan menggunakan kapal yang mereka sewa. Dan kini, mereka semua asyik mengobrol dan berkeliling kesana kemari layaknya anak balita.
Terakhir tadi, Tetsuya memang tidak memberikan jawaban pasti, namun setidaknya dia tidak menolaknya atau lebih tepatnya Akashi pura-pura tuli dan buta, yang membuatnya tidak melihat dan mendengar penolakan Tetsuya.
Jadi, itu bisa menjadi jalan Akashi untuk kembali meraih hati Tetsuya. Hanya seperti itu saja sudah membuat Akashi bahagia.
Jadi seme bucin boleh, lemah jangan. Tekadnya dalam hati sendiri, menguatkan semangat mengejar Tetsuya.
"Bos," Nijimura memanggil Akashi dengan kembali menyeringai dan mengedipkan mata, "Jadi?"
"Jadi untuk mencolok matamu?"
Nijimura mengkerut dipojokan, "Jadi balikan maksudnya?"
Mata Akashi menyipit, dia tidak ingat bahwa mereka sudah tahu hubungannya dengan Tetsuya, "Darimana kalian tahu?"
"Reo yang bilang. Apa itu salah?"
Akashi membalikkan badan, melangkah dimana Tetsuya berada, lalu berhenti sebentar untuk memberi jawaban, "Jangan cerewet. Survei gedung pernikahan sana."
Mata Nijimura melotot bahagia, dengan mulut yang terbuka, "Apa ini artinya aku harus mulai memanggilnya Nyonya ketua?" Dengan girang, dia memberitahu teman-temannya.
Ah, akhirnya adamusim semi di Rakuzan setelah selama ini lebih banyak bagai neraka.
---
Disclaimer :
Kuroko No Basuke by Fujimaki Tadatoshi
Original Story by Gigi
Akakuro Fanfiction
Romance; Friendship; Hurt
Shounen Ai; Office AU; Out of character
---
Semua perasaan mengerikan ini, mengingatkan Akashi akan hari yang mengubah segalanya tiba. Hari kiamat untuk hubungan mereka.
"Kau injak, kau ludahi, kau buang begitu saja, untuk orang lain. Lalu kau minta aku untuk bertahan?" Tetsuya menatap Akashi tajam, "Lalu kau berharap kita tetap bersama?"
Tetsuya tersenyum namun sama sekali Akashi tidak mau melihat senyum itu ada disana, senyum yang penuh luka, penuh rasa muak, "Aku manusia biasa. Dan hatiku sudah kau injak, sudah kau hancurkan. Apakah salah jika aku membuang kenangan-kenangan semu itu ke tempat sampah?"
Akashi membantah, "Itu bukan semu."
"Jika bukan, lalu apa?" Tetsuya mengejar, "Jika semuanya nyata, tidak mungkin kau bersamanya."
"Tetsuya," Akashi menegaskan lagi ucapannya, "Aku sudah bilang padamu bahwa itu kebodohanku. Itu sepenuhnya salahku. Tidak ada hubungan apapun denganmu. Aku yang salah. Aku yang bajingan."
"Aku tidak menyalahkanmu karena kau memutuskan pergi, aku tidak menyalahkanmu karena kau membuang semua tentang kita, aku juga tidak menyalahkanmu kau membangun benteng yang tebal." Akashi duduk berlutut didepan Tetsuya, menggenggam kedua tangannya, "Aku tidak pernah menyalahkanmu untuk itu semua."
"Aku sudah bilang, bahwa aku menceritakan apa yang aku alami bukan untuk rasa kasihanmu." Tetsuya ingin menarik tangannya, seperti tidak sudi karena dia menyentuhnya, namun Akashi tidak membiarkannya lepas, "Yang ingin aku katakan padamu adalah-"
KAMU SEDANG MEMBACA
PAIN
FanfictionDemi membawa Tetsuya kembali, semuanya akan Akashi lakukan. Tapi Tetsuya sudah jauh berjalan ke depan, sedang dia masih tenggelam dalam kenangan. Apa yang harus dia lakukan? Bertahan, atau mundur melepaskan?