Chapter 15 - Teaming Up

10.3K 753 93
                                    

Hai semuanya! Update lagi! 

Gimana nih kabarnya? Semoga baik-baik aja yaa

Ada yang kangen? 

Bacanya pelan-pelan ya supaya awet and ga cepet abis. Buat bikinin chapter ini panjang dah sampai 3000 + kata (Awas kalau masih kurang wkwkwk) nikmatin, okay? 

Happy reading! 

~~~

Chapter 15 - Teaming Up 

~~~

Kehangatan yang merayap di tangannya, merunut hingga ke dadanya, menggerayangi sekujur tubuhnya, bagi Jona bagai bilah bermata dua. Menenangkan sekaligus mematikan.

Kehangatan yang berdenyar, bermuara dari tangannya, dan menyebar luas dalam kilat gesit, hingga ke benaknya, serta jemari-jemari kakinya, adalah kehangatan yang Jona tidak pikir dia butuh sebelumnya. Bahkan Jona sampai terpaku kaku merasakan jemari Carlie yang bertaut dengan miliknya. Merasakan kehangatan ini yang bahkan mampu menandingi kehangatan mentari. Kehangatan yang tidak pernah Jona rasakan sebelumnya. Kehangatan di tengah kerapuhan.

Tidak ada satu orang pun di dunia ini – tak bahkan Devan – yang bisa mengganggu Jona ketika sedang tidak dalam perasaan baik. Tidak bernyali, lebih tepatnya. Sedikit saja perubahan buruk dari paras Jona, kontan semua orang mundur selangkah. Memutuskan untuk putar tumit, angkat kaki, meninggalkan Jona saja ketimbang harus terkena amuk amarah. Bahkan Devan pun tidak berani mengganggu Jona tatkala emosinya sedang membuncah tinggi. Walau Devan tak pernah mengungkitnya, Jona rasa pria itu tahu kalau terkadang ketika majikannya sedang dilanda amarah besar, Jona sering memorak-porandakan ruang yang disinggahinya. Bersusah payah apa pun caranya untuk mengenyahkan pikiran mematikan yang menyiksa kepalanya. Dan Devan selalu menunggu di luar selama itu. Sebab dia tentu tidak bernyali cukup kuat untuk mengganggu sang singa buas yang tengah mengaum amuk.

Namun Carlie tidak begitu. Jona terpaku, memikirkan seorang wanita yang mungkin mendengar suara pecah belah dari ruangan kamar, dan seketika memutuskan untuk melangkah masuk saja. Untuk menenangkan Jona. Alih-alih kabur ketakutan. Alih-alih menganggap Jona setan yang mampu melukainya. Rasanya janggal. Rasanya aneh. Jona tidak pernah merasakan kehangatan seperti ini di tengah kerapuhannya, di tengah kehancurannya. Dan rasa ini sangat menenangkan. Namun sama waktu sangat menyeramkan.

Selongsong kosong yang semula terbit di dadanya, oleh sentuhan belaka, rasanya dengan mudah, seketika ditambal. Padahal pada hari-hari biasanya, sentuhan belaka tidak berpengaruh apa pun pada Jona. Banyak orang suka berkata, ketika kau sedang jatuh, orang yang ada di sana untuk membantumu akan menjadi kenangan terbaik sepanjang hidupmu. Entah mengapa hari ini Jona mengingat ucapan itu yang sering dia dengar dari berbagai media. Dengung nyaring bagai radio di telinganya, perlahan mereda. Walau samar-samar masih terdengar, namun suaranya mengecil, mengecil, kian mengecil. Tanpa sadar, Jona mengeratkan pegangannya pada tangan Carlie, menagih kehangatan untuk semakin banyak membelai jiwanya.

Ini pertama kali Jona memiliki seseorang di sampingnya untuk menenangkan buncah ledak emosinya. Dan perlahan bersama dengan ketenangan yang merayap di dadanya, sebuah bisikan ikut menghantam pikirannya. Bisikan kesialan, sekaligus penyelamat.

Kepedihan dan kedinginan akan menguatkanmu. Tapi kehangatan dan rasa sayang hanya akan jadi pemanis sesaat, yang nantinya akan menghancurkanmu berkeping-keping, ketika kau kehilangannya. Dan seketika, bagai ada tamparan di jiwanya, Jona melepaskan kasar tangan Carlie dari miliknya. Jemarinya sedikit bergetar. Jona mengalihkan pandangannya dari wanita itu.

Kehangatan itu menyeramkan. Rasa sayang itu menyeramkan. Mereka hanya akan menghancurkan pada akhirnya. Aku tidak butuh perasaan semacam itu.

"Apa yang kau lakukan di sini? Seharusnya kau ada di ruang kerjaku."

Madame MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang