Chapter 34 - Agreement

5.3K 495 63
                                    

Yok bisa yo, siapin tissu dulu :) 

Welcome back to Madame Mafia. Chapter ini mayan panjang, hampir 5000 kata. I personally really like this chapter, semoga kalian enjoy, ya!) 

Bacanya diawet-awet kaya biasa, okei!?

Happy reading!

~~~ 

Chapter 34 - Agreement 

~~~

Gelora api berkobar tepat waktu. Lidah-lidahnya menjilati setiap sisi gudang, menggayang setiap lapis catnya yang sudah kopek-kopek. Cahaya berpendar merah kuning oranye, seakan melambai-lambai di udara. Setiap lambaiannya, mengirim tetes keringat yang baru. Asap mulai membumbung di udara, menjadikan oksigen sesak dan sulit dihirup. Suara deru mobil berkumandang dari kejauhan, mesinnya laksana deru obor kematian yang dinaikkan. Carlie menahan nafasnya, menatap dari balik bayang, berbondong-bondong mobil hitam berhenti mendadak di depan gudang. Bukan mobil sekutu.

Musuh. Pamannya.

Rasanya kecut memanggil pamannya sebagai musuh.

"Kita harus keluar dari sini." Bahkan Carlie tidak bisa mempertanyakan ucapan Jona. Sebab pria itu benar. Pintu masuk utama telah dijilati kobaran api ganas, bukan jalan yang bisa mereka tempuh. Jona mengambil salah satu botol wine kosong yang tebal nan kokoh – merek luks – lantas memecahkan jendela di samping kiri gedung, berharap desis-desis api meningkahi suara pecahan. Ketika sebuah gedung berkobar api dan ada kriminal di dalamnya, petugas niscaya mengepung bangunan dan menjaga setiap sisi, sembari mencoba mengeluarkan sang kriminal tanpa terluka. Jona tidak akan membiarkan itu terjadi.

Pria itu keluar dari jendela lebih dulu, menjulurkan tangannya untuk Carlie genggam. Kulit telapaknya sepanas kobar api, Carlie bertanya, adrenalin seburuk apa yang dirasakan Jona kini. Bukan berarti Carlie tidak merasakan yang sama. Sebab bahkan kini saja dia nyaris mengeluarkan seluruh isi perutnya, membayangkan dirinya kabur dari Paman kesayangannya. Dari pelindungnya setelah ayahnya. Dari pria yang menyayanginya. Dari pria yang senantiasa memeluknya, sejak dia membuka mata.

Tungkai Carlie yang tidak berbalut alas bergetar sesaat dia menapak tanah. Sela-sela jemarinya, langsung merasa kotor. Beberapa kerikil menjalar kesakitan, namun Carlie terlalu tegang untuk merasakan satu per satu nyeri itu.

Derap kaki terdengar dari kejauhan, jumlahnya lebih dari satu lusin. Gudang yang mereka bakar berbentuk persegi sempurna. Mereka baru saja kabur dari arah kiri. Sedangkan pintu masuk, beserta sejurus bawahan Rian ada di bagian kanan. Devan menanti jemputan di bagian depan gudang. Carlie dan Jona mau menghampiri Devan. Namun terkutuk gudang itu yang berukuran berpuluh-puluh meter, bahkan untuk melampaui satu sisi dibutuhkan pelarian panjang nan melelahkan. Jaraknya seakan berlipat ganda jika sedang dikejar seperti ini. Suara langkah pengejar terdengar mengitar dari sisi kanan, menuju ke bagian belakang, sebelum mereka sempat berbelok, bagaimana pun caranya Carlie dan Jona harus berbelok ke sisi depan. Agar mereka tidak terlihat. Agar mereka bisa kabur. Sebelum mata pistol menjadi santapan pembuka mereka, dan borgol menjadi menu utama.

Langkah yang kian lantang mengekor kian mendebarkan jantung Carlie. Carian empedunya naik ke kerongkongan, nyaris tak terbendung jika Carlie tak menahannya. Kakinya nyeri minta ampun, namun kini mulai terasa kebas. Dia hanya tahu kalau dia perlu menggerakkan tungkainya, menaruh lebih banyak energi, lebih cepat, lebih gesit, lebih lagi. Tangannya yang bergetar dia kepalkan. Mulutnya Carlie tutup rapat-rapat, tidak ingin menggigit lidahnya sendiri karena panik. Persimpangan menuju bagian depan gudang berada di depan mata. Hanya berjarak 5 meter lagi. Beberapa langkah lagi, beberapa...

Namun suara tembakan lebih dulu meningkahi.

Pekik Carlie mengudara kencang, tatkala sebuah amunisi meledak di samping kakinya, membuat dia terjatuh ke tanah. Tangannya yang bertaut dengan Jona terlepas. Dadanya sakit, sebab dia mendarat tepat menelungkup di tanah. Refleks, Carlie membalikkan wajahnya, menatap pengejar yang berhasil sampai ekor mereka. Dan seketika matanya membelalak.

Madame MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang