MM 2 : Chapter 14 - I Did Better

3.9K 304 192
                                    

Hi Semuanya! Welcome Back To Madame Mafia!

Sebelum mulai seperti biasa....

Bonus : 170 komen

Kalau komennya lebih dari segitu, aku updatenya sehari lebih cepet dari tanggal update biasa, okei?

Jangan lupa vote dulu, yuk!

Happy reading!

~~~ 

Kernyit di kening Carlie kian mendalam saja ketika layar Zoom terbuka di televisinya. Bahkan sampai dia segan kerutannya akan bertambah esok hari. Layar hitam semulanya mendominasi. Menyiratkan kekosongan selagi wifi mencoba mempercepat masuknya Carlie ke dalam zoom meetingnya. Dan seusai putaran yang rasanya bagai berabad-abad, Carlie akhirnya melihat wajah Evalina Grandy yang terpatri lesu di televisinya.

Parut di wajahnya bagai menjadi dua kali lipat. Membuat gelepai baru di setiap sudut wajahnya. Tubuh ringkih nan kurusnya bagai bisa potong hanya dengan satu tekuk. Dia bahkan tidak bisa memenangkan pertarungan adu jambak simpel dengan Carlie. Selemah itu dia terlihat. Namun matanya yang Jona nyaris serupa, sekalipun warnanya berbeda. Jona hitam kelam. Miliknya cokelat sedikit kelabu. Namun siratnya sama. Rasanya sama. Yang ingin ditunjukkannya sama. Dominasi penuh.

Sekalipun menjalani kehidupan yang jauh dari kata baik, Evalina Grandy telah memperlajari banyak hal pahit, mungkin lebih banyak dari semua orang yang ada di dunia ini. Setiap insan berkata, kenangan pahit yang akan mengantarmu kepada kekuatan yang paling perkasa. Mungkin hal yang sama bisa dikatakan untuk menjelaskan Evalina. Dia telah menghadapi suami gilanya selama bertahun-tahun dan hidup melalui semua itu. Satu atau dua orang menyebalkan tidak bisa mengusiknya sebanyak mantan suaminya pernah menggilakannya. Sebab itu tidak ada sebersit pun gentar yang terpatri di matanya ketika berserobok dengan Carlie. Sekalipun Carlie adalah anak konglomerat, dan kekuasaannya melebihi langit-langit. Sekalipun raganya ringkih dan hidupnya ditopang mesin-mesin untuk mempertahankan nafasnya. Sekalipun Carlie jauh lebih ternama darinya, Evalina tidak ketakutan.

"Selamat malam, Putri Heston."

Mungkin satu-satunya wanita di dunia ini yang tidak bisa Carlie paksakan untuk memanggilnya Madame adalah wanita yang di hadapannya. Bagaimana pun juga, Carlie mendamba putra wanita ini. Menginginkan Evalina menjadi ibu mertuanya, suatu saat nanti. Setelah kelumit pekerjaan tuntas sepenuhnya. Memiliki tampang buruk di hadapan Eva bukanlah pilihan sesuai dengan dambanya.

Sekalipun begitu, ada sebuah perihal tersembunyi yang berhasil membuat carlie mendendam wanita ini. Dia menahan bibirnya sebisa mungkin untuk tidak mengeluarkan kecaman yang akan menghanguskan peruntungannya di kemudian hari.

"Selamat Malam, Nyonya Grandy." Carlie melebarkan senyumanya. Berharap kalau kepalsuan dalam sirat serinya tidak terpancar. "Apa ada yang bisa kubantu malam ini?"

Sebuah hela nafas panjang Evalina udarakan. Bagai Carlie ini membawa petaka baginya, dan memberatkan hidupnya. Entah dengan sebab apa. Carlie mengerutkan keningnya bingung. Apa yang mungkin memberatkan satu wanita pensiun yang hanya mengendap seperti mayat hdup di sebuah paviliun, tersalur dengan selang medis setiap hari, dan menggunakan alat bantu pernafasan ketika butuh? Selain kesehatannya, tentu. Carlie tidak merasa pernah melakukan hal buruk kepadanya.

Namun tatapan wanita ini, gerak-geriknya, peringainya, laksana Carlie tengah bersalah, dia menghakimi. Carlie terdakwa, dia sipir. Dan Carlie membenci tatapannya.

"Banyak, sebenarnya." Ucapnya, seperti biasa, dengan bahasa Prancisnya yang berbaur aksen Rusia, juga suara serak karena rusak semenjak kehilangan putra pertamanya. "Namun pertama-tama, biarkan aku bertanya. Kau bertemu kembali dengan Jona, betul?"

Madame MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang