Chapter 24 - The Show

7.3K 538 30
                                    

Hai semuanya! Welcome back to Madame Mafia! 

Gimana kabar kalian semua? 

Bacanya seperti biasa, pelan-pelan dan dia awer-awet, ya!

Happy reading!

~~~

Chapter 24 - The Show

~~~

Suasana di tempat teater lebih mencekam dari biasa. Minimal begitu bagi Jona. Rencana yang telah dia pupuk selama bertahun-tahun akhirnya akan terealisasikan. Rencana balas dendamnya. Rencana pembunuhan Falcon Emerald. Sudah di depan mata. Sebab itu ketika pria berpakaian kuno itu melangkah masuk ke dalam box penonton VIP, Jona merasakan pundaknya menegang. Hal yang sudah sangat lama tidak dia rasakan. Malam ini aku tidak boleh gagal. Apa pun yang terjadi, kegagalan bukanlah pilihan.

"Drama akan dimulai 20 menit lagi. Begitu juga Bruter, dia mengatakan akan datang tepat sebelum drama dimulai." Jona berucap, tepat ketika Falcon menduduki kursi, tepat di sampingnya. "Kuharap kesabaranmu cukup untuk menanti 20 menit itu, Paman." Ya, 20 menit lagi, sebelum dentang ajalmu akan berkumandang.

Pria itu tertawa serak. Saking seraknya, bagai pita suaranya telah koyak di dalam kerongkongan. "Oh tentu saja aku bisa menunggu selama itu. Apa aku sudah berterima kasih lebih awal kepadaku atas perjanjian ini?" tanya Falcon, dengan senyum di wajahnya. Senyum tulus. Sebuah kebahagiaan. Jona menghabiskan waktunya menelaah setiap sudut paras Falcon, hingga parit-parit yang tercipta di atas kulitnya, dari ulur senyumnya di atas wajah keriputnya, mencari jika ada kesiagaan atau kecurigaan terpatri di paras pria itu. Namun nihil. Dia tidak menemukan.

Falcon dengan mudahnya terhanyut dalam dusta belaka Jona. Sungguh berpikir kalau malam ini dia bisa mendapatkan kerja sama demi kemakmuran perusahaannya. Jona yakin tidak mungkin terbesit di benak pria kolot itu akhirat yang akan menyongsongnya. Jona mengepalkan tangannya diam-diam, menahan desakan di dadanya yang ingin menenggelamkan satu buah amunisi tepat di kepala Falcon, sekarang juga.

Dua puluh menit. Hanya sebentar lagi. Jona rasa dia seharusnya yang belajar bersabar, jauh ketimbang Falcon.

"Sudah, beberapa kali di pertemuan terakhir kita." Jona menoleh, menatap panggung teater.

Falcon kian melebarkan senyumnya. "Baguslah," ucapnya. "Sesuai yang kau pinta beberapa hari lalu, Tiffany pun ikut. Dia ada di kotak VIP 2 di sebelah kita. Dia datang seorang diri, seperti yang kau pinta juga." Jona menoleh, menatap manik mata Falcon yang ingin dia keluarkan dari kantungnya. "Setelah menengahi perjanjianku dengan Bruter, kau akan menemani Tiffany di kotaknya, bukan?"

Jona tersenyum. Pura-pura. "Ya. Menonton drama sembari merencanakan tunangan terdengar cukup menyenangkan."

Falcon mengangguk. "Kau calon menantu terbaik yang bisa aku dapatkan. Aku sudah tidak sabar melihatmu mengenakan cincin di tangan Tiffany. Dengan begitu akhirnya kita akan menjadi keluarga sempurna, tidak?"

Tidak, tidak akan. Sebab kau tidak akan bahkan melihatku menaruh cincin di jemari anakmu.

Jona lagi-lagi menoleh ke depan. "Ya, aku pun ikut tak sabar, Paman."

Dari box VIP mereka, Jona bisa menatap beratus-ratus pengunjung mulai mengisi setiap kursi. Laksana semut kecil yang mengerumuni gula. Satu per satu duduk di kursi mereka, bercengkerama manis sebelum menonton drama disuguhkan. Jona cukup terkejut melihat masih banyaknya orang-orang di jaman modern seperti ini yang menyukai pertunjukan drama. Biasanya, semua telah mencondong pada film layar lebar. Kaki Jona mulai terasa gatal, dia ingin menggerak-gerakkannya. Tanda kegusarannya. Matanya menyorot kepada jajaran penonton dengan batin yang menjerit, ingin sesegera mungkin kursi-kursi itu diisi bokong setiap orang yang menggenggam tiket. Semakin penuh, semakin cepat acara dimulai. Semakin cepat dia bisa melubangkan kepala Falcon Emerald. Semakin cepat semakin baik. Semakin cepat.

Madame MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang