Hai semuanya! Welcome back!
Gimana, ada yang kangen?
Lagi - seperti yang udah aku bilang kemarin, aku lagi seneng bikin chapet panjang - Chapter ini juga mayan banget, 4000++ kata. Semoga puas deh :)))
Bacanya pelan-pelan, ya! Happy reading!
~~~
Chapter 19 - Stella Martin, The Poor Lady
~~~
Stella Martin mengetuk angka 6 pada lift apartemennya, membiarkan kotak besi itu menutup, seakan melahapnya, lantas mengantarnya pada lantai tempat tinggalnya. Untuk ke sekian kalinya dalam 1 jam terakhir, Stella mendecak kesal tanpa kendali. Setiap dia membuka Instagramnya, muncul berbondong-bondong wajah kemenangan sahabatnya – Tiffany Emerald – di ajang Grand Fashion Award. Kemenangan yang Stella tahu direbut dengan kelicikan.
Hingga kerongkongan Stella kering, dia tanpa henti meminta Tiffany untuk tidak macam-macam dengan putri keluarga Heston, namun sahabatnya itu tidak mendengarkan. Tiffany tetap saja bernyali mencari pertikaian. Dan itu membuat Stella cemas, hingga gelisah.
"Kalau wanita bodoh itu terkena kasus, awas saja, aku tidak akan sekali pun mengakuinya teman." Dengan langkah disentakkan, bibir mencak-mencak, Stella berjalan menyusuri lorong hingga ke depan pintunya. Dia masih bersungut-sungut bahkan ketika dia mengeluarkan kartu apartemennya, menekan masuk pin kunci pintunya. Ya, dia wanita yang terlalu mencemaskan segala hal. Bahkan dia cemas ada maling masuk, sehingga menggunakan kunci ganda untuk keamanan pintunya.
Wanita itu menendang asal sepatunya ketika memasuki rumah. Dia beralih mengenakan sendal rumahnya, lantas berjalan ke arah dapur. Matanya tetap melekat pada ponselnya, bersungut setiap ada unggahan tentang Tiffany Emerald, diekori berbagai pujian-pujian manis yang dia percayai semuanya palsu oleh media.
Fokusnya terlampau tertanam pada ponsel hingga Stella tidak menyadari ada dua pasang tungkai yang menyusup ke dalam apartemennya, lewat jendela yang terbuka. Wanita itu baru sadar, tatkala sebatang bongkah besi menekan pelipisnya, bersamaan dengan suara tuk, tanda peluru siap untuk dilancarkan.
Seketika itu juga, Stella Marti mematung kaku.
A-apa-apaan ini?
"Selamat siang, Nona Martin." Dari balik ruang dapurnya, dia melihat langkah jenjang seorang perempuan mendekat. Carlie Eloise. Wajahnya mematri seringai, di tangannya, dia menggenggam ponselnya saja. Stella dengan mata bergetar, walau nyalinya tidak banyak, berusaha keras menatap ke seorang pria yang tengah menempelkan senapan di keningnya. Pria jangkung, berambut hitam yang tidak Stella kenali. Namun tatapan pria itu belaka rasanya bisa meremukkan seisi tulang-tulangnya. Sangat tajam, juga dingin. "Aku tidak akan berbasa-basi denganmu. Apa kau tahu apa yang dilakukan sahabatmu padaku?"
Stella merasa tulangnya bahkan kesulitan menopang beban tubuhnya di bawah tekanan sebanyak ini. Dia harus menahan tubuhnya sekuat mungkin agar tidak limbung, dan berakhir membiarkan sebuah lubang berdarah, membentuk di batok kepalanya. "A-aku t-tidak tah-"
"Bohong." Sentak Carlie, membuat Stella berjengkit. "Aku tahu kalau kau lebih tahu tentang ini dari siapa pun. Kalau kau jujur, mungkin dengan baik hati aku akan membiarkanmu lolos, Nona."
Ini bagai mimpi buruk. Sungguh. Bahkan Stella tidak tahu apakah pemandangan di hadapannya nyata atau kecemasannya yang berlebihan telah membawanya pada halusinasi semata. C-Carlie Eloise, ada di rumahku. S-sebuah senapan menodong keningku. Tanganku bergetar, sampai saraf di lenganku menjerit sakit. I-ini nyata. Dan mereka datang kemari, karena ulang Tiffany.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madame Mafia
RomanceCarlie Eloise Heston adalah simbol kesempurnaan. Putri dari keluarga bangsawan paling ternama, memiliki salah satu label fashion terbesar di bumi, menyikat semua prestasi yang dia inginkan. Inti kata, dia berlian tanpa karat. Sempurna. Carlie memil...