Hai semuanya! Kali ini kita ketemu cepet yes WKWKWKWK
Bacanya seperti biasa, pelan-pelan + diawet-awet, ya!
Happy reading!
~~~
Jika bukan karena topeng sialan ini, Carlie niscaya mengecup bibir Jona sedalam mungkin.
Jemarinya mengepal di udara, kalung yang dia ingin berhasil mereka menangi. Semula, Carlie sempat-sempat mencurigai kalau Jona tidak akan membelikannya, mengingat sampai detik terakhir, bibir pria itu membisu diam. Namun pria itu hanya mengulas senyum picik, ketika Carlie menanyainya. Katanya, taktik lelang. Menawar di penghujung, agar lawannya terkejut, dan tidak ada yang bisa menandingi penawarannya. Rupanya Jona tahu apa yang dia lakukan. Rupanya, yang dia lakukan, memang berhasil.
Carlie yakin jika Jona menawarkan 39 juta dollar pun, tidak akan ada yang bisa menandinginya. Kedua penawar tadi sudah ada di penghujung budget mereka. Namun dia sengaja meninggikannya dalam harga yang tidak masuk akal. Carlie tersenyum sendiri.
Dia mencoba mengesankanku. Menggemaskannya.
Jemari mereka yang bertaut kian kencang, Carlie menatap Jona dari balik topengnya, dengan kilat-kilat kebahagiaan. Jona membalas dengan sebuah senyum tipis, hanya terlihat dari matanya. Bagai membisik lembut, "bukankah aku sudah berjanji?" Dan dengan cekikik kebahagiaan, Carlie membalas dengan sebaris kalimat terima kasih. Tulus.
Dari sepengetahuannya, The Grand Phoenix adalah barang terakhir yang dilelangkan malam ini, Bintang untuk menyibak tirai terakhir sebelum malam berangsur usai. Beruntungnya, sebab sejujurnya, pinggangnya mulai pegal. Carlie kini hanya ingin kembali ke vila, meringkuk di sebelah Jona, memandangi kalung koleksi anyarnya, mencium pria itu sebanyak mungkin, dan entah, sebagai hadiahnya dia akan membiarkan Jona menyentuhnya, mungkin? Lantas-lantas... Listnya masih panjang. Seluruhnya, bentuk kebahagiaan, dan asmara bodoh yang menggila. Dia ingin cepat-cepat kembali.
Namun rupanya, takdir tidak menginginkan liku-liku yang sama.
Setelah itu, Carlie hanya bisa mengingat jemari Jona yang berjengkit terkejut di sela-sela miliknya. Situasi yang tadinya sunyi, tiba-tiba meletus-meletus dengan suara senapan. Semua penonton serempak terkaget-kaget, beberapa sampai menjerit. Dan yang menyusul setelahnya, adalah pekik-pekik keterkejutan dan kegentaran. Carlie bahkan belum bisa mencerna apa yang terjadi, ketika Jona bangkit dari kursinya. Matanya menyiratkan kepanikan, walau begitu, tubuhnya masih tenang nan kokoh. Latihan mencekam bertahun-tahun membantunya tetap terkendali.
"Ada apa ini?" bisik Carlie, terkaget-kaget.
Jona menarik tangannya, memaksa Carlie berdiri. "Penyerangan. Aku tidak tahu dari siapa, tapi kita harus pergi." Sekalipun mencoba untuk tampak tenang, kali ini Jona tak berhasil sepenuhnya. Suaranya bergetar, tidak ada yang lebih menakutkan ketimbang ketidaktahuan. Untuk itu, Carlie setuju.
"T-tapi ke mana?"
Sebelum Carlie mendapatkan jawabannya, Jona sudah lebih dulu membawanya pergi, merunduk dari kursi ke kursi, pergi melewati para pengunjung yang lamban dalam bertindak. Carlie bisa bersumpah, jantungnya nyaris melompat keluar dari dadanya, melewati kerongkongannya, membunuhnya, saking paniknya. Terjadi sebuah kerusuhan di tempat penuh mafia? Tidakkah itu terburuk?
Sekalipun kini belum ada yang tahu jelas apa yang tengah terjadi, dari samping matanya, berkali-kali Carlie melihat orang-orang berbaju hitam yang berlari-lari. Tidak tampak seperti tamu yang ketakutan, mereka lihai bagai tikus. Penyerang. Carlie nyaris memuntahkan makan malamnya. Sekalipun tangan Jona bertaut padanya, kali ini tidak cukup untuk menenangkan. Jona menghubungi Devan dengan walkie talkie yang bahkan tidak Carlie ketahui dia bawa. Suara-suara serak membalas, tapi Carlie tidak bisa menangkapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madame Mafia
RomanceCarlie Eloise Heston adalah simbol kesempurnaan. Putri dari keluarga bangsawan paling ternama, memiliki salah satu label fashion terbesar di bumi, menyikat semua prestasi yang dia inginkan. Inti kata, dia berlian tanpa karat. Sempurna. Carlie memil...