Tito enggak tau kenapa dia lagi-lagi harus berada di mobilnya Farel sekarang.
"KOK GUE NAIK MOBIL LO, SIH?! KAN GUE BAWA MOTOR!"
Farel juga tau kalo Artito bawa motor, tapi enggak tau kenapa juga dia harus nyeret Artito buru-buru masuk mobilnya waktu dia tau kalo Tito makan telor yang katanya makanan alerginya dia.
Jadi, Farel cuma bisa diem sambil ngelirik Tito yang udah celingukan panik macem anak ilang, ngeliatin bangunan universitas mereka yang mulai menjauh.
"Turunin gue, anjing!" titah Tito nggak santai.
"Ya tinggal turun aja, sih, To!"
"Terus lo kata, gue harus loncat dari mobil lo gitu? Sengaja mau gue mati, ya?!"
Farel diem doang males nanggepin. Dia masih pura-pura budek aja sambil liat sisian jalan, kali-kali ada apotek di sekitaran sana.
"Lo mau nyulik gue ke mana, anjir, Farel babi!"
Farelino mendadak kangen sama Artito versi di rumahnya yang kalem manis—jiakhhh—bukan yang versi barongsai kayak gini.
Tito tuh beneran kek definisi; "saya aslinya dua orang. Yang satu Tito, yang satu reog." alias asu banget kagak boong.
"Siapa yang mau nyulik lo, sih, elah! Rugi gue kalo mau nyulik lo, kagak laku kalo mau gue jual juga!"
Emang ini sepatutnya setan resign aja dari kerjaannya sekarang, Farelino dengan mulut jahanamnya sudah masuk kriteria sebagai pengganti setan.
"Kalo gitu lo mau bawa gue ke mana, monyettttt! Balikin gue ke kampus!" teriak Tito yang suaranya ngulang-ngulang mulu udah kek suara sirine.
"Lo kenapa sih takut amat sama gue, buset!"
"Dih, ngapain gue takut sama lo? Gue nggak takut, gue punya Allah."
"Ya, terus kenapa lo panik banget, anjir!"
"Gue—aduh, ini apa, anjing, panas banget!" Tiba-tiba Tito yang dari tadi mau bacot lantas ngeluh sambil ngusap-ngusap lengannya yang mendadak kepanasan.
"Lo kenapa?" tanya Farel ikut panik.
Dia sengaja buru-buru bawa manusia garis keturunan Abu Lahab kayak Artito biar nemu at least penjual kelapa biar netralisir alergi di tubuh Artito. Tapi, emang nasib sial aja, manusia jahat macem Artito susah dapet pertolongan dari Tuhan. Jadinya kayaknya alergi Tito enggak bisa dicegah.
"Adeh, adeh, panas banget badan gue, Bang!" keluh Tito sambil mendekatkan diri ke AC mobil Farel.
Lagian, lagi sial malah mendekatkan diri ke AC. Mendekatkan diri tuh ke Tuhan.
Farel celingukan panik juga, terus tancap gas lebih dalam. Dia masih ada sisi baiknya buat Artito, jadi kendatipun si Tito kelakuannya kayak collab kenistaannya Abu Lahab dan Abu Jahal, si Farel masih ada peduli mah barang sepuluh persen.
Ngeliat ke depan sebelah kiri, Farelino nemuin tukang pop es lagi jualan. Enggak tau ngidenya absurd banget, dia malah meminggirkan mobilnya dan berhenti di depan si tukang pop es ...
... buat beli es batunya doang.
Balik-balik, si Farel udah ngebawa satu balok es batu berukuran dua puluh senti di genggamannya.
Tito menatap si kakak tingkatnya itu horor. "Lo ... mau ngapain pake es batu itu?"
"Buka baju lo."
"HAH?!"
"Buka baju lo, Tito!"
Makin-makinlah Artito memberikan tatapan horor, ditambah dengan Tito yang udah menyilangkan tangannya di depan dada udah macem gadis yang mau diperkosa.
"Tito, katanya panas. Ayo, buka baju lo!"
"KAGAK MAU! GAK USAH ANEH-ANEH LO!"
Dengan tanpa aba-aba, Farelino secepat kilat menyingkap kaus yang dikenakan Artito hingga sebatas bahu—
"HIY—A—ahh ...."
—dan lantas menempelkan es balok utuh tersebut di sana. Vertikal dari dada hingga perut ratanya.
Artito meringis dengan mata terpejam sembari meremat kemeja bagian bahu Farelino kuat-kuat.
Lalu, Tito membuka matanya yang tadi terpejam, melihat wajah Farel yang terlampau dekat dengannya. Menatap wajahnya lurus-lurus sehingga Artito melupakan dingin di area tubuhnya.
Sedangkan Farelino? SINTING. Pria yang lebih tua itu malah terbengong memperhatikan detail Artito yang terlihat ... aduh, gimana ya ngedeskripsiinnya?
Artito dengan muka merahnya, matanya yang berkaca-kaca karena terpejam terlalu kuat tadi, ditambah desahan susulan yang barusan Farel lihat itu kayak ... menggairahkan?
Farel menelan ludahnya gugup.
Lalu, dengan licik, anak arsitektur yang lebih tua itu kembali menekan es batu tersebut.
"Ah!" Lagi, Artito yang kaget pun melotot dengan kemudian meremas bahu Farel lagi.
Farelino tersenyum miring saat melihat Artito meringis dengan kepalanya yang menunduk dalam. Antara kedinginan sama pasrah jadi satu.
Cara menjinakkan Artito, nomer satu; menempelkan es batu di tubuhnya.
Kurang ajar. Dikata TharnType kali.
Setelah itu, Farel memindahkan es batu tersebut agak ke atas. Kali ini secara melintang agak ke bahu si adik tingkat. Serta-merta bikin Artito melenguh.
Kemudian, mata Farel jelalatan melihat ke bawah. Tangannya yang di balik kaos Artito yang merembes kebasahan karena cairan es batu, kembali ke muka Artito yang udah menunduk enggak berdaya karena perlakuannya.
That's so ... wow.
Brengsek, Artito dengan mode pasrahnya ngebuat Farelino banyak-banyak istigfar—padahal dia kristen.
"U-udah ...," mohon Tito sambil mendorong yang lebih tua. Udah lemes dia karena kedinginan. "K-kita ke apotek aja."
Farel tak mendengarkan. Setan liat kelakuan Farelino ikut elus dada kali.
Karena dirasa si kakak tingkat sialannya itu enggak dengerin permintaannya, Tito pun ikut memasukkan tangannya ke dalam kaos. Menyentuh pergelangan tangan Farelino agar menjauhkan es batu yang melemaskan tubuhnya.
Sumpah, kalian yang nganggep Tito lemah. Cobain aja tempelin es batu di badan kalian, tahan, jangan langsung lepas—kalo nggak tubuh kalian sampe lemes, mah.
Balik lagi, Farel yang tau ketidakberdayaan Tito. Malah menggoda lagi sampe—
—es batu tersebut pindah ke dada bawah Tito. Tepat di puting lelaki itu.
Tito melotot. Ia mengumpulkan kekuatannya, untuk setelahnya mendorong kuat si kakak tingkat hingga es batu dan tangan yang lebih tua itu keluar dari kaosnya, menjauh dari badannya.
"HOMO!" teriak Tito keras dengan tampang tak percayanya. "Anjing lo, homo! Pelecehan lo ke gue!"
Lalu, Artito dengan tergesa-gesa keluar dari mobil Farelino Adrian. Lari balik ke arah kampus, kabur.
Ikut tersadar, anak semester empat itu menatap es balok yang sudah separuh meleleh di genggamannya itu dengan terbengong.
Kenapa dia suka ngeliat muka Tito yang memelas pasrah karena perbuatannya barusan?
Frustrasi tak menemukan jawaban, Farelino mengerang marah dengan dirinya sendiri dan melempar es batu asal ke jok yang semenit lalu diduduki si adik tingkat.
"Udah gila lo, Farel! Udah gila, anjing! Goblok, goblok, goblok!" Dia menjambak rambutnya sendiri di balik kemudi.
Hingga tak lama ia kembali menenangkan dirinya, menjalankan mobilnya kembali tanpa mengetahui arah yang hendak ia tuju.
-
-
-
-Bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Morosis
Teen Fiction[Spin-off Stoic : Geraldy dan Ezravine.] Artito tuh cuma fudan yang suka homo pada umumnya, tapi dia yakin kalo dia ini lurus banget selurus rambut Dora. Kemudian, sahabatnya satu-satunya Ezravine Athala akhirnya punya pacar cowok juga, si kakak tin...