For Morosis 16

3.2K 467 120
                                    

"Zra, Tito ke mana, Zra? Tumben, biasanya lo dah selingkuh sama Tito siang-siang gini," tanya Farelino sembari menyeruput es teh yang ia bawa, terduduk di depan Ezravine Athala.

Ezra menaikkan kedua bahunya cuek. "Lah, kagak tau. Gue bukan bapaknya."

"Oh iya, lo kan anaknya, ye," sahut yang lebih tua asal. "Kalo gitu lo mulai sekarang panggil gue 'papa'."

"Sinting! Ogah gue nganggep Tito ayah, apalagi lo. Lo siapa, anjir?"

"Kenalin," Farel menyodorkan telapak tangannya ke arah yang lebih muda, untuk dihadiahi kernyitan bingung darinya, "calon papa lo."

Si adik tingkat berdecih, "Orang NASA kalo ngintip lo dari luar angkasa juga tetep aja lo keliatan bodohnya."

Farel memicingkan matanya, menatap Ezra curiga. Soalnya Ezra jutek banget pagi ini macem banteng kagak dikasih jatah (jatah makan, maksudnya) seminggu.

"Lo napa jutek amat dah pagi ini? Kek Tito aja," kata Farel. "Biasanya lo macem anak kelinci, sekarang tingkah lo sebelas-dua belas sama si garong."

Ezra menaikkan bahunya cuek. Untuk setelahnya memakan kentang goreng terakhirnya, dan mengambil tas yang berada di sampingnya. Soalnya enggak tahu kenapa, dia sekarang bawaanya gedek lihat Farelino Adrian. Gimanapun, laki-laki ini udah banyak bikin Artito enggak nyaman—Ezra pasti kalau lihat Farelino dan Artito, dia tetep timpang sebelah.

"Tunggu, Zra." Farel menahan langkah Ezra yang hendak meninggalkannya. "Tito ada cerita ke lo sesuatu? Maksud gue ...."

"Kagak ada, dia curhatnya ke Mamah Dedeh sekarang." Ezra menjawab asal. "Udah dulu, ye, Bang. Gue mau masuk dulu."

Si anak tingkat empat menghela napasnya pelan, soalnya setahu Farelino, pagi ini Artito ada jadwal kelas. Tapi lelaki itu tidak masuk, jadi ia berniat bertanya kepada sahabatnya—ehem—gebetannya itu. Namun bukannya mendapat jawaban, malah dikasih jawaban judes dari si adik tingkat.

Jadi, daripada dia kebingungan, dirinya pun segera beranjak dan menuju ke arah parkiran.

-

"Bunda! Abang enggak mau kalo Ayah balik ke sini lagi!"

Tangan Farelino yang hendak mengetuk pintu lantas membeku di udara setelah samar-samar mendengar suara Artito yang menembus ke luar.

"Enggak mau! Kalo Bunda nerima ayah lagi, mending Abang aja yang pergi dari sini!"

Dan tiba-tiba pintu terbuka. Membuat Farelino, pun lelaki di depannya ini menegang kaget. Lebih kaget lagi Farelino yang melihat wajah orang tersebut yang memerah, diiringi dengan air mata di kedua pipinya.

"To ...," Farel menggantungkan ucapannya tak mengerti, karena jujur saja bertemu Tito dengan situasi seperti ini bukanlah bagian dari rencananya. "Hai?"

Yang lebih muda menyeka ingus serta air matanya dengan punggung tangannya kasar.

"Abang ..., Nak?" Suara bundanya Artito semakin mendekat, membuat Tito berancang-ancang untuk pergi dari sana. Melewati Farelino yang masih diam di hadapannya.

"To," panggil Farel seraya memegang pergelangan tangan si anak tingkat satu, "pergi sama gue."

"Hah?"

Kemudian Artito Mahesa dengan kebingungannya, merasakan tangannya ditarik untuk memasuki mobil yang lebih tua. Ia tak tahu kenapa dirinya nurut-nurut aja waktu dibawa masuk dan dibawanya kabur oleh Farelino Adrian.

MorosisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang