"Ini idung lo mekar amat, sih? Pantes kelakuan lo kayak babi." Tito masih sempet-sempetnya mengejek selagi dia membantu Farel yang tengah berdiri sembari tengadah memencet hidungnya.
"Malah bodyshamming, si anjing," respons Farel datar—soalnya dia lagi males ngeladenin Artito. Dia masih sibuk sama urusan mimisannya, yang mana disebabkan oleh si adik tingkatnya yang enggak ada akhlak tersebut.
"Sakit, nggak?" tanya Tito hati-hati, sedikitnya dia ngerasa bersalah. "Masih banyak enggak itu darahnya? Keluarin aja semua, jangan dongak mulu. Entar masuk tenggorokan lagi mimisan lo."
"Ya, ini juga masih gue keluarin. Mana ada gue tahan-tahan," balas Farel ketus.
"Mau gue bantuin, nggak?"
"Lo mau bantuin apaan, hah? Nyedot mimisan gue?"
Secepat cahaya, Artito ngegeplak kepala si kakak tingkat keras—Tito emang kagak sopan. "JOROK BANGET, SI ASU!"
Farel ditampol begitu malah ketawa. Emang ajaib banget, yang satu demen kekerasan, satunya masokis. Emang pantes mereka disebut duet maut Abu Lahab sama Abu Jahal.
"Udah beres belum, Bang?"
Farel mengernyit heran. Artito ini keliatannya aja enggak peduli, tapi dari tadi dia yang paling bawel nanyain keadaan hidungnya mulu.
"Lo ngapain ngernyit-ngernyit gitu, Bang? Sakit?"
"Kalo emang sakit, mau lo apain?"
Tito ditanyain begitu cuma diem. Dia juga bingung mau bantuin Farel yang mimisan itu gimana. Soalnya ini yang sakit tuh idung, bukan kayak luka sobek atau sayat, dan sebagainya yang bisa dikasih plester.
"Gue ambilin es batu dah, ye? Bentar."
Tito berjalan keluar kamarnya buat ke arah dapur, untuk kemudian dirinya membuka kulkasnya guna menemukan es batu.
Terus pas es batu itu udah di tangannya, dia malah bengong. Tiba-tiba flashback ke kejadian tadi siang yang dia remake adegan es batu TharnType, tapi untung enggak sampe ke adegan mantap-mantap. Bisa bahaya entar.
For the god's sake, Tito emang suka homo, tapi dia bukan homo. Dia masih lurus banget, selurus penggaris besi punya Lea—tanpa Tito ketahui kalo penggaris besi tersebut udah agak bengkok soalnya dipake mukulin nyamuk mulu sama adeknya itu.
Terus Artito ngegeleng sendirian, kenceng banget udah kayak boneka dashboard. Rasanya dia pengen jedukin kepalanya sendiri ke tembok biar bisa ngehapus ingatan kurang ajar itu dari benaknya.
Keburu bengong nginget itu es batu TharnType lagi, Tito buru-buru ngebungkus es batu kecil-kecil itu ke dalam handuk mininya, lantas membawanya kembali ke kamar.
"Udah mendingan?" tanya Tito begitu memasuki ruangannya.
"Dikit lagi."
Tanpa kebanyakan mikir, Artito langsung mendekati Farelino. Menarik tangan si kakak tingkat yang semula memijit batang hidungnya agar lepas dari sana. Lalu, lelaki yang lebih muda buru-buru menempelkan lapisan berisi es batunya ke hidung sang kakak tingkat, yang mana dihadiahi dengan desisan dingin yang lebih tua.
"Tahan," tegas Tito.
"Dingin," keluh Farelino sembari menyentuh pergelangan Tito yang masih nempelin es batu tersebut di hidungnya.
"Ya kalo panas namanya api neraka."
Tolol. Jawaban Tito beneran tolol banget.
Karena Farel bolak-balik mau ngelepas tangan Tito yang bertengger di indra penciumannya, Tito lantas mencengkeram bahu si kakak tingkat biar enggak banyak gerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Morosis
Ficção Adolescente[Spin-off Stoic : Geraldy dan Ezravine.] Artito tuh cuma fudan yang suka homo pada umumnya, tapi dia yakin kalo dia ini lurus banget selurus rambut Dora. Kemudian, sahabatnya satu-satunya Ezravine Athala akhirnya punya pacar cowok juga, si kakak tin...