For Morosis 17

3.8K 505 95
                                    

"Lo ngapain tadi ke rumah gue? Gue kagak ada utang, 'kan?"

"Enggak pa-pa, kangen."

Artito mendengar itu hanya mengerutkan hidungnya jijik, "Najis, anjing! Stop gombal-gombal, gue bukan cewek!"

"To, gue kangen."

Tito diam, males ngeladenin cowok blasteran Abu Lahab featuring kuda lumping macam Farelino Adrian.

"To ....."

"Coba lo pesen di Gajek aja," jawab Tito masa bodoh sambil memakan keripik kentang yang tadi ia palak dari Farel pas lagi berhenti di Indomarket.

"Enggak ada lo di menunya."

ORANG GILA!

"STOP, ANJING!" maki Tito sambil mengambil kaleng minuman yang sudah kosong di depannya, kemudian ia lempar kepada yang lebih tua. "Kalo lo masih sok-sokan ngegombal lagi, bukan cuma ni kaleng yang gue lempar. Badan lu yang gue banting!"

Farel ketawa-ketawa jelek lagi macem soang pas ngeliat Tito yang merengut sembari memakan keripiknya.

Oke, ini aneh banget. Dan jelas aja seorang Artito Mahesa masih culture shock sama hal beginian. Soalnya biasanya mereka ribut yang literally ribut kayak kucing dan anjing, tau-tau si Farelino berubah jadi flirty abis. Tukang gombal. Ini orang seriusan sama confess-nya dia yang kemaren enggak sih?

Tapi gimana ini? Tito ilfeel banget. Karena mereka awal kenal tuh tingkah si Farelino udah macam kuda liar kebanyakan konsumsi vitamin C, tahu-tahu sekarang udah macam Denny Cagur alias gombal mulu. Tito kagak biasa dibegituin.

"To, lo hari ini gue tinggal enggak pa-pa? Atau lo mau gue nginep sini?" tanya Farel sambil berjalan ke balkon, pintunya lelaki itu buka untuk terduduk di sana, merogoh kantung bajunya untuk menemukan sebatang rokok yang ingin ia pantik.

"Terserah lo, ini kan tempat lo," balas Tito sambil melirik yang lebih tua, yang kali ini tengah menyesap batangannya—batang rokok, kawan.

"Gue jarang nempatin, sih. Gue seringan balik ke rumah. Tapi kalo lo mau gue temenin, kagak masalah. Siapa tau ni apart udah mulai berhantu, udah lebih dari empat bulan gue kagak ke sini, kagak gue bersihin, kagak didoain."

"Nanti kan gue sholatin ni apartemen, elah."

"Setannya kristen, To."

"Sok tau. Kalo ternyata hindu gimana?"

Hadeh, lagi-lagi obrolannya tidak bermutu.

"Gue kristenin, kan gue pemiliknya."

"Kalo gue jadi milik lo, lo yang login apa gue yang logout?"

Farel langsung keselek asap rokoknya, dadanya langsung sakit kayak orang mau meninggal. Sumpah, Tito kalo mau ngagetin minimal pake aba-aba, dong.

Tito ketawa puas, akhirnya dia bisa membalas godaan-godaan flirty yang dari kemarin kakak tingkatnya itu layangkan.

"To, anjing lu, ya!" Farel berjalan menuju dapur diiringi batuk-batuk kecil dengan tangan yang terus memukul dadanya pelan.

Lelaki itu kembali dari dapur dengan sebotol air dingin yang ia ambil dari dapur, meminumnya sambil berjalan.

"Lo kalo mau jadi milik gue, bilang. Gak usah omongin login-logout dulu, kek kita mau nikah besok aja," ujar Farel terduduk di samping si adik tingkat, di sofa panjang seberang televisi.

"Dih, anjir, siapa juga yang mau nikah sama lo? Mending gue nikah sama anime," sahut Tito jutek seperti biasa.

Ya, biasalah.

"Lo kagak tau kalo gue lahir di isekai? Udah spek anime banget nih gue!" Yang lebih tua menunjuk dirinya sendiri, sedangkan yang lebih muda hanya bisa mengernyitkan dahinya najis.

Oke, karena sekarang Farel acapkali menjawab candaannya dengan flirty, topik mereka jadi sering abis. Bingung mau jawab apa. Mending Artito disuruh ikut nebak jawaban teka-teki silang di koran daripada gombal-gombalan sama Farelino Adrian.

Cuih.

"To, gue mau balik. Percobaan terakhir nih, ya. Lo mau gue tinggal apa kagak?"

"Terserah lu, anjirrrr. Lo lama-lama kek emak gue awal gue masuk SD, nanya mulu mau ditungguin apa ditinggal."

Farelino mengangkat kedua bahunya santai, untuk kemudian berbicara, "Ya udah, gue udah nawarin nih ya."

Yang lebih tua mengambil jaketnya yang berada di sisian sofa, beranjak untuk bersiap-siap pergi meninggalkan Artito Mahesa. "Gue udah bilang nih apartemen udah berbulan-bulan kagak ditempatin, jadi—"

Prang!

"—nah kan, anjing. Itu bukti nyatanya, To."

Si kakak tingkat mulai berjalan melewati sang adik tingkat, yang lebih muda mengira bahwa yang lebih tua akan pulang sekarang.

Jadi, dengan panik, Artito menyentuh ujung kemeja Farelino, menariknya dengan pegangan kecil. "B-Bang, lo ... nggak mau di sini aja?"

"Noh, dibilangin. Tadi aja sok-sokan kagak mau lo. Padahal lo masih mau sama gue, kan? Kangen kan lo sama gue?"

"Ih apaan sih, anjir! Lo ditawarin jadi tumbal pesugihan juga iblis pasti nolak lo!" ketus Tito guna menjawab tingkah terlalu percaya diri si kakak kelas.

"Serah lo dah, dasar tsundere," balas Farel dan kembali melanjutkan langkahnya.

"Lo mau ke mana?! Katanya mau di sini?!"

"Ke dapur, elah! Takut banget gue tinggalin?"

"Najis, anjing! Pengen banget gue anjingin ni orang ampe beneran jadi anjing," gerutu Tito geli, soalnya mimik Farel juga enggak kalah om-omnya dari ucapannya.

Pas sesampainya lelaki tinggi itu di dapur, ia melihat ada pecahan kaca yang teronggok di lantai. Lalu, lelaki itu berbisik pelan, "Tan, setan, lo jangan gangguin Tito, ya. Soalnya cuma gue doang yang boleh gangguin dia. Udah, lo istirahat aja. Tugas lo menggoda Tito, serahin aja ke gue."

Tanpa Farelino ketahui, padahal gelas itu terjatuh dari atas meja karena kesenggol cicak alaska, enggak ada setan di apartemennya. Satu-satunya makhluk yang bisa disebut setan emang cuma Farelino Adrian aja.

"Bang, lo udah ketemu setannya belum?" tanya Artito setelah lebih dari lima menit ditinggal oleh yang lebih tua ke dapur, padahal si tinggi lagi sibuk mungutin pecahan kaca.

"Jangan ke sini, To. Nanti lo kena pecahan meteor neraka."

"Neraka, bapak lo! Noh, lo masuk neraka atas rekomendasi pemda!" sahut si pendek soalnya Farel masih aja sempet-sempetnya becanda. Nanti kalo setan apartnya merasa direndahin karena enggak bisa nakut-nakutin manusia, gimana?

Farel dengan ketawa khas soangnya lagi-lagi kembali. Lelaki itu dengan telaten menyapu kaca-kaca halus, berharap tak ada yang akan terlewat dan melukai kaki siapa pun.

"To, jadi gue nginep, nih? Seriusan lo mau gue nginep?" ulang Farelino sambil berdiri dan berbalik, yang tanpa sengaja, jaraknya kedeketan sama Artito.

Artito sampe kaget, tapi enggak mundur. Cuma agak menegang aja anu-nya—maksudnya, punggung.

Tito tak bergerak, matanya dengan kaku menatap si kakak tingkat karena jarak yang terlampau dekat, pun kakak kelas yang tinggi membuatnya mendongak. Tito sendiri enggak paham, masa cuma urusan nginap-menginap ini, jaraknya udah macem orang mau bersilat lidah versi dewasa (inisial c).

"Iya, lo di sini aja, ya. Temenin gue, Bang?"

Farelino ngeliat Tito pasang muka polos gitu rasanya mau nyosor aja biar senada ama julukan 'soang'-nya; hobi nyosor dan ketawanya berisik. Tapi enggak jadi, kalau Tito marah, bisa sia-sia usahanya mendekati si adik tingkat biar bisa nge-gay barengan.

"To, gue mau izin," kata Farel pelan, "gue mau ciuman, boleh?"

Tito tersadar. Lelaki itu lantas mundur dua langkah dari tempatnya semula, dan memasang ekspresi najisnya seperti biasa. "Ciuman mulu pikiran lo. Itu mulut atau markas jin?"

Oke, gagal. Nice try, Farelino Adrian.

-
-
-
—Bersambung—

MorosisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang