bandung,
march 5th, 2022.slowly.
ALTAIR keluar dari gedung rektorat sambil memeluk laptopnya. Kaki kecil dengan sneakers putih itu menuruni tangga dengan terburu-buru. Dia berlari menyusuri trotoar, belok ke arah kanan menuju gedung fakultasnya. Beberapa kali gadis itu membenarkan posisi tas kanvas yang disampirkan di lengan kanan. Ia berlari dengan gusar sambil sesekali menyeka poni yang menghalangi matanya.
Tadi Altair dipanggil oleh wakil rektor 3, mereka mendiskusikan beberapa schedule ke depan yang perlu Altair hadiri sebagai duta kampus. Selain itu dekat-dekat ini juga dia harus mengikuti beberapa mentoring internal yang menjadi kegiatan rutinnya sejak empat bulan lalu ia menyandang gelar itu pertama kali.
Sekarang Altair sedang mengejar jadwal kelasnya yang seharusnya sudah dimulai sejak sepuluh menit yang lalu. Tepat didepan pintu masuk, langkahnya terhenti mendadak hingga membuatnya hampir terjungkal ke belakang. Mata gadis itu membulat, dia meringis sambil menghalangi wajahnya dengan laptop itu dari samping. Dia melanjutkan langkah kakinya untuk melewati pintu dengan sangat hati-hati.
Di lobby sana, Antares dan beberapa anggota BEM-F sedang mendiskusikan sesuatu—yang menjadi penyebab Altair harus menyembunyikan wajahnya seakan berkamuflase agar tidak tertangkap oleh mata lelaki itu. Sayangnya, Antares sudah melihat Altair sejak gadis itu berjalan menuju pintu utama. Masih menghalangi wajahnya dengan laptop, kini Altair sedang berdiri didepan lift—yang sudah selesai diperbaiki—yang hanya berjarak tiga meter dari tempat Antares berdiri sekarang.
Lelaki itu menyeringai, seakan otaknya sudah merencanakan sesuatu yang licik. Dia berpamitan pada anggota lainnya, kemudian berlari kecil menyusul Altair yang baru saja memasuki lift.
"...shit." Antares bisa mendengar gadis itu mengumpat pelan sambil memutar badannya sembilan puluh derajat dengan posisi membelakanginya.
Lelaki itu menekan tombol untuk ke lantai 4, kemudian pintu lift tertutup. Altair masih dalam posisinya—laptop itu ia pakai untuk menghalangi wajahnya. Antares menyeringai, dia melipat kedua tangannya di dada sambil bersandar pada dinding lift.
"Biar apa kaya gitu? Laptopnya jatoh aja nangis," ucapnya dengan nada rendah.
Altair menurunkan laptopnya perlahan dengan wajah cemberut. Dia memutar badannya kembali ke depan sehingga dirinya berdampingan dengan Antares.
Dengan wajah datarnya, lelaki itu sengaja mengamati Altair yang terlihat menahan malu setengah mati. Setelah semalam bertingkah layaknya preman pasar Minggu di sosial media, kini dihadapannya gadis itu mendadak jadi anak kucing kehujanan. Menggelikan, pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
she fell first, but he fell harder.
FanfictionBerawal dari kesediaannya menjadi subjek praktikum untuk Antares, Altair tidak menyangka bahwa satu cuitannya di Twitter telah menjadi titik awal dari kehidupan barunya; kehidupan dimana Antares hadir di dalamnya. °• haechan ryujin alternative unive...