4

2.7K 376 49
                                    

Dazai menyerahkan handuk kecil berwarna soft blue pada Satoru, sedangkan tangan Dazai lainnya sibuk mengeringkan rambut coklatnya. Jujur saja ini adalah pengalaman pertama Satoru kehujanan—karena tentu saja tidak ada alasan baginya untuk melakukan itu. Sejak kecil dia akan selalu di ikuti oleh para pelayan yang selalu siap menjaga dan memenuhi kebutuhannya—termasuk tidak membiarkannya kehujanan. Tumbuh remaja dia terlalu sibuk untuk berlatih membentuk Mugen-nya dan ketika dia berhasil, hampir sepanjang waktu dia memakai Mugen, tidak terpikirkan sama sekali baginya untuk hujan-hujanan. Dan tidak terpikir pula jika hujan-hujanan akan semenyenangkan ini.

Saat di tengah perjalanan tadi hujan tiba-tiba deras—tidak terlalu, tapi cukup membuat mereka berdua kebasahan. Tentu saja Satoru tidak menggunakan Mugen-nya kali ini, karena akan mencurigakan bagi Dazai jika dia tetap kering. Mereka berdebat apakah akan meneduh dulu atau langsung pulang saja dan karena ternyata jarak tempat tinggal Dazai tidak terlalu jauh, akhirnya mereka memutuskan untuk langsung pulang dan menerobos hujan. Mereka mulai berlari dan di satu titik mereka berdua tertawa, menertawakan kebodohan masing-masing, lelucon dan lain hal. Sudah lama sejak terakhir kali dia merasa sebebas itu.

"Aku akan mandi terlebih dahulu, kamu bisa menunggu di ruang tamu saja." Senyum Dazai masih merekah, terlihat manis di matanya. "Bajumu basah, nanti kamu ganti pakai bajuku saja, semoga ada baju ukuran besar."

Satoru mengangguk dan duduk di sofa, mencoba untuk tidak banyak bergerak dan membuat sofa jadi ikutan basah karena bajunya. Dazai melengos pergi dan dia di biarkan sendirian di ruang tamu. Melihat sekilas dia bisa menyimpulkan bahwa tempat tinggal Dazai relatif sederhana—Dazai bilang ini adalah asrama tempat para detektif satu agensinya tinggal. Tidak banyak hiasan, hanya ada beberapa foto Dazai dan bersama banyak orang yang ia tebak rekan kerjanya. Sisanya perabotan primer lainnya.

Karena tidak ada hal lain, dia memutuskan untuk mengecek ponselnya dan dapat di tebak, terdapat banyak miss call dan pesan dari Ijichi dan ketiga muridnya. Satu-persatu dia mulai membaca pesan itu dan kebanyakan dari mereka bertanya di mana dia dan kenapa dia tiba-tiba menghilang, yang tentu saja dengan nada yang marah—kecuali Ijichi yang masih ingat untuk sopan. Satoru mengetik dan mulai membalas ke semua orang dengan konotasi kurang lebih 'Jangan khawatirkan aku! Aku kebetulan ada urusan di Yokohama! Lihat, besok kita bisa langsung ke temuan dan membahas kasus!'. Selang beberapa saat ia mendapat balasan, kebanyakan emotikon kesal dari para muridnya dan 'baik' dari Ijichi. Sambil tersenyum kecil, dia memutuskan akan membelikan oleh-oleh kepada Ijichi dan ketiga muridnya sebagai tanda minta maaf.

Karena sibuk menatap ponselnya Satoru tidak sadar jika Dazai sudah selesai mandi, sampai bau harum dari sabun mandi mengenai hidungnya, harum vanili segar. "Kamu mandi juga sana." Mendongak ke atas, Dazai masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Sedangkan tangan lain berisi kain di sodorkan ke Satoru, "Ini baju paling besar di lemariku."

Dazai menghempaskan diri di sofa, tepat di sampingnya. "Aku juga sudah nyiapin sikat gigi baru, ada di atas wastafel."

Satoru mengangguk dan sebelum dia masuk ke kamar mandi Dazai memanggilnya. "Aku akan masak ramen, instan sih, untuk makan malam, kamu mau juga?"

"Boleh." Bibirnya terangkat, membentuk senyum tulus. Entah kenapa rasanya benar, berada di sini dan menikmati malam bersama Dazai.

Oh, apakah ini yang di namakan kehangatan rumah? Dia baru merasakan.

.

.

.

Setelah mandi Satoru dapat dengan mudah menemukan dapur, mengingat tempat tinggal itu tidak terlalu besar. Dazai dengan baju putih lengan panjang dan celana longgar semata kaki sibuk membelakanginya memasak. Oh apakah ini rasanya memiliki suami? Pikirnya ngawur.

Two-Headed BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang