16

1.3K 186 18
                                    

Haloo lagi dan lagi aku delay~

.

.

.

Dia pikir rasa ini tidak akan pernah berakhir.

Dazai tidak mengerti, tapi satu hal yang dia tahu adalah perasaan jatuh yang saat ini dia alami begitu menakutkan baginya. Dia bahkan tidak yakin apakah matanya sedang terpejam atau terbuka, karena semuanya terlihat sama-sama gelap. Sudah satu menit dia terjun bebas ke dalam lubang hitam dan belum juga menyentuh akhir. Ini mengerikan dan dia ingin ini berhenti.

Tapi di sisi lain, dia juga takut akan apa yang dia temui di akhir lubang hitam nanti. Apa yang akan kutukan itu lakukan padanya nanti? Bagaimana nasibnya? Semua pertanyaan berputar di kepalanya, dan sekarang dia dapat merasakan napasnya mulai terengah-engah.

Rasa takut mulai menguasainya kembali secara perlahan, dia mencoba mengingat apa yang pernah Satoru katakan padanya di malam yang telah lewat. "Kamu akan baik-baik saja Dazai." Katanya. "Selama kamu memiliki harapan sekecil dan seremeh apa pun itu, kamu akan baik-baik saja. Percaya padaku, kamu bilang kamu percaya padaku bukan?" Dan ya tentu Dazai percaya pada Satoru, itu sudah jelas walaupun memang bertentangan dengan keyakinannya dahulu—jangan menggantungkan harapan pada apa pun dan siapa pun—tapi itu sudah menjadi hal yang lalu. Sedangkan dirinya yang sekarang sudah berbeda.

Dia ingin dan memang mempercayai Satoru. Tapi perasaan penuh harapan tidak bisa begitu saja meredam rasa takut di dadanya. Keyakinan pada masa lalunya tetap membayanginya sebagai Dazai seorang manusia gagal dan itu menakutkan. Pada akhirnya apakah dia akan mati sendirian di tangan kutukan itu? Sialan, dia harap tidak. Karena sekarang dia mungkin, mungkin saja sudah menemukan makna hidupnya pada Satoru. Dan dia tidak ingin menyia-nyiakannya, bahkan oleh kutukan brengsek ini. Jelas dia tidak akan menyerah dan Dazai berharap Tuhan merestuinya.

Rasanya seperti seribu tahun kemudian, tapi dia tahu ini baru satu setengah menit berlalu saat akhirnya dia keluar dari lubang hitam itu hanya untuk menghantamkan tubuhnya pada benda empuk di bawahnya. Dazai menutup matanya pada guncangan yang dirasa. Pada saat matanya terbuka, satu hal yang dia perhatikan pada tempat yang baru dia singgahi adalah tempat ini begitu sunyi. Seperti sangat sunyi, hingga satu-satunya suara yang dia dengar hanyalah ritme napasnya sendiri.

Matanya menjelajah ke sekitar, alisnya berkerut saat menemukan dia berada kamar kosong yang terlihat suram, hanya ada lampu redup sebagai penerangan. Tapi anehnya di pojok ruangan itu terdapat boneka besar berwarna coklat. Dazai bangun—dari benda yang dia tebak adalah kasur—menimbulkan suara decitan aneh, mendekati boneka besar itu. Boneka itu terlihat agak berdebu tapi jelas masih baru, saat diperhatikan ternyata terdapat kertas kecil yang terselip ditubuh boneka besar itu. Dazai mengambilnya dan membuka kertas itu.

Ada tulisan.

Awalnya aku ingin memberimu boneka ini, tapi rencana gagal karena kau tahu kenapa. Jadi aku memutuskan untuk memancingmu keluar dengan cara lain. Dan jika kamu sedang membaca surat ini, itu berarti rencanaku setengah berhasil.

Dazai menelan ludah, baik, apa maksudnya dari rencana yang setengah berhasil ini? Bukankah tujuan kutukan ini hanya untuk menangkapnya. Lalu apa tujuan sebenarnya dibalik semua ini? Lagi pula di mana kutukan itu sekarang?

Dazai melihat ke sekeliling sekali lagi dan tetap tidak melihat siapa pun, ruangan itu benar-benar kosong. Tapi setidaknya dia bisa mencari jalan kabur terlebih dahulu sebelum kutukan itu ada di sini. Dia pun memutuskan untuk membawa kertas kecil itu di kantong, dia sekilas memandang boneka besar itu. Lalu memutuskan untuk keluar dari ruangan suram itu.

Beruntungnya pintu ruangan itu tidak terkunci—agak aneh memang—dia segera keluar dan lagi-lagi hanya keheningan yang menyambutnya. Kenapa sepi sekali, pikirnya. Benar-benar tidak terdengar suara apa pun. Dia menengok ke kanan dan ke kiri, hanya terdapat lorong gelap tidak berujung.

Two-Headed BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang