9

2.4K 320 40
                                    

Oh love, don't be sad, I'm here with you. Whenever you need me to walk, run or just to stay silent and hug each other, just call me okay?

.

.

.

Yokohama walaupun bukan kota asing bagi Satoru, tapi dia jarang meluangkan waktunya untuk sekedar berjalan-jalan—kebanyakan dia hanya akan ada di sana karena pekerjaan. Jadi, dengan senang hati Satoru menikmati perjalanan kecilnya bersama Dazai. Mereka berjalan beriringan dalam diam, Satoru sengaja memperlambat ritme jalannya untuk menyamakan dengan langkah kaki Dazai agar tidak tertinggal.

Menatap ke arah Dazai, sebenarnya dia tidak tahu mereka akan pergi ke mana, Dazai hanya diam dan langsung menyeretnya pergi. Dia juga tidak mencoba untuk bertanya, lagi pula mau ke mana pun mereka pergi dia tidak masalah. Dan juga dia sama sekali tidak keberatan selama Dazai masih mau menggenggam tangannya walaupun terkesan sepele tapi dia menyukainya. Tangan mereka hanya terasa pas untuk saling di genggam.

Dia segera mengalihkan pandangan dari Dazai saat ketahuan menatap, Dazai hanya mendengus dan mereka tetap melanjutkan perjalanan.

"Ada apa?"

Satoru menggeleng tidak dapat menahan senyumnya. "Tidak apa-apa."

Mereka terus berjalan, kadang menyeberang dan kadang juga harus sedikit berdesakan di jalan saat ramai orang lain berjalan. Dan setelah hampir lima belas menit lebih akhirnya mereka sampai pada tempat tujuan atau begitulah menurutnya. Dia tidak tahu sebelumnya jika Yokohama memiliki tempat seperti yang ada di hadapannya sekarang. Itu adalah tempat pemakaman, tidak jauh dari pinggir perairan dan dengan pemandangan matahari yang mulai tergelincir di ujung sana. Warna oranye dan kuning menambah nilai cantik pada suasana sekitar. Tangan Dazai mengalihkan pandangannya.

"Cantik?"

Ah ya, pemandangan yang barusan dia lihat ternyata tidak ada apa-apanya jika di bandingkan dengan seseorang yang berdiri di depannya sekarang. Angin bergerak agak kencang dari arah perairan, membawa bau garam segar. Memberi Dazai kesan dramatis saat rambut dan jas coklatnya tertiup angin. "Sangat cantik." Bisiknya, jelas di maksudkan untuk orang di hadapannya.

Secara bersamaan mereka menuruni tangga kecil, di dalam pikirannya dia tidak bisa berhenti bertanya-tanya kenapa Dazai membawanya ke pemakaman. Dia juga tidak bisa menebak siapa mereka, apa mungkin orang tua Dazai atau orang dekat lainnya. Dan matanya tidak melewatkan perubahan raut wajah Dazai yang menjadi melankolis. Binar matanya meredup dan Satoru harap dia bisa membantu Dazai walau hanya sedikit.

Perjalanan mereka cukup singkat, kurang dari dua menit dan sekarang mereka sudah tepat berada di bawah pohon lebat. Angin kembali lagi datang, kali ini suara gemeresik daun menjadi iringan. Tempat yang sangat damai sebenarnya.

Tepat di depannya terdapat batu nisan bertuliskan S.ODA, saat dia melihat ke samping Dazai terlihat sedang merenung, menyenggol bahunya pelan, Satoru mendapat senyum kecil darinya. "Ingat baju yang aku pinjamkan waktu itu?"

Satoru mengangguk. "Ingat."

"Itu milik dia, namanya Odasaku." Sebenarnya dia sudah agak menebak tentang nasib teman lama Dazai ini, terlihat dari wajah sedih Dazai waktu itu, saat mengatakan jika itu bukan pakaian miliknya melainkan milik temannya.

Kematian bukanlah hal baru bagi Satoru, mengingat hampir di sepanjang hidupnya kematian sudah seperti teman akrab. Dan secara tidak langsung dia seharusnya sudah terbiasa dengan hal ini, tapi sayangnya itu hal yang sulit dan dia tidak yakin bisa membiasakan diri. "Dia pasti teman yang sangat berharga bagimu." Apakah aneh jika ini juga mengingatkannya pada Suguru, tapi itu hanyalah masa lalu. Rasanya seperti sudah berabad-abad yang lalu terlewati dan secara bersamaan juga terasa seperti baru kemarin sore. Dia bahkan masih bisa mencium bau darah sahabatnya.

Two-Headed BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang